Inspirasi

Cemara Paper Menjembatani Mimpi dan Kemandirian Penyandang Disabilitas

Selain memproduksi kertas daur ulang, Cemara Paper juga menjadi tempat bagi murid-murid disabilitas belajar keterampilan baru. Mereka diajarkan cara membuat kertas, merangkai hiasan bunga, hingga mengikuti pameran.
 

Dok. Sokoguru/ Andhika Prana

DENGAN ditopang tongkat berkaki empat, Asti Gustiasih, 68, berdiri sambil berkomunikasi dengan muridnya menggunakan bahasa isyarat. Dengan sabar  ia berbicara ke empat muridnya yakni Fatih, Andre, Andra, dan Zain. 

 

Seperti Asti, para murid itu juga penyandang disabilitas. Namun, di Cemara Paper, tempat usaha kertas daur ulang yang terletak di Sekolah Luar Biasa (SLB) Cicendo, Kota Bandung, keterbatasan fisik tak pernah menjadi penghalang untuk bermimpi dan berkarya.

 

Asti tersenyum saat mengingat awal mula berdirinya Cemara Paper. Usaha itu tidak hanya sekadar tempat mencari nafkah, tetapi juga simbol harapan bagi para penyandang disabilitas agar bisa hidup mandiri dan setara dengan orang lain.

 

Baca juga: Inspirasi dari Cipanjalu: Kisah Plastavfall Kelola Sampah hingga Berdayakan Masyarakat

 

"Kami berpikir, setelah lulus sekolah, anak-anak disabilitas ini mau ke mana? Hanya ada 2% kesempatan untuk mereka diterima bekerja di swasta atau pemerintahan. Itulah kenapa kami menciptakan peluang usaha ini," katanya i kepada Sokoguru, baru-baru ini.

 

Cemara Paper didirikan pada tahun 2018, berawal dari sebuah program pelatihan yang diadakan Bio Farma. Kala itu, Asti bersama 10 penyandang disabilitas lainnya mengikuti pelatihan pembuatan kertas daur ulang di Jalan Cemara, yang kemudian menjadi nama usaha tersebut. 

 

Pelatihan itu menjadi awal perjalanan yang kemudian membawa mereka ke berbagai pameran, hingga produk mereka dikenal lebih luas.

 

Baca juga: Mondragon Corporation: Kisah Sukses Koperasi Internasional yang Menginspirasi

 

"Kami dilatih untuk membuat kertas daur ulang. Ada 11 orang penyandang disabilitas dari berbagai latar belakang. Ada tunanetra, tuna daksa, hingga low vision. Kami semua berusaha semampu kami, dan dari sinilah Cemara Paper lahir," kenangnya seraya tersenyum tipis.

 

Namun, perjalanan awal tidaklah mudah. Pandemi covid-19 pada 2020 menghantam keras usahanya. Banyak dari anggota yang harus meninggalkan usaha tersebut karena alasan finansial. Para penyandang disabilitas yang terlibat, terutama yang sudah berkeluarga, terpaksa mencari pekerjaan lain yang lebih stabil.

 

“Saya sedih juga ngeliat alat-alat produksi untuk membuat kertas daur ulang tidak terpakai setelah teman-teman saya memilih mundur. Yaudah akhirnya saya maju aja melanjutkan usaha ini,” imbuh Asti.

 

Baca juga: Pulas Katumbiri Berbagi Ruang dengan Difabel untuk Berkarya

 

Benar saja, pada 2022, usaha itu kembali bangkit  bekerja sama dengan SLB Cicendo yang menjadi markas hingga kini.  Bio Farma punya andil besar dalam menjaga usaha tersebut agar tetap berjalan. Produsen vaksin milik negara itu tidak hanya menyuplai bahan baku, tetapi juga peralatan yang mereka butuhkan.

 

Setelah pandemi, Cemara Paper bangkit dan perlahan mendapatkan pesanan kembali. Mereka aktif berpartisipasi dalam pameran-pameran di Gedung Sate, hingga pasar UMKM di Purwakarta. Melalui pameran-pameran itu, produk mereka semakin dikenal, dan mulai dibanjiri pesanan.

