Humaniora

Diskusi HPN 2025: Tantangan Pers Saat ini adalah Masyarakat Pers Sendiri

Perlindungan hukum terhadap wartawan saat menjalankan tugas jurnalistik merujuk pada Pasal 8 UU Pers. Diluar UU itu wartawan tidak mendapatkan perlindungan hukum. Tantangan pers saat ini adalah masyarakat pers sendiri.
 

By Rosmery C Sihombing  | Sokoguru.Id
08 Februari 2025
Setelah membuka Seminar Nasional Ketahanan Pangan ini, Ketua Umum PWI Pusat memberikan plakat kepada seluruh narasumber yang telah mendukung rangkaian kegiatan HPN 2025 Banjarmasin, Kalsel. Penyerahan plakat ini didampingi oleh Ketua PWI Kalimantan Selatan Zainal Helmie. (Dok. PWI)

RANGKAIAN kegiatan peringatan Hari pers Nasional (HPN) 2025 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan dimulai. Salah satunya dengan  menggelar diskusi yang diikuti puluhan wartawan se Indonesia di Hotel galaxy Jumat (7/2).

 

Diskusi dalam rangkaian HPN 2025 itu mengambil tema besar Transformasi Publikasi Media Berbasis Birokrasi Digital Untuk Pers Bertanggung Jawab. 

 

Ketua PWI Pusat, Hendry Ch Bangun mengatakan, seminar yang digelar itu diharapkan semakin memperjelas hubungan pers dengan narasumber dan instansi pemerintahan dalam menjalin kerja sama mendatang. 

 

Baca juga: Pers Berperan Penting Sosialisasikan Program Ketahanan Pangan Sekaligus Mengkritisi

 

“Kehadiran narasumber ini kita harapkan dapat memperjelas posisi pers dalam menjalin kerjasama dengan pemerintah dan pihak swasta. Kita harapkan lewat forum ini juga menjadi pers lebih sehat dan bertanggungjawab,” ujarnya dalam rilis PWI.

 

Gubernur Kalimantan Selatan melalui perwakilannya  Ahmad Kurniawan, menyampaikan apresiasinya di HPN 2025 yang digelar di daerahnya. 

 

“Mewakili Bapak Gubernur, Haji Muhidin, kami membuka seminar ini. Saya berikan apresiasi setinggi-tingginya kepada insan pers dalam menjaga marwah demokrasi di negeri ini. Momentum HPN ini semoga mempererat pers saat ini,” ucap Muhidin.

 

Baca juga: Peringati HPN 2024, Menteri Siti dan Wartawan Tanam Mangrove di Angke, Jakarta Utara

 

Sementara itu, pembicara pertama, Ketua Asosiasi Dinas Kominfo Seluruh Indonesia, Muhammad Faisal mengatakan, bahwa hubungan dengan media merupakan bagian dari tugas pokok dan fungsi yang dilakukan humas atau PR sebuah instansi, termasuk instansinya.  

 

“Media Relations dilakukan guna memperoleh publisitas pemberitaan atau liputan media seluas mungkin. Dalam menjalin kerja sama dengan pers kami juga mengeluarkan peraturan gubernur bahwa pers (media) harus terverifikasi, Pemimpin Redaksi harus utama. Inilah untuk syarat kerja sama yang kami lakukan. Targetnya, regulasi ini dipenuhi baik oleh media cetak, elektronik dan online,” tegasnya. 

 

Sekretaris  PWI Kalsel Toto Fachrudin, menyampaikan, berdasarkan fakta dan pengalamannya, Pers bekerja atas UU Pers dan juga sebagai kontrol sosial, Pendidikan dan Pers juga sebagai bisnis agar Perusahaan tetap berjalan. 

 

Baca juga: DPR Desak Polisi Segera Tangkap Pelaku Perusakan Mobil Wartawan Tempo

 

“Pers sebagai kontrol sosial namun pers juga sebagai Perusahaan bisnis. Pers Indonesia memiliki peran begitu besar dan terbuka untuk bisa sampaikan pandangannya ke publik. Dan inilah yang kita sebut pers berada di dua sisi,” ujarnya. 

 

Toto juga melihat dan mengakui begitu banyak orang yang tiba-tiba menjadi wartawan. Dan begitu mudahnya mendirikan badan usaha. Itulah yang memang harusnya perlu dicermati.

 

Di sisi lain, Wakil Ketua Public Affairs Forum Indonesia, Sofyan Herbowo, melihat  pers saat ini tidak hanya berfungsi sebagai komunikator dalam menyampaikan kebijakan yang lebih bagus. Tapi juga sebagai pembentuk public opinion. Tantangan Pers,  pertama membangun reputasi dan kredibilitas perusahaan media. Kedua yakni literasi dan  kebijakan.

 

Sedangkan Ketua Komite Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digotal Untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas, Suprapto Sastroatmodjo, mengatakan, jumlah media di Indonesia bisa mencapai 50 ribu. Hal ini akibat begitu mudahnya membuat Perusahaan media. 

 

“Sekarang bikin perusahaan media sudah gampang banget. Karena juga ada instansi yang menyumbang ‘gula’ jadi memicu setiap orang membuat website,” imbuhnya.

 

Berdasarkan data di dewan pers, lanjut Suprapto, saat ini  1.793 perusahaan pers. Dan yang terverifikasi baru 997 perusahaan pers.


 

 

Artinya, hanya setengahnya saja. Inilah yang menurut saya yang benar-benar pers,” ujarnya lagi. 

 

Penasihat LKBH-PWI, Zacky Anthony menegaskan, wartawan dalam menjalankan tugasnya mendapat perlindungan hukum.  Perlindungan hukum saat menjalankan tugas jurnalistik itu berdasarkan UU yang merujuk pada Pasal 8 UU Pers. Namun diluar UU itu wartawan tidak mendapatkan perlindungan hukum. 

 

“Yang ditakuti kepala desa itu sekarang ormas dan wartawan ‘bodrex’. Bukan takut pada wartawan profesional. Bahkan kita tahu OTT pun terjadi pada wartawan. Jadi, wartawan profesional tidak boleh mengancam dan ini bisa dilaporkan. Soal jumlah media saat ini, saya rasa hanya Tuhan dan Malaikat yang tahu persis,” jelasnya. 

 

Yang jelas, tambahnya, tantangan pers saat ini adalah masyarakat pers sendiri. Pers profesional patuh pada aturan dan Undang-Undang. Memberikan perlindungan pada wartawan yang kerja dengan baik. memang harus dilindungi. 

 

“Wartawan memang harus dilindungi. Ini untuk memproteksi pada pembonceng gelap yang mengancam dan memeras. Pers Profesional tidak akan melakukan itu,” pungkas Zacky. (SG-1)