SOKOGURU, BANDUNG- Kesehatan gigi dan mulut perlu diperhatikan dan dicegah sejak dini. Namun, beberapa bahan kimia dalam produk kesehatan gigi yang dapat menekan pertumbuhan bakteri seringkali memperlihatkan efek samping jika digunakan dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, diperlukan inovasi produk kesehatan gigi dan mulut yang menggunakan bahan alam untuk mengatasi efek samping tersebut.
Demikian disampaikan Guru Besar bidang Penyakit Kelainan Orofasial Anak, Prof. Meirina Gartika, pada acara pengukuhan Guru Besar Universitas Padjadjaran (Unpad) di Graha Sanusi Hardjadinata Unpad Kampus Iwa Koesoemasoemantri, Jl. Dipati Ukur No. 35 Bandung, Selasa, 1 Juli 2025.
Baca juga: 100 Guru Besar Fakultas Kedokteran Unpad Serukan Evaluasi Menkes, Pendidikan Kedokteran Terancam!
Prof. Meirina yang menyampaikan paparan keilmuan berjudul ‘Potensi Bahan Alam Pada Pencegahan Karies Gigi Menuju Kualitas Hidup Yang Sehat’ itu adalah salah satu dari delapan Guru Besar Unpad yang dikukuhkan secara bersamaan.
“Hasil uji daya antioksidan menunjukkan bahwa bawang putih lokal siung tunggal memiliki daya antioksidan paling baik. Bahan alami lainnya adalah papain dari pepaya yang memiliki daya antibakteri dan berpengaruh lebih baik terhadap penurunan masa biofilm, tanaman sarang semut yang asli dari Papua juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen mencegah pembentukan biofilm, serta bahan hidroksiapatit,” jelasnya, seperti dikutip Kanal Media Unpad.
Lebih lanjut, Prof. Meirina mengatakan, pemanfaatan keberagaman bahan alam di bidang Kedokteran Gigi saat ini masih sangat luas, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan agar dapat digunakan sebagai alternatif perawatan pencegahan karies gigi, serta memberikan perawatan yang lebih optimal.
Baca juga: Unpad Umumkan Sebanyak 4.940 Peserta Dinyatakan Lulus SMUP 2025
Pengukuhan delapan guru besar UNpad tersebut tersebut dibuka oleh Rektor Unpad, Prof. Arief S. Kartasasmita, dan dipimpin oleh Ketua Dewan Profesor Unpad, Prof. Arief Anshory Yusuf.
Selain Prof. Dr. Meirina Gartika, drg., SpKGA, SubSp.PKOA(K)., tujuh guru besar lainnya yakni Prof. Dr. Sri Tjahajawati, drg., Mkes., dan Prof. Dr. Irmaleny, drg., Sp.KG., SubSp.KR(K)., dari Fakultas Kedokteran Gigi, Prof. Aulia Iskandarsyah, S.Psi., M.Psi., M.Sc., Ph.D., dari Fakultas Psikologi, Prof. Dr. Leonardo Lubis, dr., AIFO-K., M.Kes., FASEP., Prof. Dr. Vitriana, dr., Sp.K.F.R., N.M(K)., Prof. Dr. Reno Rudiman dr., SpB-SubSp BD(K), MSc., FICS, FCSI., dan Prof. Edhyana Kusumastuti Sahiratmadja, dr., Ph.D., dari Fakultas Kedokteran.
Penanda Spesifik Saliva pada Berbagai Kondisi Tubuh Perempuan
Guru Besar Bidang Oral Fisiologi Prof. Sri Tjahjawati menyampaikan paparan keilmuan berjudul Penanda Spesifik Saliva pada Berbagai Kondisi Tubuh Perempuan.
Baca juga: FEB Unpad Raih Akreditasi Internasional ABEST21 dan Good Practice Award di Jepang
Menurutnya, saliva merupakan cairan biologis kompleks yang memegang peranan dalam menjaga homeostasis rongga mulut, sehingga kondisi ini menyebabkan saliva dapat digunakan sebagai biomarker non-invasif, khususnya pada perempuan yang berisiko lebih tinggi terhadap berbagai penyakit karena perubahan hormon yang terjadi secara alami.
“ Volume saliva adalah parameter pertama yang menunjukkan adanya disfungsi. pH saliva pada rongga mulut dan kandungan mineral seperti kalsium dan fosfat dalam saliva juga dapat terganggu dalam berbagai kondisi,” ujarnya.
Dalam hal itu, sambung Prof. Sri, asupan makanan memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan metabolisme tubuh dan kesehatan rongga mulut, khususnya kalsium dan fosfat yang berperan dalam menjaga kesehatan gigi.
“Pemantauan pH, volume, serta kandungan kalsium dan fosfat dalam saliva dapat memberikan wawasan mengenai risiko penyakit gigi dan sistemik. Penting untuk terus mengedukasi masyarakat mengenai kesehatan gigi dan mulut, serta memahami dampak penyakit sistemik pada perempuan, agar lebih terdorong untuk menjaga kesehatan tubuh secara menyeluruh,” imbuhnya.
