Humaniora

Buku ‘Pesona Wayang Indonesia’ Tawarkan Perspektif Baru dalam Memahami Budaya Wayang

Buku Pesona Wayang Indonesia diharapkan  tersedia dalam format yang lebih terjangkau untuk generasi muda dan disosialisasikan ke sekolah-sekolah serta komunitas. 
 

Dok. Tangkapan layar Sokoguru/Fajar Ramadan

MENYAMBUT Hari Wayang Nasional yang jatuh pada 7 November 2024, Menteri Kebudayaan Fadli Zon meluncurkan buku buah karyanya  Pesona Wayang Indonesia, di Gedung Pewayangan Kautaman, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Selasa, (5/11).
 

Buku setebal 600 halaman yang memuat berbagai informasi tentang wayang secara komprehensif itupun dibedah setelah acara pembukaan  rangkaian Hari Wayang Nasional ke-6 & Living Intangible Cultural Heritage (ICH) Forum Ke-4 yang digelar oleh Sekretariat Nasional Wayang Indonesia (Senawangi) bekerja sama dengan Kementerian Kebudayaan.

 

Buku tersebut memuat hasil eksplorasi mendalam tentang kekayaan seni pewayangan di Nusantara, mulai dari sejarah, ragam jenis, hingga ekosistem budaya yang melingkupinya.

 

Baca juga: Sambut Hari Wayang, Menbud Fadli Zon Ajak Masyarakat Lestarikan Wayang di Era Digital

 

Tiga narasumber yang tampil membedah buku tersebut adalah dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Basuki Teguh Yuwono, rektor Universitas Multimedia Nusantara;(UMN) Ninok Leksono, dan Gaura Mancacaritadipura, seorang dalang asal Australia yang kini menjadi warga negara Indonesia. 

 

Diskusi dipandu oleh Sumari, pengurus Senawangi, yang turut aktif dalam pelestarian pewayangan.

 

Basuki Teguh Yuwono menilai buku tersebut menyajikan perspektif baru dalam memandang budaya wayang di Indonesia. Menurutnya, karya Fadli Zon berhasil mengangkat sisi-sisi pewayangan yang kerap diabaikan, termasuk peran para pengukir dan pembuat gamelan yang kini semakin langka. 

 

Baca juga: Wayang Jogja Night Carnival (WJNC) 2024, Parade Spektakuler Sambut HUT ke-268 Yogyakarta

 

"Buku ini menawarkan perspektif baru dalam memahami budaya wayang. Banyak ruang-ruang yang belum terinformasikan dengan baik, dan dalam buku itu semuanya dijelaskan secara tegas dan mudah dipahami," katanya.

 

Basuki menambahkan buku itu tidak hanya menampilkan sejarah, tetapi juga merangkum perkembangan wayang dari berbagai daerah di Indonesia, seperti wayang kulit, golek, dan suket, yang masing-masing memiliki nilai filosofis dan makna tersendiri. 

 

"Selain memuat sejarah, buku ini juga membahas berbagai jenis wayang di Nusantara, dari wayang Surakarta, Yogyakarta, hingga wayang Banjar dan lainnya, serta mencakup ekosistem budaya wayang yang sering kali diabaikan, misalnya pembuat gapit, penata atau cermong, penyungging, dan lain sebagainya yang memiliki peran dan kedudukan sangat penting di dalam satu ekosistem budaya wayang," imbuhnya.

 

Baca juga: AOC ke-9 De Heros, Potret Wayang dalam Busana Karya Mahasiswa ISBI

 

Di sisi lain, Basuki mengatakan buku tersebut juga secara gamblang menerangkan kekayaan cerita budaya wayang, mulai dari kisah populer seperti Ramayana dan Mahabharata, hingga cerita Tantri Kamandaka, cerita Enak, serta kisah-kisah kontekstual di era modern yang dihasilkan oleh para seniman pewayangan masa kini.

 

"Di dalam buku ini, kita bisa menemukan pesan kuat untuk turut serta melestarikan budaya wayang sebagai puncak peradaban dalam bidang pewayangan," imbuhnya.

 

Sementara itu, Ninok Leksono mengapresiasi upaya Fadli Zon dalam mendokumentasikan kekayaan pewayangan Nusantara. Ia berharap agar buku ini dapat menjangkau kalangan yang lebih luas, khususnya generasi muda. 

 

"Saya berharap buku ini tersedia dalam format yang lebih terjangkau untuk generasi muda dan disosialisasikan ke sekolah-sekolah serta komunitas. Hal ini penting untuk membentuk karakter bangsa," ujarnya.

 

Ninok juga menekankan perlunya sosialisasi dalam literasi pewayangan agar buku ini lebih mudah diakses publik. Menurutnya, peluncuran buku semacam ini merupakan langkah awal, namun perlu disusul dengan penyebaran yang lebih luas ke sekolah dan komunitas.

 

“Memang buku itu tidak berhenti setelah terbit, tetapi harus dimasyarakatkan. Karya buku ini perlu adanya hilirisasi agar literasi ini bisa menjangkau lebih luas lagi, mungkin dengan adanya tim yang dapat menjelaskan kepada masyarakat atau komunitas,” jelasnya lagi.

 

Lebih lanjut, ia berpandangan bahwa buku karya Fadli Zon ini membentuk karakter.

 

“Wayang di masa lalu yang berperan dalam syiar dan penyebaran nilai-nilai kebaikan. Wayang modern ini bisa menjadi salah satu wahana untuk menyampaikan pesan seperti anti korupsi dan nilai-nilai positif yang sesuai dengan tantangan di era sekarang," imbuhnya.


 

Identitas budaya Indonesia

Seorang dalang asal Australia yang telah menjadi Warga Negara Indonesia, Gaura Mancacaritadipura juga menyampaikan kesan mendalamnya terhadap buku ini. Ia menyebut buku Pesona Wayang Indonesia bukan hanya sebagai media pembelajaran, tetapi juga menjadi cerminan identitas budaya Indonesia. 

 

"Sebagai dalang, saya sangat mengapresiasi detail yang disajikan, termasuk jenis-jenis wayang dari seluruh Indonesia dan pelaku di balik pembuatan dan pertunjukan wayang,” ujarnya. 

 

Buku Pesona Wayang Indonesia, sambungnya, juga menjelaskan tentang perangkat pertunjukan wayang yang tidak hanya terbatas pada wayang kulit saja, tetapi juga ada wayang kayu, bahkan ada yang dari plastik dan berbagai bahan lainnya.

 

Ia juga berpandangan bahwa kerja dokumentasi tersebut memberikan gambaran bagaimana wayang hadir di berbagai daerah dengan ciri dan makna yang berbeda-beda.

 

Gaura berharap buku ini dapat dikenal lebih luas, tidak hanya di dalam negeri tetapi juga ke mancanegara agar budaya wayang Indonesia semakin diakui dunia.

 

Baginya, karya ini bisa menjadi alat untuk memperkenalkan budaya wayang kepada masyarakat global. Buku Pesona Wayang Indonesia tak ubahnya sebagai karya komprehensif yang memuat sejarah, jenis, dan ekosistem pewayangan Nusantara. 

 

"Bagi saya, ini adalah langkah luar biasa untuk generasi muda agar mereka bisa lebih memahami warisan budaya bangsa yang sangat kaya,” pungkas Gaura. (Fajar Ramadan/SG-1)