Oleh: Dr. Dudi Imanuddin Effendi, M.Ag
Wakil Dekan I Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Bandung
PERAN dosen dalam pembinaan karakter mahasiswa merupakan amanat penting dalam regulasi pendidikan tinggi, termasuk UU No. 12 Tahun 2012 dan Permendikbud No. 3 Tahun 2020 tentang SN-Dikti.
Dosen tidak hanya bertugas mentransfer ilmu, tetapi juga menjadi teladan yang dapat menunjukkan integritas, disiplin, dan etika akademik.
Bahkan sebagai motivator yang menumbuhkan rasa ingin tahu dan kreativitas serta pembimbing moral yang mengintegrasikan nilai agama, sosial, dan kebangsaan dalam proses belajar.
Keempat fungsi tersebut diperkuat dengan peran sebagai fasilitator lingkungan kampus yang sehat dan pembimbing akademik yang membantu mahasiswa memahami potensi, minat, dan karakter diri.
Melalui peran-peran strategis tersebut, dosen membentuk lulusan yang tidak hanya unggul secara intelektual tetapi juga matang secara moral, sosial, dan spiritual.
Mahasiswa diarahkan untuk memiliki kemampuan berpikir kritis, etika dalam berinteraksi, kemampuan menyelesaikan masalah, serta komitmen kebangsaan.
Hal ini sesuai dengan tujuan nasional pendidikan tinggi, yakni melahirkan generasi beradab, mandiri, memiliki akses luas dan bermanfaat bagi masyarakat.
Hak ini dapat terwujud melalui keteladanan dan pembinaan karakter yang konsisten dari para dosen.
Namun dalam praktiknya, sering muncul fenomena yang janggal terkait hubungan dosen dengan mahasiswa yang tergabung dalam organisasi ekstra kampus.
Padahal organisasi mahasiswa ekstra kampus merupakan bagian dari ekosistem pembinaan karakter yang seharusnya juga menjadi wilayah binaan dosen.
Aneh ketika terdapat dosen yang beralasan ingin “netral”, “tidak berpihak”, atau “tidak berpolitik” hingga menjauhkan diri dari pembinaan mahasiswa hanya karena latar belakang organisasi ekstra.
Sementara pada saat yang sama ingin diakui sebagai bagian dari eksponen atau alumni organisasi tersebut.
Lebih aneh lagi ketika dalam momentum peralihan struktur kampus, tipe dosen yang suka mengunakan menggunakan alasan netralitas untuk menghindar dari tanggung jawab moral membina mahasiswa, pada momentum tertentu paling terdeoan ingin mendapatkan legitimasi sosial dari organisasi yang justru telah diabaikan atau takut mendampingi dengan alasan netral atau tidak ingin berpihak secara politis.
Kadang aneh pola pikirnya, emang organisasi mahasiswa ekstra kampus itu, partai politik.
Eh lebih aneh lagi, saat mendekati momentum tertentu ingin diakui sebagai bagian dari alumni organisasi mahsiswa ekstra kampus tersebut.
Ini, mungkin yang disebut organisasi hanya dijadikan sebagai alat kepentingan meraih jabatan saja.
#Manusia Hening#Pembinaan kepada mahasiswa itu, mesti utuh intra dan ekstra kampus#emang organisasi mahasiswa ekstra kampus itu partai politik#peran dosen yang seharusnya dan bahkan dilindungi undang-undang, yang membuat tidak pernah khawatir untuk bergandengan, mensupport dan bahkan bercengkrama dengan organisasi mahasiswa ekstra kampus# (*)