BADAN Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menilai gempa Bawean merupakan peristiwa tak biasa.
Hal tersebut disampaikan Pejabat BMKG Pusat Daryono saat konferensi pers tentang perkembangan informasi gempa bumi Magnitudo 6.0 dan 6.5 di laut Jawa, Provinsi Jawa Timur, Jumat (22/03) malam pukul 20.00 WIB.
Dalam siaran daring tersebut, Daryono mengungkapkan jika gempa bumi Bawean yang sebelumnya disebut gempa bumi Tuban, yang terjadi Jumat (22/3) siang sekitar pukul 11.22 WIB dengan kekuatan magnitudo 6.0 skala richter.
Baca juga: Pasca-Gempa di Tuban, dalam 2 Jam, BMKG Catat Terjadi 17 Kali Gempa Susulan
Lokasi di laut 37 km arah barat pulau Bawean, 126 km arah timur laut Tuban, Jawa Timur, dengan kedalaman 10 km.
Gempa kedua terjadi pukul 15.52 WIB dengan kekuatan magnitudo 6.5 berlokasi di laut 35 km arah barat pulau Bawean, 114 km arah timur laut Tuban, Jawa Timur, diikuti rangkaian gempa kecil dengan magnitude fluktuatif, merupakan jenis gempa bumi tektonik dangkal yang tak biasa.
Hal ini bukan tanpa alasan, sebab termasuk luar biasa karena terjadi di kawasan yang memiliki tingkat kegempaan rendah.
Jika dilihat dari konsep kegempaan, jalur sesar belum terpetakan oleh para ahli.
Namun, jika melihat dari sejarahnya, gempa di jalur sesar tersebut pernah terjadi tahun 1890 di Pati, Jawa Timur, dengan kekuatan magnitudo 6.8.
Kemudian, gempa di bagian selatan kawasan tersebut dengan kekuatan sama.
Baca juga: Gempa Guncang Tuban dan Terasa Hingga Surabaya, Masyarakat Diimbau Waspada
“BMKG menilai gempa tersebut memiliki karakteristik sama, dengan melihat sejarahnya, magnitudo 6.5 sore tadi sudah kekuatan maksimal,” terang Daryono sebagaimana dikutip situ Pemkab Tuban, Sabtu (23/3).
Namun, ia kembali menegaskan, hal tersebut masih belum bisa dipastikan 100%, sebab para ahli belum mengukur dimensi sesar untuk menguatkan hal tersebut.
“Saya menilai dari faktor kondisi tektonik terkini, sejarah, tingkat aktivitas gempa. Tapi memang, sesarnya belum dinilai secara kredibel,” ujarnya.
Ia menyebut, secara keilmuan seismologi di seluruh dunia, belum bisa memprediksi kapan dan di mana gempa terjadi.
“Namun, penilaian dilakukan dengan melihat sejarah kegempaan,” jelasnya.
Daryono mengatakan, gempa bawean termasuk dalam gempa jenis kerak dangkal akibat aktivitas sesar aktif dasar laut Jawa, yang memiliki mekanisme pergerakan geser atau mendatar.
Untuk itu, tidak berpotensi terjadi tsunami sehingga masyarakat tidak perlu khawatir tentang aktivitas kelautan.
Ia pun menjelaskan perbedaan gempa yang terjadi antara pukul 11.22 WIB kekuatan magnitudo 6.0 dengan pukul 15.52 WIB magnitude 6.5 skala richter belum bisa dipastikan apakah ini gempa baru atau gempa susulan.
Baca juga: Gempa Cianjur, UMKM Kreatif Turut Kena Imbas
Namun, hasil analisis dari BMKG bahwa dua gempa besar masih dalam satu rangkaian dan memiliki lokasi dan kedalaman yang berbeda.
“Kalau dalam konteks aktivitas kegempaan ini cukup dekat, sehingga gempa pertama dan kedua satu rangkaian yang memiliki karakteristik sama,” tutur Daryono.
Daryono juga mengatakan, gempa susulan masih akan terjadi dengan skala lebih kecil, jika bagian sesar belum seluruhnya melepaskan energi.
Sehingga jika batuan di lokasi sesar tersebut, menurut Daryono, belum mencapai keseimbangan, maka akan memunculkan trigger yang memicu adanya pergeseran.
Hal ini juga tergantung pada jenis batuan yang ada di lokasi sesar, apakah termasuk elastis atau rapuh. Sebab, menurut Daryono, jenis batuan sangat menentukan tipe gempa yang terjadi.
Lebih lanjut ia meyakinkan, gempa ini masih dipengaruhi oleh batuan di permukaan yang lebih heterogen. Terbukti mampu menghasilkan gempa susulan.
“Jenis gempa dangkal, hanya saja lokasinya di laut. Kalau gempa kerak samudra karakteristik homogen atau minim menghasilkan gempa susulan.” katanya.
Menurut Daryono, gempa bumi yang terjadi di sebelah barat Bawean telah memiliki struktur sesar.
Di kalangan ahli, struktur ini masuk pada jalur pegunungan meratus yang menyambung sampai ke Kalimantan Selatan.
“Ini juga masuk pola zona dari sesar Lasem. Namun BMKG masih mengkaji hal tersebut,” sebut Daryono.
Hingga saat ini, BMKG belum bisa menyimpulkan apakah rangkaian gempa yang terjadi termasuk dalam gempa utama, pembuka, dan gempa susulan, sebab harus menunggu lebih dari 24 jam.
Saat ini, BMKG tengah melakukan survei di daerah terdampak, seperti Pulau Bawean, untuk dilakukan survei makro seismik atau mengumpulkan data dengan skala intensitas.
Ini diperlukan untuk penilaian risiko zona berpotensi gempa susulan, yang bisa dijadikan rujukan pemerintah daerah untuk melaksanakan dan merancang desain pembangunan.
Kegiatan ini juga berguna untuk pemetaan ancaman gempa bumi, deteksi after shock.
“Untuk wilayah Pantura dengan survei microseismic untuk menentukan karakteristik tanah di sana,” terangnya.
Hingga Sabtu pagi (23/3) pukul 07.49 WIB masih terjadi gempa susulan dengan kekuatan magnitudo 4.1 lokasi di laut 155 km arah timur laut Tuban Jawa Timur. BMKG mencatat ada 149 gempa susulan.
“Paling besar magnitudo 6.5 dan paling kecil 2.7,” tutup Daryono. (SG-2)