INDONESIA membutuhkan swasembada energi untuk memastikan ketersediaan pasokan yang merata dan berkelanjutan.
Salah satu solusi yang dapat diterapkan adalah pemanfaatan biomassa dari limbah pertanian sebagai bahan bakar pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Direktur Center for Energy Security Studies, Dr. Ir. Ali Ahmudi Achyak, S.Si, MT, M.Si (Han), menekankan pentingnya kemandirian energi dalam acara Local Media Community (LMC) 2025 yang digelar di Surabaya pada 4-5 Februari 2025.
Baca juga: Pemerintah Targetkan 74% Pembangkit Listrik dari Energi Terbarukan pada 2027
"Mengapa kita membutuhkan swasembada energi? Bukan karena Amerika, bukan karena Rusia, bukan karena Uni Eropa. Tapi karena kita benar-benar membutuhkannya sendiri," tegas Ali, Selasa (4/2).
Energi Terbarukan: Solusi atau Tantangan?
Ali menjelaskan bahwa konsumsi energi nasional terus meningkat setiap tahun. Tanpa langkah inovatif, ketergantungan pada energi fosil akan semakin besar.
Oleh karena itu, pemanfaatan sumber energi baru terbarukan seperti biomassa dan biotermal menjadi kunci untuk keberlanjutan energi nasional.
"Kita harus mencari solusi yang lebih berkelanjutan. Tapi tantangannya, banyak orang masih berpikir energi itu seperti di surga—datang sendiri tanpa perlu usaha. Pola pikir seperti inilah yang membuat swasembada energi kita tidak berjalan," ujarnya.
Ali menegaskan bahwa membangun swasembada energi bukanlah proses instan.
Baca juga: Pemkot Bandung Kembangkan Sorgum sebagai Energi Baru Terbarukan dan Ketahanan Pangan
Menurut Ali, diperlukan strategi matang, mulai dari riset hingga implementasi, agar sumber energi terbarukan bisa memberikan nilai tambah bagi ekonomi dan lingkungan.
Biomassa dari Limbah Pertanian: Peluang Besar, Tapi Perlu Persiapan
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah pemanfaatan biomassa dari limbah pertanian sebagai bahan bakar PLTU.
Menurut Ali, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan biomassa, tetapi pemanfaatannya harus terstruktur dari hulu ke hilir.
"Kita harus tahu di mana persebaran biomassa, seberapa besar potensinya, dan bagaimana hitungan ekonominya," jelasnya.
Tantangan terbesar dalam pemanfaatan biomassa adalah rantai pasok. Meskipun bahan bakunya melimpah, biaya distribusi yang tinggi bisa menjadi kendala utama.
Ali mencontohkan, meskipun Jawa Barat memiliki banyak limbah pertanian, PLTU yang membutuhkan biomassa justru berada di Indramayu.
Baca juga: Presiden Prabowo Resmikan PLTA Jatigede untuk Dukung Kemandirian Energi
"Di Tasikmalaya, limbah pertanian bisa diambil gratis, tapi kalau ongkos truknya terlalu mahal, ya tetap tidak bisa dimanfaatkan," katanya.
Selain logistik, aspek teknis juga harus diperhitungkan. Biomassa harus melalui pengujian untuk memastikan kandungan materialnya sesuai dengan kebutuhan PLTU.
Selain itu, proses pengolahan juga harus diperhatikan agar bahan baku siap digunakan oleh pembangkit listrik.
Biomassa sebagai Masa Depan Energi Indonesia
Ali optimistis bahwa dengan perencanaan yang tepat, biomassa dari limbah pertanian bisa menjadi alternatif pengganti bahan bakar fosil untuk PLTU di Indonesia.
"Kita punya potensi yang besar, tinggal bagaimana kita memanfaatkannya dengan strategi yang benar," pungkasnya.
Dengan pemanfaatan biomassa, Indonesia tidak hanya mengurangi ketergantungan pada energi fosil, tetapi juga menciptakan ekosistem energi yang lebih hijau dan berkelanjutan. (SG-2)