Hukum

Isu Gratifikasi Kejagung Mencuat, DPR Desak Investigasi Mendalam

Selebgram Okta Jelita mengungkapkan bahwa mertuanya kerap menerima fasilitas mewah dari para pengusaha saat bepergian ke luar negeri, termasuk penggunaan jet pribadi tanpa biaya.

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
29 Agustus 2024
Staf Ahli Jaksa Agung, Asri Agung Putra,. (Ist/Penkum Kejati DKI Jakarta)

ISU dugaan gratifikasi yang melibatkan Staf Ahli Jaksa Agung, Asri Agung Putra, kini tengah menjadi sorotan publik setelah munculnya pengakuan mengejutkan dari selebgram Dwi Okta Jelita, atau lebih dikenal sebagai Jelita Jeje, yang merupakan menantu dari Asri. 

 

Dalam unggahan di Instagram, Jelita mengungkapkan bahwa mertuanya kerap menerima fasilitas mewah dari para pengusaha saat bepergian ke luar negeri, termasuk penggunaan jet pribadi tanpa biaya.

 

Pengakuan ini memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, terutama dari Komisi III DPR RI. Anggota Komisi III DPR RI, Didik Mukrianto, secara tegas mendesak Kejaksaan Agung untuk segera menyelidiki dugaan gratifikasi ini. 

 

Baca juga: Sosialisasi Budaya Anti-Gratifikasi, KPK dan Pemkot Bandung Berkolaborasi

 

"Kejaksaan Agung harus menunjukkan integritas dan profesionalisme dengan menindaklanjuti informasi ini secara serius," ujar Didik dalam pernyataannya kepada Parlementaria, Rabu (29/8).

 

Didik menegaskan bahwa jika tuduhan ini terbukti benar, maka tindakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu. 

 

“Pelanggaran ini tidak boleh diabaikan, dan sanksi harus dijatuhkan tanpa ada perlakuan istimewa,” lanjutnya.

 

Isu ini berawal dari upaya Jelita membela Erina Gudono, istri Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep, yang sempat mendapat kritik terkait penggunaan jet pribadi. 

 

Namun, dalam pembelaannya, Jelita justru memicu polemik lebih besar dengan mengungkapkan bahwa fasilitas mewah serupa sering kali diberikan kepada keluarganya secara cuma-cuma oleh para pengusaha karena status mertuanya sebagai pejabat negara.

 

Baca juga: KPK-Inspektorat DKI Gelar Sosialisasi Upaya Pencegahan Korupsi

 

Meskipun Jelita menegaskan bahwa fasilitas tersebut diberikan tanpa diminta, Didik menilai bahwa potensi gratifikasi dalam kasus ini tetap ada dan tidak boleh diabaikan. 

 

Menurut Didi, gratifikasi merupakan bagian dari korupsi yang harus diberantas, terlebih jika melibatkan pejabat negara.

 

Kejaksaan Agung sendiri merespons dengan menyatakan bahwa dugaan penerimaan gratifikasi tersebut adalah masalah pribadi dan tidak terkait dengan institusi. 

 

Namun, hingga kini, belum ada kejelasan apakah mereka akan melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap Asri Agung Putra.

 

Didik Mukrianto mengkritik sikap Kejaksaan Agung yang terkesan mengabaikan isu ini. 

 

Baca juga: KPK Roadshow Bus Tebar Semangat Anti-Korupsi di Bumi Parahyangan

 

"Gratifikasi adalah bentuk korupsi yang tidak boleh diabaikan, apalagi jika terjadi di lingkungan penegak hukum seperti Kejaksaan Agung," tegasnya.

 

Sebagai pengingat, Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dengan jelas melarang pejabat negara menerima gratifikasi dalam bentuk apapun. 

 

Dalam hal ini, Asri Agung Putra, sebagai pejabat negara, berada di bawah yurisdiksi hukum yang sama.

 

Dengan sorotan publik yang semakin intens, semua mata kini tertuju pada langkah yang akan diambil Kejaksaan Agung. 

 

Masyarakat menanti apakah institusi ini akan mampu menegakkan keadilan dan mengembalikan kepercayaan terhadap hukum di Indonesia. (SG-2)