PERAN masyarakat sangat diperlukan dalam menekan gas rumah kaca. Pasalnya, emisi gas rumah kaca sudah menyentuh angka 1600 gg/Ggram pada 2022.
Hal itu membuat Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung terus berupaya untuk mengurangi gas rumah kaca, terutama dengan pengelolaan sampah yang baik.
Demikian disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung, Dudi Prayudi pada acara Climate Inovator Acceleration 2024 Roadshow to Campus, di Multipurpose Hall CRCS LT.III,Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, Jawa Barat, Kamis (21/3).
Baca juga: CIA 2024 Bandung, LPIK ITB dan Ecoxyztem Dorong Gen-Z Jadi Inovator Climate Solver
Tumpukan sampah yang bercampur, lanjutnya, menghasilkan gas metan yang menengarai produksi gas rumah kaca. Setiap harinya, Kota Bandung menghasilkan sampah setinggi 75 cm seluas lapangan bola.
“Kalau kita tidak mengurangi sampah, tidak akan terbayang seperti apa nantinya,” imbuhnya.
Dudi mengatakan pada kasus darurat sampah akibat terbakarnya tempat pembuangan akhir (TPA) Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat, telah menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk mengelola sampah.
“Inisiatif tersebut perlu berlanjut dengan proses klasterisasi, di mana sampah dari lembaga pendidikan, pusat perbelanjaan, pasar dan lainya dikelola dan dimanfaatkan,” imbuhnya.
Mengupayakan proklim
DLH Kota Bandung telah berupaya mengurangi emisi gas rumah kaca dengan mendorong beberapa program. Salah satunya, Program Kampung Iklim (Proklim). Program itu sesuai dengan arahan KLHK tentang kampung iklim.
Program tersebut merupakan upaya edukasi dan mitigasi pada tingkat RW. Di Kota Bandung dari 1597 RW baru 33 RW yang sudah mengikuti Proklim.
“Untuk mengoptimalkan program tersebut, tahun ini akan kita tambahkan 50 RW dalam Proklim. Karena untuk melakukan program itu kita harus mendaftarkan pada sistem KLHK. Banyak harapan dengan program ini dapat mewujudkan capaian yang baik untuk mengurangi emisi gas rumah kaca,” jelasnya Dudi.
Tidak hanya itu, katanya, pihaknya telah membangun 149 rumah maggot.
“Bila kita pilah sampah organik yang berasal dari rumah tangga sebanyak 1,5 ton perhari untuk pemenuhan pakan maggot. Dapat dibayangkan seberapa banyak emisi gas rumah kaca kita turunkan. Sekali lagi, untuk mengupayakan hal ini, masyarakat harus berperan agar penurunan emisi gas rumah kaca dapat signifikan,” tambah Dudi.
Gas rumah kaca Kota Bandung
Masa awal pandemi Covid-19 sejatinya telah memberi dampak signifikan terhadap penurun emisi gas rumah kaca. Data yang dimiliki DLH Kota Bandung mulai 2012 sampai 2017 menunjukkan, rata-rata terdeteksi 2157 gg/Ggram,
“Pada tahun selanjutnya turun menjadi 1934,12 gg/Ggram. Penurunan signifikan terjadi saat pandemi 2019-2022, karena saat itu banyak sektor penghasil polusi yang tidak beroperasi, misalnya transportasi. Besaran emisi gas rumah kaca pun turun drastis menjadi 788 gg/Ggram,” jelasnya.
Namun, emisi gas rumah kaca berangsur meningkat pada 2022 menjadi 1600 gg/Ggram. “Peningkatan yang signifikan ini harus menjadi perhatian. Sangat diperlukan upaya kongkret di lapangan, yang mana kondisi tersebut harapanya menjadi perhatian para inovator muda dengan berbagai terobosannya untuk menekan emisi gas rumah kaca,” pungkasnya. (Faj/SG-1)