 

"Kami mulai membuat produk seperti blok note, kipas, dan buku-buku besar. Perlahan, pesanan mulai masuk setelah pameran di Inacraft dan Gedung Sate," jelasnya lagi. 

 

Walhasil pesanan pun datang dari berbagai korporasi besar, bahkan dalam pameran yang berskala internasional ada warga negara asing yang membeli produknya. Mereka juga sempat menerima penawaran ekspor sebanyak hang tag 4000 pcs/perbulan dari buyer asal India.

 

Akses modal

Meski mampu bangkit dari keterpurukan akibat pandemi covid-19, bukan berarti Cemara Paper tanpa hambatan. Menurut Asti tantangannya saat ini adalah  masalah permodalan. Selain itu juga, produk-produk yang dihasilkan oleh usaha itu tidak bisa diproduksi secara massal. Setiap produk memiliki keunikan tersendiri, terutama produk buku dengan hiasan bunga-bunga kering. Hal itu menyulitkan mereka untuk memenuhi permintaan besar yang menginginkan desain yang sama.

 

"Produk kami tidak bisa diproduksi secara massal karena setiap karya, terutama yang menggunakan bunga, berbeda-beda. Tidak ada dua buku yang sama. Inilah tantangan kami ketika harus memenuhi permintaan online," jelas Asti.

 

Lebih lanjut, Asti mengatakan, Cemara Paper  bukan hanya soal bisnis dan produksi kertas. Usaha yang dijalankannya itu  juga merupakan upaya untuk mengubah pandangan masyarakat tentang penyandang disabilitas. 

 

Di tengah stigma dan pandangan miring yang masih melekat, Asti ingin membuktikan bahwa para penyandang disabilitas juga mampu hidup mandiri dan berkontribusi bagi masyarakat.

 

"Mindset masyarakat masih banyak yang salah. Anak-anak disabilitas sering kali dianggap tidak mampu. Padahal, mereka punya hak dan kemampuan yang sama dengan orang lain. Kami ingin membuktikan bahwa mereka bisa berkarya dan hidup setara," tegas Asti.

Belajar keterampilan

Selain memproduksi kertas daur ulang, Cemara Paper juga menjadi tempat bagi murid-murid disabilitas untuk belajar keterampilan baru. Asti mengajarkan mereka cara membuat kertas, merangkai bunga sebagai hiasan, hingga mengikuti pameran. Semua ini dilakukan agar mereka dapat lebih percaya diri dan melihat masa depan yang lebih cerah.

 

"Di sini, kami tidak hanya bekerja, tapi juga belajar. Kami ingin anak-anak ini mandiri. Setelah lulus sekolah, kami berharap mereka bisa menghidupi diri mereka sendiri dengan keterampilan yang mereka pelajari di sini," tambah Asti.

 

Meskipun Cemara Paper sudah mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, baik pejabat sekelas menteri sekalipun, Asti merasa dukungan itu sebatas kata-kata belaka. 

 

Asti tak membutuhkan hal itu, dukungan nyata yang dapat membantu usaha seperti Cemara Paper untuk menciptakan lapangan kerja bagi disabilitas yang ia butuhkan.

"Prinsip kami bukan lagi meminta bantuan. Kami ingin membuktikan bahwa disabilitas juga bisa memberi, bukan hanya menerima. Kalau ingin membantu, cukup beli produk kami. Itu sudah sangat berarti bagi kami," ucap Asti.

Prinsip itu memang nyata dikerjakan, Cemara Paper menjadi primadona untuk pelatihan kepada pesantren maupun anak sekolahan, instrukturnya adalah disabilitas. Sering kali mereka pun memberi pelatihan dengan cuma-cuma hanya untuk mengubah persepsi bahwa disabilitas punya tempat yang sama.

 

Sampah kertas daur ulang bagi Cemara Paper adalah simbol kekuatan dan ketangguhan para penyandang disabilitas. Di setiap lembar kertas yang dihasilkan, ada kisah perjuangan, mimpi, dan harapan untuk masa depan yang lebih baik.

 

"Bagi kami, ini bukan hanya tentang uang, ini tentang menunjukkan bahwa kami bisa. Disabilitas bukan penghalang untuk bermimpi dan berkarya," tutup Asti dengan senyum penuh harapan. (Fajar Ramadan/SG-1)