KASUS demam berdarah dengue (DBD) di wilayah Provinsi Jawa Barat (Jabar) menunjukkan tren kenaikan.
Kenaikan kasus DBD juga dialami Kota Bandung, Pada tiga bulan pertama di tahun 2024 ini, terdapat 1.741 kasus DBD hingga menyebabkan 8 orang meninggal dunia.
"Jadi kalau dibandingkan tahun 2023, angka kejadian kasus DBD di Kota Bandung untuk tahun 2024 meningkat," kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung Ira Dewi Jani, Senin (18/3).
Baca juga: Ternyata Merokok Beri Dampak Buruk pada Kesehatan Lingkungan
Pada tahun 2023 selama satu tahun itu kita ada kasus 1.856, namun sampai dengan minggu kedua bulan Maret 2024 ini sudah mencapai 1.741 kasus DBD.
"Jadi memang ada peningkatan dibandingkan dengan tahun 2023 kemarin," ujar Ira.
Ira mengatakan bahwa salah satu penyebab kasus DBD meningkat akibat usai musim El-Nino yang menyebabkan kemarau panjang, kemudian terjadi musim hujan dengan intensitas tinggi.
Baca juga: Lima Kondisi Kesehatan Yang Wajib Diwaspadai Setelah Lebaran
Oleh karena itu, Ira mengimbau masyarakat Kota Bandung perlu tetap rutin menguras tempat air minimal seminggu sekali.
Ia menyebut, salah satu penyebab kasus DBD meningkat akibat usai musim El-Nino yang menyebabkan kemarau panjang, kemudian terjadi musim hujan dengan intensitas tinggi.
Masyarakat Kota Bandung perlu tetap rutin menguras tempat air minimal seminggu sekali.
Atasi DBD dengan Wolbachia
Dalam upaya mengatasi kasus DBD, berbagai upaya dilakukan. Selain dengan menerapkan program 3M (Menguras, Menutup dan Mengubur), juga menggunakan teknologi Wolbachia.
Selama ini, penggunaan teknologi Wolbachia yang berkembang di masyarakat terjadi pro dan kontra.
Namun peneliti utama World Mosquito Program (WMP), Adi Utarini, menyatakan, teknologi Wolbachia terbukti aman untuk manusia, hewan dan lingkungan. Sehingga bisa menjadi salah satu upaya mencegah DBD.
Baca juga: Hal Yang Bisa Dilakukan Setelah Ramadhan Demi Kesehatan Tubuh
"Ini sudah terbukti aman, masyarakat Yogyakarta adalah contohnya Kami sudah 10 tahun hidup berdampingan dan alhamdulillah sampai saat ini kasus dbd menurun," katanya saat pertemuan Implementasi Teknologi Wolbachia di Ruang Tengah, Balai Kota Bandung, Senin (18/3).
Adi Utarini mengungkapkan, penelitian nyamuk Aedes aegypti ber-Wolbachia sudah mendapatkan pengakuan dan dukungan dari WHO serta Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI).
"Mudah-mudahan kita bisa berfokus pada pencegahan risiko," harap Adi Utarini yang dilansir situs Pemkot Bandung.
Diketahui pada Oktober 2023, tercatat di Kelurahan Pasanggrahan, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung ada 28 warga yang terkena DBD.
Kecamatan Ujungberung memang menjadi salah satu daerah yang masuk 10 besar kasus DBD tertinggi. Maka dari itu, wilayah ini menjadi titik penyebaran Wolbachia pertama di Kota Bandung.
Sedangkan Dirjen P2P, Maxi Rein Rondonuwu menyampaikan, sebelum Bandung, Kota Yogyakarta menjadi kota pertama di Indonesia yang mengimplementasikan teknologi nyamuk ber-Wolbachia dalam pengendalian DBD.
"Sejak program ini dimulai pada tahun 2016, angka kasus DBD di Kota Yogyakarta berangsur menurun hingga 77% dan angka rawat inapnya pun menurun hingga 86 persen," jelasnya.
Selain Indonesia, teknologi Wolbachia ini sudah digunakan oleh 24 negara lainnya.
"Oleh karena dasar itu, Pak Menkes pada tahun 2022 mengeluarkan keputusan menteri melakukan implementasi di 5 kota salah satunya adalah Bandung," jelas Maxi.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jabar, dr. Raden Vini Adiani Dewi mengakui, teknologi Wolbachia merupakan sebuah pengalaman luar biasa di Jabar.
"Alhamdulillah berkat komitmen pemerintah Implementasi teknologi Wolbachia bisa kami teruskan sampai sekarang," tutur dr.Raden.
Penjabat (Pj) Wali Kota Bandung, Bambang Tirtoyuliono sangat berharap teknologi Wolbachia bisa berhasil di Kota Bandung.
"Saya mengharapkan keberhasilan teknologi Wolbachia yang sebanyak-banyaknya," ucap Bambang. (SG-2)