SOKOGURU - Pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) resmi menambah komponen baru dalam Program Keluarga Harapan (PKH) 2025.
Komponen ini menyasar korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat atau ahli warisnya, sebagai bagian dari upaya meningkatkan cakupan dan efektivitas bantuan sosial.
Penetapan ini diumumkan secara terbuka melalui unggahan akun Facebook resmi Kemensos.
Kemensos mengumumkan perubahan signifikan dalam skema bantuan sosial PKH 2025 dengan menambahkan komponen baru.
Informasi ini disampaikan secara resmi melalui media sosial, khususnya halaman Facebook Kementerian Sosial Republik Indonesia.
Menurut keterangan yang disampaikan dalam unggahan tersebut, penambahan ini bertujuan untuk menjangkau kebutuhan nyata dari keluarga penerima manfaat (KPM).
Caption dalam unggahan menjelaskan, "Pemerintah menambahkan komponen baru dalam Program Keluarga Harapan (PKH) 2025 sebagai upaya meningkatkan efektivitas bantuan sosial dan menjangkau kebutuhan riil keluarga penerima manfaat."
Dalam konten visual unggahan tersebut, disampaikan bahwa bantuan PKH kini mencakup korban pelanggaran HAM berat.
Hal ini juga berlaku bagi ahli waris dari korban, sesuai dengan kebijakan yang berlaku.
"Korban pelanggaran HAM berat (atau ahli warisnya) juga bisa menerima bantuan melalui PKH," dikutip dari isi poster Kemensos.
Penambahan kategori baru ini mengacu pada Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023.
Inpres tersebut mengatur tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat sebagai bentuk tindak lanjut komitmen negara terhadap penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu.
Lebih lanjut, dalam unggahan Facebook tersebut, Kemensos menyampaikan bahwa penyaluran bantuan untuk korban HAM berat akan didasarkan pada penetapan dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam).
"Pemberian bantuan dari pemerintah kepada korban pelanggaran HAM berat yang ditetapkan oleh Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan," tulis Kemensos.
Sebagai pelengkap, Kemensos juga menerbitkan Surat Keputusan (SK) terbaru yang mengatur indeks nilai bantuan sosial PKH tahun 2025.
SK ini dikeluarkan oleh Direktur Jaminan Sosial melalui Nomor 59/3.4/HK.01/1/2025 dan merinci besaran bantuan untuk tiap kategori penerima.
Dalam SK tersebut, diketahui bahwa komponen korban pelanggaran HAM berat mendapatkan indeks bantuan tertinggi dibanding komponen lainnya.
Baca Juga:
Nilai bantuan yang diberikan dalam setahun mencapai Rp10.800.000.
Bantuan ini akan dicairkan setiap triwulan atau tiga bulan sekali, dengan nominal sebesar Rp2.700.000 per tahap pencairan.
Jumlah ini secara signifikan lebih besar dibandingkan dengan kategori lain dalam PKH.
Dengan adanya tambahan komponen ini, pemerintah menunjukkan komitmen nyata dalam memberikan pengakuan dan dukungan bagi korban pelanggaran HAM.
Langkah ini juga memperkuat upaya rekonsiliasi nasional dan perlindungan hak warga negara.
Bantuan yang besar ini diharapkan dapat mempercepat pemulihan sosial dan ekonomi para korban atau keluarganya.
Selain sebagai bentuk tanggung jawab negara, hal ini juga dapat menjadi contoh praktik keadilan sosial berbasis bantuan sosial.
Penambahan komponen korban HAM berat dalam PKH 2025 menjadi tonggak penting dalam penyaluran bantuan sosial yang lebih inklusif.
Apakah langkah ini akan mempercepat proses pemulihan bagi korban dan mendorong penyelesaian kasus HAM di Indonesia? Mari kita cermati dan kawal implementasinya bersama. (*)