Humaniora

Kejar Target SDGs, DPR Ingatkan Perlunya Libatkan Masyarakat Lokal Lindungi Sumber Air

Jatuh tempo tahun 2030, berdasarkan laporan UNESCO terkini, masih ada 3.5 juta manusia yang mengalami krisis air dan sanitasi. 

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
20 Mei 2024
Ketua BKSAP DPR RI Fadli Zon saat menyampaikan pidato dalam pembukaan agenda Pertemuan Parlemen dalam rangka Forum Air Dunia ke-10 Tahun 2024 di Nusa Dua, Bali, Senin (20/5/).

BADAN Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI menyerukan agar multipihak dari berbagai belahan dunia untuk segera cepat bertindak nyata sesuai dengan komitmen Tujuan Pembangunan yang Berkelanjutan (SDGs).

 

Jatuh tempo tahun 2030, berdasarkan laporan UNESCO terkini, masih ada 3.5 juta manusia yang mengalami krisis air dan sanitasi. 


Seruan itu disampaikan oleh Ketua BKSAP DPR RI Fadli Zon dalam pembukaan agenda Pertemuan Parlemen dalam rangka Forum Air Dunia ke-10 Tahun 2024 di Nusa Dua, Bali, Senin (20/5/2024). Ia menegaskan isu air harus jadi agenda politik dunia.

 

Baca juga: Tak Hanya Bahas Masalah Air, World Water Forum juga Promosikan Budaya dan Pariwisata 


"Oleh karena itu, isu air harus jadi isu politik yang membutuhkan niat dan aksi politik nyata untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak air dan sanitasi yang menjadi hak asasi manusia," tutur Fadli yang dilansir situs DPR RI, Senin (20/5).

 

"(Hak) ini adalah sesuatu yang esensial untuk memperoleh kehidupan yang layak, persis seperti yang diadopsi oleh PBB," tegas Fadli di hadapan 49 negara yang diwakili oleh para delegasi.


Parlemen dari berbagai belahan dunia, sebutnya, adalah representasi dari masyarakat di konstituennya. Maka dari itu, parlemen tidak bisa memilih untuk diam saja. 

 

Baca juga: Jelang World Water Forum 2024, DPR RI Sebut Masalah Air, Masalah Krusial


Politikus Fraksi Partai Gerindra itu menambahkan bahwa partispasi aktif masyarakat dan komunitas lokal harus diakui oleh negara.

 

Sebab, menurut Fadli, mereka adalah salah satu pelopor yang mampu menghasilkan solusi air yang berkelanjutan melalui kearifan lokal yang mereka miliki sejak ratusan lalu.


Sebagai contoh, negara Tanzania telah menerapkan konservasi air tradisional melalui bendungan tanah (Malambo) untuk menampung air yang digunakan oleh perkotaan dan irigasi.

 

Adapula, praktik konservasi air di Cekungan Syr Darya Asia Tengah yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas peternakan.


Indonesia sendiri, terang Fadli, telah mengimplementasikan praktik kearifan lokal konservasi air dengan memberdayakan bambu.

 

Ia menjelaskan bambu bisa dinilai mampu melindungi aliran air tanah dan menjadi sumber hidup bagi generasi masa depan.

 

Baca juga: World Water Forum 2024 di Bali Momen Promosikan Pariwisata dan Ekraf


"Air adalah kekuatan hidup kita. Seluruh praktik yang berasal dari kearifan lokal ini berdampak positif yang perlu kita amplifikasikan dan dipadukan dengan pekerjaan kita sebagai parlemen," pungkasnya. (SG-2)