Masa Depan Kesehatan Gigi
Lebih lanjut, Guru Besar Bidang Pencegahan dan Perawatan Penyakit/Kelainan Jaringan Keras Gigi Prof. Irmaleny, menyampaikan paparan keilmuan berjudul ‘Masa Depan Kesehatan Gigi: Kemajuan dan Inovasi dalam Pencegahan serta Perawatan Jaringan Keras Gigi’.
Ia menjelaskan Minimal Invasive Dentistry (MID) sebagai paradigma baru dalam perawatan jaringan keras gigi menawarkan efisiensi, kenyamanan pasien, dan ketahanan jangka panjang restorasi.
MID, lanjutnya, berfokus pada reservasi jaringan keras gigi yang meliputi pencegahan, deteksi dini karies, serta perawatan konservatif dengan meminimalkan hilangnya jaringan gigi, sehingga dapat mempertahankan sebanyak mungkin struktur jaringan gigi.
“Untuk menyongsong kesehatan gigi yang lebih baik perlu implementasi dalam pendidikan dan praktik klinik, seperti mengintegrasikan konsep MID dalam kurikulum melalui pembelajaran berbasis kasus, pelatihan praktik konservatif, dan evaluasi berbasis bukti dan risiko pasien. Digital dentistry mendukung prinsip MID dan merevolusi berbagai aspek praktik kedokteran gigi mulai dari diagnosis hingga restorasi, sehingga memberikan solusi yang lebih cepat dan akurat kepada pasien,” papar Prof. Irmaleny.
inovasi dalam pencegahan karies, penerapan konsep MID, dan transformasi digital dalam kedokteran gigi, imbuhnya, telah membuka harapan baru dalam meningkatkan kualitas perawatan kesehatan gigi.
Tidak hanya itu, hal tersebut juga meningkatkan efektivitas klinis, mempertahankan jaringan gigi alami, serta memberikan kenyamanan dan efisiensi yang lebih tinggi bagi pasien.
Paradigma Bio-Psiko-Sosial untuk Penguatan Kesehatan Mental
Guru Besar berikutnya Prof. Aulia Iskandarsyah yang menyampaikan paparan keilmuan berjudul ‘Paradigma Bio-Psiko-Sosial untuk Penguatan Kesehatan Mental dan Ketahanan Bangsa Indonesia’.
Guru besar di bidang Psikologi Klinis dan Kesehatan itu menjelaskan bahwa gangguan mental yang dialami telah menggerus kualitas hidup dan kebersamaan sosial.
Sebab itu, gangguan kesehatan mental tidak hanya menjadi masalah individu, tetapi menjadi ancaman produktivitas nasional, stabilitas sosial, serta ketahanan bangsa.
“Masyarakat yang sehat mental lebih cepat pulih dari krisis dan bencana, individu yang sehat mental lebih inovatif dan produktif, kepercayaan publik lebih tinggi kepada masyarakat yang stabil secara psikologis, generasi muda yang kuat mentalnya menjadi pilar masa depan bangsa. Oleh karena itu, untuk menghadapi ini semua tidak bisa bergantung pada satu pihak saja, diperlukan pendekatan sistemik dan lintas sektoral,” jelasnya.
Prof. Aulia menjelaskan salah satu kerangka yang relevan di Indonesia adalah model Bio-Psiko-Sosial dengan melihat kesehatan mental adalah hasil interaksi antara faktor biologis, faktor psikologis, dan faktor sosial.
Namun, ujarnya, implementasinya masih menghadapi tantangan yang serius, diantaranya rasio tenaga profesional yang rendah, stigma sosial yang masih menghambat mencari bantuan, layanan kesehatan yang masih belum terintegrasi dalam layanan primer.
Lebih lanjut, ia menyampaikan, diperlukan langkah konkret untuk mengimplementasikan model tersebut, antara lain adalah pendidikan dan psikoedukasi kesehatan mental sejak dini, integrasi kesehatan jiwa dalam layanan dasar, intervensi berbasis budaya lokal agar relevan dan diterima, serta kebijakan lintas kementerian yang menyatukan aspek pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan pertahanan.
Metabolisme Energi Manusia
Guru Besar bidang Ilmu Metabolisme Energi Prof. Leonardo Lubis menyampaikan paparan kelimuan berjudul ‘Metabolisme Energi Manusia: Integrasi Ilmu Kedokteran Dasar (IKD) dan Intervensi Kesehatan Modern (IKM)’.
Menurutnya, metabolisme energi adalah fondasi dari seluruh fungsi kehidupan, sehingga gangguan dalam keseimbangan metabolisme energi bukan hanya menyebabkan penyakit metabolik seperti obesitas dan diabetes, tetapi juga berdampak signifikan pada penyakit infeksi, kanker, dan gangguan neurodegeneratif.
