Awalnya, Cibaduyut masih berupa lahan-lahan sawah yang luas, masyarakatnya
bertani. Namun beberapa pengrajin yang awalnya bekerja sebagai pekerja
di toko-toko sepatu milik orang Tionghoa memilih berdikari dan membawa
keterampilan itu untuk membangun usaha sendiri. Keterampilan itu
disebarkan mulai dari tetangga sekitar rumah, sampai satu wilayah Cibaduyut
menjadi tertarik untuk membuat sepatu.
Kebutuhan kantor yang meningkat, harga yang terjangkau dan kualitas yang
wahid membuat kepengrajinan sepatu Cibaduyut termahsyur. Dengan citra
itulah Sepatu Cibaduyut mulai dikenal, dan kepengrajinan sepatu bagi orang
Cibaduyut mulai dipandang menjadi usaha yang tinggi dan pendapatannya
lebih menjanjikan dari pada bertani.
Kepengrajinan Cibaduyut dipupuk dari masa ke masa, mengiringi revolusi
kemerdekaan, sampai ke berbagai transisi pemerintahan. Kepengrajinan
sepatu itu melejit dan tersohor karena kualitasnya. Di simpang sejarah,
Cibaduyut pula mengalami berbagai problem baik yang terduga, maupun yang
tidak.
Dengan kepengrajinan dan gerak sejarah yang terjadi di sana, Cibaduyut berkembang jadi sentra sepatu terbesar di dunia, dan wisata yang sulit dilupakan orang.