KEMENTERIAN Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) kembali menerbitkan seri ke-2 dari buku serial "Pengarusutamaan Strategi Pengembangan Koperasi dan UKM."
Edisi kali ini menyoroti potensi besar koperasi modern dalam mendorong hilirisasi dan memperkuat industri menengah nasional, khususnya melalui program Rumah Produksi Bersama (RPB) dan pengembangan minyak makan merah.
Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, menyatakan bahwa buku ini memaparkan peran strategis koperasi modern dalam memperkuat hilirisasi, yang diyakini mampu menggerakkan roda perekonomian nasional.
Baca juga: Menkop UKM Tekankan Pentingnya Transformasi Koperasi dan UMKM untuk Ekonomi Nasional
“RPB dan minyak makan merah adalah contoh nyata bagaimana koperasi bisa menjadi penggerak utama dalam mengolah komoditas lokal dan memberi nilai tambah bagi petani dan pelaku UMKM,” ujar Teten dalam keterangannya.
Peningkatan Kualitas Produk UMKM
Teten menjelaskan, pendirian pabrik-pabrik yang dikelola koperasi seperti RPB bertujuan untuk meningkatkan kualitas produk UMKM.
Hal ini dilakukan dengan menyediakan alat-alat produksi sederhana namun berkualitas industri.
“Pabrik ini dibangun berdasarkan komoditas unggulan daerah, dengan tujuan mendukung industrialisasi yang juga melibatkan UMKM, bukan hanya perusahaan besar,” tambahnya.
Selain itu, RPB juga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan petani terhadap tengkulak.
Baca juga: Gandeng Surveyor Indonesia, Kemenkop UKM Verifikasi Usaha Simpan Pinjam Koperasi
Dengan adanya pabrik yang dikelola oleh koperasi, petani akan mendapatkan nilai tambah dari hasil kebun mereka, seperti dalam kasus produksi minyak makan merah yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani sawit.
Hilirisasi untuk Industri Nasional
Asisten Deputi Pengembangan dan Kawasan Rantai Pasok Kemenkop UKM, Ali Alkatiri, menekankan pentingnya hilirisasi dalam strategi pembangunan industri nasional.
Menurut Ali, hilirisasi memungkinkan petani, pekebun, dan perajin untuk menjual bahan setengah jadi atau jadi, bukan lagi sekadar bahan mentah.
“RPB berfungsi memotong rantai distribusi yang selama ini menguntungkan tengkulak, sehingga petani dapat menikmati hasil yang lebih besar,” jelasnya.
Saat ini, RPB telah tersebar di 11 kabupaten/provinsi dengan komoditas unggulan masing-masing, seperti jahe di Kutai Kartanegara, kelapa di Minahasa Selatan, dan sapi potong di Nusa Tenggara Timur.
Pada tahun 2023, RPB terus dibangun di berbagai wilayah untuk komoditas seperti cabai merah, susu, karet, kakao, garam, dan rotan.
Minyak Makan Merah: Inovasi Koperasi
Minyak makan merah, yang dikelola oleh koperasi, merupakan inovasi terbaru yang tengah dikembangkan.
Sekretaris Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop UKM, Eka Pan Lestari, menjelaskan bahwa meski minyak makan merah telah lama ada, baru saat ini dilakukan komersialisasi secara masif.
“Tantangan saat ini adalah mengubah produksi dari skala laboratorium menjadi skala pabrik, yang membutuhkan biaya hingga Rp13 miliar,” kata Eka.
Program ini juga berupaya mengubah pola pikir petani sawit agar tidak hanya berfokus sebagai pemilik kebun, tetapi juga berperan dalam proses hilirisasi komoditas mereka.
Langkah ke Depan
Dengan program-program ini, Kemenkop UKM berharap koperasi modern dapat menjadi kunci dalam mendukung hilirisasi dan memajukan industri menengah nasional.
Pendirian RPB dan inovasi minyak makan merah diharapkan dapat mengurangi ketimpangan dalam struktur ekonomi dan menciptakan lapangan kerja yang lebih luas, khususnya bagi pelaku UMKM dan petani kecil.
Baca juga: Korporatisasi Petani dan Koperasi Multi Pihak: Koperasi Kekinian
Melalui langkah ini, koperasi dan UMKM diharapkan mampu menjadi pemain utama dalam rantai pasok nasional, memperkuat ketahanan ekonomi lokal, serta menciptakan nilai tambah yang berkelanjutan bagi perekonomian Indonesia. (SG-2)