“Keseimbangan energi dikendalikan oleh empat pilar, yaitu nutrisi, aktivitas fisik, tidur, dan stress yang saling berinteraksi satu sama lain. Gangguan pada salah satunya dapat mempengaruhi hormon dan kualitas metabolisme. Dalam metabolisme energi, otot menjadi organ sentral, sehingga mempertahankan massa otot juga mempertahankan metabolisme basal dan meningkatkan efisiensi penggunaan energi,” jelasnya.
Prof. Leonardo menambahkan ilmu metabolisme energi memiliki potensi besar untuk membentuk masa depan kedokteran. Melalui kolaborasi lintas disiplin, pengembangan teknologi dalam pemantauan metabolik, serta edukasi masyarakat tentang pentingnya keseimbangan energi dalam kehidupan sehari-hari, dapat menciptakan paradigma baru dalam dunia kesehatan yang lebih efektif, efisien, dan berbasis bukti ilmiah.
Mengembalikan Fungsi, Menghidupkan Harapan
Guru Besar bidang Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Prof. Vitriana menyampaikan paparan keilmuan berjudul ‘Mengembalikan Fungsi, Menghidupkan Harapan: Peran Strategis Ilmu Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi dalam Agenda Pembangunan Berkelanjutan’.
Ia menjelaskan layanan rehabilitasi medik hadir sebagai jembatan antara keterbatasan dan keberdayaan. Namun, keterbatasan jumlah dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi tim rehabilitasi yang tidak lengkap di setiap rumah sakit, akses yang tidak merata, dan pemahaman masyarakat yang belum utuh tentang pentingnya rehabilitasi medik menjadi kendala pencapaian tujuan.
Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, sambungnya, menggabungkan ilmu pengetahuan, empati, teknologi, dan keberpihakan sosial. Pendalaman ilmu ini mengingatkan bahwa tugas profesi kesehatan bukan hanya berkewajiban menyelamatkan nyawa, tetapi juga menghidupkan kehidupan, menghidupkan harapan menjadi ikhtiar.
“Besar harapan saya dapat mendorong Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi sebagai salah satu tulang punggung transformasi, menjadi jembatan antara kesembuhan dan harapan, antara keterbatasan dan keberdayaan. Menjadikan rehabilitasi medik bukan sekedar opsi tetapi merupakan hak semua warga negara, suatu investasi bukan beban dalam menggerakkan kehidupan dan membangun masa depan,” ujar Prof. Vitriana.
Pembedahan Bariatrik di Indonesia
Guru Besar bidang Ilmu Bedah Prof. Reno Rudiman menyampaikan paparan keilmuan berjudul ‘Strategi Penanganan Obesitas Melalui Pembedahan Bariatrik di Indonesia’.
Menurutnya, menghadapi obesitas diperlukan inovasi sosial dan ekonomi yang mampu mengubah pola makan, gaya hidup, serta lingkungan yang mendukung kenaikan berat badan.
Banyak pasien, lanjutnya, gagal mempertahankan berat badan ideal dan akan kembali ke berat badan semula setelah menjalani program diet. Ketika terapi konservatif gagal, operasi bariatrik menjadi pilihan.
Prosedur ini tidak hanya membatasi kapasitas lambung, tetapi juga memengaruhi hormon lapar dan kenyang dengan beberapa risiko operasi seperti infeksi, perdarahan, kekurangan nutrisi, dan masalah psikososial. “Operasi telah terbukti menjadi salah satu strategi paling efektif dan aman untuk menangani obesitas jangka panjang. Namun, operasi ini bukan jalan pintas karena suksesnya terapi bariatrik tergantung pada komitmen pasien dan dukungan sistem kesehatan dalam jangka panjang. Dengan pemahaman yang benar, kita dapat menjadikannya bagian dari solusi nasional mengatasi obesitas dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia,” jelas Prof. Reno.
Menghadapi Infeksi Mycobacterium Tuberculosis
Guru Besar dalam bidang Ilmu Imunogenetika Prof. Edhyana Kusumastuti Sahiratmadja menyampaikan paparan keilmuan berjudul ‘Mengulik Kerentanan Tubuh Manusia dalam Menghadapi Infeksi Mycobacterium Tuberculosis’.
Ia menjelaskan mekanisme perlindungan dan respons tubuh manusia terhadap infeksi MTB dikoordinasi melalui sistem imunitas bawaan dan adaptif, yang sangat bergantung pada sistem imun seluler, melibatkan sel makrofag teraktivasi dan sel T serta berbagai sitokin.
Analisis imunogenetika dapat memberikan wawasan mendalam, tidak hanya tentang keragaman sel imun manusia tetapi juga tentang respons imun terhadap kuman dan vaksin, yang didasari dengan latar belakang genetika manusia.
“Masih begitu banyak teka-teki yang belum terungkap terkait pertahanan tubuh kita terhadap paparan kuman MTB. Oleh sebab itu, interes kami untuk 1 dekade kedepan, kami akan mengulik pasien autoimun lupus yang terinfeksi MTB,” tutup Prof. Edhyana. (SG-1)