INDONESIA berkomitmen memperkuat program kesehatan dan gizi sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Menengah (RPJPM), serta memasukkannya dalam program tahunan pemerintah.
Hal itu ditunjukkan melalui komitmen politik yang kuat dengan pengaturan regulasi yang mendukung, alokasi sumber daya yang tepat, serta koordinasi lintas sektor.
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas, Amich Alhumami, mengatakan hal itu pada pertemuan internasional yang membahas Fortifikasi Pangan Skala Besar atau Large-Scale Food Fortification (LSFF), di Jakarta, Senin (14/10).
Baca juga: APRC 2024: Bappenas Tekankan Pentingnya Komitmen Negara Wujudkan Perlindungan Lansia
Masalah gizi, lanjutnya, berdampak pada perempuan dan anak-anak di wilayah ekonomi rendah dengan pola makan yang kurang beragam. Fortifikasi pangan terbukti sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif mengatasi malnutrisi, dengan pengembalian investasi USD1:27.
Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan internasional yang membahas LSFF. Acara yang diselenggarakan Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan Global Health Strategies itu dihadiri lebih dari 80 peserta yang terdiri dari pemerintah, ahli, dan akademisi dari Asia dan Afrika, anggota tim pakar LSFF, pakar kesehatan, swasta, serta mitra pembangunan seperti UNICEF, WHO, dan OECD.
LSFF menjadi platform bertukar pengalaman, pembelajaran, dan kolaborasi Global South dalam pelaksanaan fortifikasi pangan skala besar, utamanya untuk mengatasi kekurangan mikronutrien, seperti zat besi, kalsium, seng, yodium, folat, dan vitamin, yang menyebabkan berbagai penyakit termasuk stunting yang berdampak pada perkembangan fisik dan kognitif.
“Artinya, setiap investasi USD1 dalam fortifikasi menghasilkan USD27 dalam pengembalian ekonomi dari penyakit yang dapat dicegah, peningkatan pendapatan, dan produktivitas kerja. Untuk itu pentingnya kolaborasi Global South dalam mendukung keberlanjutan LSFF,” imbuh Amich, dalam rilis Bappenas.
Untuk keberhasilan implementasi program fortifikasi makanan ke depan, sambungnya, sangat penting untuk terus mendukung inisiatif ini dengan mengintegrasikannya ke dalam strategi kesehatan nasional dan memperkuat kolaborasi multisektor yang berkelanjutan.
“Dengan begitu, kita bisa memastikan kemajuan dalam memperbaiki kesehatan publik dan memastikan keberhasilan jangka panjang program ini,” tambah Amich.
Dalam pertemuan itu, Indonesia, Bangladesh, India, Nigeria, dan Ethiopia berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan fortifikasi pangan di negaranya.
Indonesia sendiri telah mewajibkan fortifikasi pada garam, minyak goreng, dan tepung terigu, serta tengah memperluas program fortifikasi pada beras yang merupakan bahan pokok masyarakat.
Selain itu, pertemuan LSFF juga fokus pada identifikasi sinergi potensial antar negara dan wilayah dalam memperkuat implementasi fortifikasi pangan.
Salah satu hasil dari pertemuan ini adalah peluncuran wadah pertukaran pembelajaran (knowledge exchange platform) bagi Global South, sebagai pusat berbagi pengalaman dan praktik baik antar negara berkembang dalam implementasi fortifikasi pangan. (SG-1)