Humaniora

Politik dan Taktik Sepakbola Indonesia di Era Soekarno

Hubungan Soekarno dengan sepak bola pun tak terhenti, berkat dorongannya Indonesia pernah menjajal pertandingan persahabatan dengan negara-negara Eropa Timur yang notabene merupakan teman politiknya.
 

By Rosmery C Sihombing  | Sokoguru.Id
30 April 2024
Dok. Sokoguru/Fajar Ramadan

KEJAYAAN sepak bola tanah air sepertinya mulai kembali setelah Timnas U-23 berhasil menumbangkan Korea Selatan pada putaran perempat final Asian Football Championship U-23 2024. Masyarakat gempar, di tiap-tiap sudut negeri mengibar-ngibarkan jiwanya untuk sepak bola Indonesia.

 

Namun, kejayaan itu bukanlah yang pertama. Pada masa Presiden Soekarno sepak bola pertama kalinya menjadi masalah penting yang mesti diselesaikan oleh negara. Tak hanya dipandang sekadar pertandingan bola bundar belaka, akan tetapi menjadi alat perlawanan yang mencengangkan dunia. 

 

Demikian disampaikan Penulis Buku Politik Nasionalisme Sepak Bola Indonesia Era Soekarno 1950 - 1965, Rojil Nugroho Bayu Aji dalam webinar bertajuk Jejak Langkah Sepak Bola Indonesia Mulai Era Soekarno Hingga Tantangannya Sekarang yang dihelat oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) secara daring, Senin (29/4)

 

Baca juga: Membangkitkan Ekonomi Melalui Industri Olahraga

 

Webinar yang dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai kalangan itu menghadirkan pula narasumber dari Jurnalis Detiksport, Muhammad Robbani. Dipandu oleh Arsiparis Ahli Madya ANRI, Widhi Setyo Putro, pembahasan dalam diskusi tak hanya berbicara sejarah melainkan tantangan sepak bola kiwari.

 

“Pada 1947 olahraga menjadi urusan negara sebagai representasi negara. Sebab, olahraga memiliki potensi untuk mengenalkan Indonesia yang baru merdeka,” ujar Bayu mengutip pernyataan Menpora Wikana.. Keberhasilannya akan mengangkat citra Indonesia di dunia Internasional. 

 

Seiring berjalannya waktu, sepak bola Indonesia beberapa kali terlibat dalam helatan Olimpiade. Akan tetapi, pernyataan International Olimpyc Commite (IOC) yang mengatakan Sports are sport, do not mix with politics dipertanyakan ketika Cina, Vietnam, Korea Utara ditolak bergabung olimpiade karena negara komunis.

 

Sikap Soekarno menohok, ia menyatakan “Sports has something to do with politics!, Indonesia proposes now to mix with sports with politics” 

 

Sikap berbuah tindakan. Pada 1963 melalui GANEFO menggebrak dunia dengan menggelar pesta olahraga terbesar. Pada tahun yang sama juga, Gelora Bung Karno selesai dibangun dan menjadi stadion sepak bola termewah saat itu. Ajang tersebut, bukan kompetisi belaka, melainkan alat perlawanan terhadap imperialisme yang akut.

 

Begitulah awal kisah politik dan sepak bola berkelit kelindan tak dapat dipisahkan. Politik yang tak kalah penting dalam sepak bola, yakni politik nasionalisme.

 

“Prinsip nasionalisme memiliki wujud prestasi yang diperlukan untuk menjadi sumber inspirasi dan kebanggaan bagi warga negara. Dalam komunikasi politik, konsep nasionalisme diterjemahkan melalui simbol-simbol sehingga imaji yang lebih konkret mudah dipopulerkan ke masyarakat,” imbuhnya mengutip Sartono Kartodirdjo.

 

Nasionalisme atlet sepak bola

 

Gonjang-ganjing terkait banyaknya pemain naturalisasi dalam formasi timnas saat ini menimbulkan pro-kontra dari berbagai kalangan. Meskipun demikian, wacana naturalisasi sendiri pun pernah tercatat dalam sejarah sepak bola Indonesia. 

 

Tujuannya, untuk mengakomodir para pemain potensial yang memiliki pertalian darah dengan Indonesia. Salah satunya atlet sepak bola era 1950-1960 keturunan Tionghoa, L.H. Tanoto (Tan Liong Houw) yang menunjukkan nasionalisme yang luar biasa saat itu.

 

“Jangan tanyakan loyalitas dan dedikasi perjuangan olahragawan. Kami berjuang demi bangsa dan negara. Untuk itu kami siap berkorban apa saja dan bahkan siap mati di lapangan. Kami adalah putra-putra bangsa Indonesia” imbuh Bayu mengutip Tanoto.

 

Ia manambahkan sepak bola sama halnya dengan perjuangan. Kasus lain, Sepak bola Indonesia sempat menahan imbang Rusia yang akhirnya menjadi pembicaraan global dengan terbitnya artikel bertajuk ‘Miracle’ defence holds Russia to Scoreless Draw. 

 

Menurut Bayu, hubungan Soekarno dengan sepak bola pun tak terhenti, berkat dorongannya Indonesia pernah menjajal pertandingan persahabatan dengan negara-negara eropa timur yang notabene merupakan teman politiknya. Kedekatan ideologi menjadi penunjang pertandingan sepak bola tersebut. 

 

Sejarah mencatat, terdapat 11 negara yang disambangi Indonesia untuk menggelar pertandingan ini. 

 

“Menggelar Indonesia di dunia internasional melalui sepak bola. Meski 10 kali kalah dari 11 pertandingan, namun jumlah penonton di Leningrad mencapai 100.000 dan foto raksasa Sukarno digelar di stadion. Sedangkan di Yugoslavia ditonton 30.000penonton dan di Jerman disambut kementrian olahraga Jerman di Karl Mar Stadium,” pungkasnya. (Faj/SG-1)