Pasar Tanah Abang terkenal sebagai pasar penyedia produk pakaian lokal di Indonesia. Namun kejayaan pasar ini tengah lesu akibat berubahnya perilaku belanja. Termasuk banyaknya produk yang dijual dalam platform online dengan harga yang jauh lebih murah ketimbang di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Murahnya harga jual barang dari modal disebut dengan istilah predatory pricing. Kondisi ini pun mendapat perhatian dari pemerintah untuk segera melindungi para pedagang di Tanah Abang dan juga pelaku produsen UMKM lokal.
Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki mengakui harga yang dijual di platform online itu tidak masuk akal dan membuat produk dalam negeri jatuh. Kondisi ini membuat Pasar Tanah Abang kehilangan banyak pembeli.
Teten Masduki mengatakan ini sebagai bentuk ancaman yang perlu segera diselesaikan agar tidak merugikan produk UMKM Indonesia. Kondisi ini juga diakibatkan oleh tidak adanya peraturan khusus soal ekonomi digital.
"Memang pengaturan ekonomi digital kita ini masih lemah, di e-commerce kita 56 persen masih dikuasai oleh asing. Jadi domestik hanya 44 persen. Tapi ini kalau tidak segera kita mengaturnya, ini ancaman. Hari ini sektor riil sudah teriak, Tanah Abang juga teriak, para produsen, umkm sudah enggak bisa bersaing produknya," kata Teten.
Untuk mengatasi persoalan ini Teten Masduki akan membentuk satuan tugas khusus untuk mengatasi persoalan transformasi digital ini. Seperti yang dilakukan oleh Tiongkok untuk melindungi produk dalam negerinya. Sehingga produk dalam negeri tetap punya pasar yang terlindungi.
"Jangan misalnya kemudian karena online, Pasar Tanah Abang mati. Karena online, produk asing masuk, produk lokal terbunuh. Itukan (dampak) kita tidak mengatur dengan benar," ujarnya.
Teten mencontoh Tiongkok yang tegas untuk memisahkan antara izin media sosial dengan izin platform jualan. Sehingga keberadaan platform digital ini tidak memonopoli penjualan. Solusi Teten aka nada enam pilar utama untuk melahirkan aturan Tranformasi Digital ini di antaranya persoalan e-commerce, sektor keuangan, media, logistic, mobilisasi, talent digital dan infrastruktur.
Isu predatory pricing ini menjadi bola panas bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Pedagang lokal di Pasar Tanah Abang sudah menyatakan jauh-jauh hari kehilangan pembeli. Untuk bersaing di platform Live Shopping pun tidak mudah karena mereka harus memasang iklan dan bersaing dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan produk lain.
Para pedagang pakaian juga tidak bisa mengikuti pola seperti yang dilakukan oleh penjual lain di TikTok. Mata rantai pakaian di Tanah Abang juga punya jalur reseller sehingga bisa turut membunuh kemitraan mereka.
Perkembangan digital memang perlu diatur agar tidak memangsa pelaku UMKM lokal di Indonesia. Negara perlu hadir untuk melindungi dan mengatur perkembangan digital saat ini yang begitu massif dan raksasa semacam TikTok.