Kuliner

Halodo The Slow Bar: Sensasi Mocktail Tradisional yang Kekinian di Pasar Kosambi

Halodo membuktikan bahwa di tengah pasar kreatif yang dinamis, tradisi dan modernitas bisa berpadu sempurna, menciptakan sebuah pengalaman baru yang memikat selera

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
19 Desember 2024
Di The Hallway Space di Pasar Kosambi, Bandung, Halodo The Slow Bar hadir sebagai oase segar yang menawarkan pengalaman berbeda lewat racikan mocktail unik. (SG)

DI tengah hiruk-pikuk kreatif The Hallway Space di Pasar Kosambi, Bandung, Halodo The Slow Bar hadir sebagai oase segar yang menawarkan pengalaman berbeda lewat racikan mocktail unik. 

 

Memadukan bahan rempah tradisional dengan sentuhan modern, Halodo sukses mencuri perhatian para pengunjung yang mencari sensasi rasa baru.

 

Didirikan oleh Ridho Areza, Halodo bukan sekadar bisnis F&B biasa. Bagi sang pendiri, Halodo adalah wujud eksplorasi tradisi dan kreativitas yang terinspirasi dari lingkungan pasar. 

 

Baca juga: DAK Rooftop Pool Bar Hadirkan Pengalaman Malam Berkelas di Kota Bandung

 

Dok.SG

 

Dengan modal awal Rp 200 juta, Ridho awalnya berencana membuka slow bar manual kopi, tetapi akhirnya beralih fokus ke mocktail setelah melihat tren dan kebutuhan pasar.

 

Nama Unik, Filosofi Mendalam
 

Halodo, yang berarti "musim kemarau" dalam bahasa Sunda, dipilih karena kesederhanaan dan daya tariknya yang ramah.

 

“Kita sengaja cari nama yang simpel dan gampang diingat. Halodo juga bisa diartikan seperti ‘halo dong’, jadi terasa akrab dan familiar,” ujar Ridho kepada sokoguru.id, baru-baru ini.

 

Baca juga: Batagor Priangan: Ikon Kuliner Bandung yang Mendunia

 

Dok.SG

 

Tradisi Pasar dalam Gelas
 

Keunikan Halodo terletak pada penggunaan bahan-bahan lokal dari Pasar Kosambi. 

 

Ridho juga ingin membuktikan bahwa bahan sederhana seperti rempah dan buah lokal bisa diolah menjadi minuman berkelas.

 

Salah satu menu andalannya, Honje Twist, menggunakan kecombrang sebagai bahan utama. “

 

Kecombrang itu bahan tradisional, tapi kalau diolah jadi mocktail, hasilnya bisa jadi sesuatu yang menarik,” jelasnya.

 

Tidak hanya memanfaatkan bahan pasar, Halodo juga berkontribusi langsung kepada pedagang lokal. 

 

Ridho membeli bahan-bahan langsung di Pasar Kosambi sebagai bentuk dukungan untuk ekonomi setempat.

 

Tantangan dan Inovasi
 

Namun, menjalankan bisnis di pasar kreatif bukan tanpa tantangan. Pasca-Lebaran, Ridho menghadapi fluktuasi pasar yang signifikan. 

 

Jika sebelumnya ia mampu menjual hingga 100 gelas per hari, kini pada hari kerja penjualan hanya berkisar 20-30 gelas, dengan akhir pekan menjadi tumpuan utama.

 

Baca juga: Roti Kembang, Oleh-Oleh Khas Bandung yang Siap Memanjakan Lidah

 

“Kondisinya naik turun, tapi kami tetap optimistis. Untuk tetap relevan, inovasi adalah kuncinya,” kata Ridho.

 

Selain terus mengembangkan menu di kedainya, Halodo juga membantu pengembangan produk untuk kafe lain. 

 

Hingga kini, Halodo telah berkolaborasi dengan empat brand dalam menciptakan menu mocktail yang menarik.

 

Acara aktivasi juga menjadi penyokong besar bagi Halodo. Salah satu momen berkesan adalah saat bekerja sama dengan Adira, di mana penjualan mereka melonjak signifikan. 

 

“Pesanan korporat juga membantu. Biasanya kami dapat order ratusan gelas dengan menu yang bisa disesuaikan,” tambahnya.

 

Cita Rasa Tradisional dengan Sentuhan Modern
 

Dengan harga mulai Rp 20.000, omzet Halodo bisa mencapai Rp 2-3 juta per hari pada puncaknya. 

 

Ridho berharap Halodo terus bertahan dengan prinsip mengolah bahan lokal menjadi sesuatu yang segar dan menarik.

 

“Bahan tradisional itu punya banyak potensi. Kalau kita mau eksplorasi lebih jauh, pasti bisa jadi sesuatu yang bernilai tinggi,” tutup Ridho penuh optimisme.

 

Halodo membuktikan bahwa di tengah pasar kreatif yang dinamis, tradisi dan modernitas bisa berpadu sempurna, menciptakan sebuah pengalaman baru yang memikat selera. (Fajar Ramadan/SG-2)