Ekonomi

PMI Manufaktur Indonesia Naik dan Tembus Fase Ekspansif di Akhir 2024

Di tengah dinamika politik dan ekonomi global yang tidak pasti, sektor industri manufaktur di Indonesia tetap menunjukkan ketangguhannya. 
 

By Rosmery C Sihombing  | Sokoguru.Id
03 Januari 2025
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif

HASIL survei yang dirilis oleh S&P Global, memperlihatkan capaian Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Desember 2024 berada di fase ekspansif, yakni sebesar 51,2 atau naik signifikan dibanding November yang mengalami kontraksi di level 49,6.


Hal itu, menurut Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif, menunjukkan aktivitas industri manufaktur di tanah air kembali bergeliat positif pada penghujung tahun 2024. 

 

“Alhamdullilah, industri manufaktur kita kembali rebound setelah lima bulan berturut turut mengalami kontraksi sejak Juli 2024. Hal ini sejalan dengan laporan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Desember 2024, yang sudah dirilis sebelumnya oleh Kemenperin, menampilkan IKI Desember masih bertahan pada posisi ekspansi, yaitu sebesar 52,93,” ujarnya dalam keterangan resmi Kemenperin di Jakarta, Kamis (2/1).

 

Baca juga: Gaungkan Penguatan Ekosistem Industri Hijau, Kemenperin Gelar Kick-off AIGIS 2025

 

Febri menjelaskan, di tengah dinamika politik dan ekonomi global yang tidak pasti, sektor industri manufaktur di Indonesia tetap menunjukkan ketangguhannya. 

 

“PMI manufaktur yang ekspansif ini sekaligus menandakan bahwa kepercayaan diri dan optimisme dari pelaku industri kita masih cukup tinggi. Hal ini turut didukung adanya kenaikan volume produksi dan pesanan baru,” imbuhnya. 

 

Di samping itu, banyak pedagang yang membeli barang lebih pada Desember karena masih berlaku tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11%, sehingga membuat permintaan pada akhir tahun agak besar. 

 

Baca juga: Target RI Jadi Pemain Global, Kemenperin Luncurkan Peta Jalan Jasa Industri 2025-2045

 

“Mereka menyimpan stok hingga Januari dan akan dijual dengan tarif PPN 12%. Jadi, mereka ada untung kurang lebih 1%,” terangnya.

 

Selain terbukti mampu berdaya saing, lanjut Febri, industri manufaktur di Indonesia juga membuktikan strukturnya cukup baik sehingga produktivitas bisa berjalan lancar dari hulu sampai hilir. 

 

“Tanpa dukungan regulasi yang tepat saja, industri kita sudah bisa ekspansif. Apalagi kalau didukung regulasi yang tepat, seperti pengendalian barang-barang impor, tentunya manufaktur kita akan meroket tinggi,” imbuhnya.

 

Baca juga: Perkuat Ekosistem IKM Fesyen dan Kriya, Kemenperin Bangun Gedung Baru di Kuta, Bali

 

PMI manufaktur Indonesia pada Desember 2024 mampu melampui PMI manufaktur RRT (50,5), Jerman (42,5), Rusia (50,8), Inggris (47,3), Amerika Serikat (48,3), Jepang (49,5), Korea Selatan (49,0), Vietnam (49,8), Malaysia (48,6), dan Myanmar (50,4). PMI manufaktur di negara-negara kuat masih banyak yang mengalami kontraksi.

 

Paul Smith selaku Economics Director S&P Global Market Intelligence mengatakan, perekonomian manufaktur Indonesia berakhir pada tahun 2024 dengan catatan positif. Ekspansi untuk pertama kali sejak pertengahan tahun ini menunjukkan bahwa penjualan dan output mengalami kenaikan. 

 

“Terlebih lagi, besar harapan bahwa tren positif ini akan berlanjut,” ujarnya.

 

Menurut Paul, banyak perusahaan berharap kenaikan produksi pada tahun mendatang karena kondisi makro ekonomi stabil dan kekuatan membeli di antara klien membaik. “Sehingga lapangan kerja dan aktivitas pembelian naik,” ungkapnya. (SG-1)