KOMISI X DPR RI meminta Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk serius mengkaji ulang sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi.
Bahkan, muncul usulan untuk menghapus sistem ini jika dinilai lebih banyak mudaratnya daripada manfaat.
"Komisi X DPR RI meminta agar sistem zonasi benar-benar dikaji, kalau perlu dihapus," ujar Anggota Komisi X DPR RI, Habib Syarief Muhammad, usai pertemuan dengan para pemangku kepentingan pendidikan di Bandung, Jawa Barat, Rabu (20/11).
Baca juga: Di Kota Bandung, Komisi X DPR RI Bahas PPDB Zonasi dan Kurikulum Merdeka
Kritik Tajam terhadap Sistem Zonasi
Menurut Habib Syarief, sistem zonasi dalam PPDB menghadirkan lebih banyak permasalahan dibandingkan solusi.
Beberapa kekurangannya meliputi ketidaksiapan aparat pendidikan, meningkatnya potensi kecurangan, hingga ketidakadilan yang dirasakan oleh anak-anak miskin dan pintar.
"Langkah-langkah ceroboh membuat banyak anak berbakat masuk ke sekolah dengan kualitas rendah. Bahkan, anak-anak dari keluarga kurang mampu seringkali ditolak hanya karena sistem ini," jelas Habib.
Ia menawarkan tiga opsi untuk masa depan sistem PPDB berbasis zonasi: mempertahankan sistem saat ini meski ada kekurangan, memperbaiki sistem dengan perubahan tertentu, atau menghapusnya sepenuhnya.
Baca juga: Hardiknas 2024, DPR RI Kritisi Soal Kurikulum Merdeka, UKT, dan Kesejahteraan Guru-Dosen
Jika zonasi dihapus, pemerintah juga diminta untuk mempertimbangkan kembali metode seleksi berbasis Ujian Nasional (UN) sebagai alternatif.
Tantangan Implementasi Kurikulum Merdeka
Selain zonasi, Habib menyoroti implementasi Kurikulum Merdeka yang dinilai kurang mendapat dukungan dari para guru.
Ia menyebutkan bahwa hanya segelintir guru yang benar-benar mendukung kurikulum ini, sementara mayoritas merasa terbebani oleh rendahnya gaji, tingginya beban administratif, dan berbagai masalah lainnya.
"Pemerintah perlu memberikan alat ukur yang jelas untuk menilai keberhasilan Kurikulum Merdeka. Jangan sampai keluhan guru terus diabaikan," tegasnya.
Sorotan pada Kesejahteraan Guru
Habib juga menyerukan pentingnya keadilan dalam rencana kenaikan gaji guru. Ia mengkritisi kebijakan yang hanya berfokus pada Aparatur Sipil Negara (ASN), sementara guru swasta dan honorer masih belum tersentuh.
"Kami meminta pemerintah memastikan tidak ada diskriminasi dalam penerapan kenaikan gaji guru. Semua guru, baik ASN maupun swasta, harus mendapat tambahan gaji yang layak," ujar legislator dari Fraksi PKB tersebut.
Baca juga: Soroti Kasus Kekerasan terhadap Guru, DPR Dorong Perlindungan dan Peran Aktif Orangtua
Saat ini, pemerintah sedang mengkaji usulan kenaikan gaji guru, termasuk penetapan gaji minimum sebesar Rp2 juta.
Namun, Habib mencatat adanya perbedaan pandangan antara Presiden dan Menteri Pendidikan terkait implementasi kebijakan tersebut.
"Kami berharap pemerintah memberikan tambahan gaji Rp2 juta untuk semua guru. Ini adalah momentum untuk meningkatkan kesejahteraan para pahlawan tanpa tanda jasa yang telah berjasa besar bagi bangsa ini," pungkas Habib.
Kebutuhan Solusi Berkeadilan
Kritik terhadap sistem zonasi dan Kurikulum Merdeka, serta seruan untuk peningkatan kesejahteraan guru, mencerminkan pentingnya kehadiran kebijakan pendidikan yang adil dan berpihak pada semua elemen masyarakat.
Pemerintah diharapkan dapat segera merumuskan langkah konkret untuk menciptakan pendidikan yang lebih baik dan berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. (SG-2)