SIKAP belanja masyarakat selama bulan Ramadan 2025 diperkirakan lebih selektif bila dibandingkan tahun lalu. Hal itu terlihat dari adanya penurunan minat beli masyarakat secara signifikan.
Penurunan minat belanja itu terutama terlihat pada berbagai produk sekunder, khususnya fesyen, perabot rumah tangga, dan barang elektronik.
Selain itu, meskipun secara prioritas tidak terdampak signifikan, sebagian masyarakat akan mengurangi kualitas produk makanan dan minuman untuk mempertahankan kuantitasnya.
Baca juga: Dorong Pertumbuhan Ritel UMKM, Menko Airlangg Ajak Publik Belanja di Indonesia Saja
Demikian disampaikan Vice President of Research Populix, Indah Tanip, dalam rilis laporan terbaru Populix tentang Perilaku Belanja di Bulan Ramadan 2025, yang diterima Sokoguru, Rabu (19/2).
Temuan tersebut, sambungnya, diperoleh melalui survei kepada 1.100 orang yang hampir 90%-nya beragama Islam.
“Menurut hasil survei Populix, meskipun secara urutan prioritas masih sama, terjadi penurunan cukup signifikan pada minat beli kebutuhan sekunder,” ujarnya.
Baca juga: Bandung Great Sale 2024 Resmi Dibuka, Wisatawan dan Warga Diajak Berbelanja
Misalnya, sambung Indah, kendati tetap menjadi prioritas kedua, minat masyarakat untuk membeli produk pakaian dan barang-barang fesyen mengalami penurunan dari 78% menjadi 55% saja.
Tak hanya itu, penyusutan volume bahkan hingga kurang dari setengah terjadi di produk sekunder lain. Seperti perabot rumah tangga yang menyusut dari 28% ke 11%, dan barang elektronik dari 16% ke 7%. Meskipun prioritasnya paling kecil, publik juga ditengarai akan mengurangi pembelian properti berupa tanah dan bangunan secara signifikan.
“Di Ramadan tahun ini, mayoritas masyarakat tidak segan-segan untuk menunda pembelian barang non-esensial, khususnya barang elektronik atau produk mewah lainnya,” tambah Indah.
Baca juga: Pemerintah Luncurkan Stimulus Ekonomi 2024: Dorong Daya Beli dan Perkuat Usaha
Bahkan, lanjutnya, untuk makanan yang secara persentase prioritasnya sedikit berkurang, apabila diteliti ternyata juga turut terdampak dari segi kualitas.”
Saat ditanya Populix antara memilih makanan dan minuman dengan harga lebih murah meski kualitas standar atau lebih mahal dengan kualitas lebih tinggi, sebanyak 42% responden menyatakan bahwa keputusan itu bergantung pada kebutuhan.
“Namun, 33% responden cenderung memilih harga lebih murah dengan kualitas standar. Responden laki-laki cenderung lebih memprioritaskan kuantitas, sedangkan responden perempuan cenderung menimbang kebutuhan sebelum membeli.
Penurunan juga ditemukan saat Populix bertanya tentang pengurangan pembelian makanan dan minuman tidak esensial selama Ramadan. Meskipun, lebih dari separuh menyatakan akan sedikit mengurangi pembelian, sekitar 33% responden mengaku akan mengurangi secara signifikan.
“Populix melihat perilaku konsumsi yang lebih selektif itu disebabkan oleh meningkatnya kewaspadaan untuk menghindari overspending selama Ramadan,” ujar Indah.
Padahal, jelasnya lagi, sebenarnya mayoritas masyarakat tidak akan terlalu mengutak-atik anggaran belanja mereka tahun ini.
“Hal ini perlu menjadi catatan bagi para pengusaha, khususnya produsen dan ritel, untuk menyesuaikan strategi pemasaran agar tetap bisa menarik pembeli di bulan Ramadan nanti,” ujar Indah.
Survei juga menemukan jawaban responden sebesar 84% bahwa mereka (umat Islam) akan mengutamakan menggunakan tabungan pribadi untuk membeli produk makanan dan minuman saat Ramadan.
Sebanyak 44% menjawab akan menggunakan uang tunjangan hari raya (THR), 10% mengatakan akan memakai dana payalater dari e-wallet, dan 5% mengaku akan memakai kartu kredit.
Populix adalah perusahaan penyedia data dan layanan riset yang menghubungkan bisnis, institusi, dan individu dengan responden berkualitas, beragam, dan tepat sasaran di seluruh Indonesia.
Penelitian soal belanja di Bulan Ramadan 2025 ini dilakukan melalui survei kepada lebih dari 1.100 responden. Mayoritas responden berasal dari status ekonomi sosial menengah ke atas, dengan persentase laki-laki dan perempuan yang hampir seimbang.
Mayoritas responden adalah karyawan, dengan status pernikahan lajang atau menikah dengan anak. (SG-1)