GELOMBANG pemutusan hubungan kerja (PHK) dan bertambah tingkat pengangguran di Tanah Air semakin mencuat sepanjang tahun 2024.
Data terbaru dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menunjukkan bahwa hingga akhir Agustus 2024, setidaknya 46.240 pekerja telah kehilangan pekerjaan.
Jumlah ini menjadi sorotan karena tingginya angka PHK dinilai memerlukan perhatian serius, terutama terkait perlindungan bagi para pekerja yang terdampak.
Baca juga: DPR Desak Pemerintah Atasi Badai PHK, Indonesia Emas Bisa Berubah Jadi Indonesia Cemas
Salah satu upaya pemerintah untuk merespons situasi ini adalah melalui Undang-Undang Cipta Kerja.
Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, menegaskan bahwa regulasi tersebut menjadi titik temu penting antara kepentingan pengusaha dan pekerja di tengah ketidakpastian ekonomi.
"Undang-Undang Cipta Kerja adalah titik temu antara pengusaha dan pekerja,” ujar Edy.
“Semua masukan telah kami terima, tapi beri kesempatan kepada pemerintah untuk menyusun peraturan teknis yang dapat menciptakan keseimbangan antara kebutuhan kedua pihak," ujar Edy saat kunjungan kerjanya di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (6/9).
Tantangan Era Industri dan Pentingnya Keseimbangan
Edy mengakui bahwa di era revolusi industri saat ini, menemukan solusi yang memuaskan semua pihak bukanlah perkara mudah.
Dunia usaha menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan bisnis dan investasi, sementara pekerja tetap mengharapkan kesejahteraan yang layak.
Baca juga: Surabaya Tunjukkan Pengelolaan Ketenagakerjaan Positif di Tengah Lonjakan Kasus PHK
"Kita tentu ingin investasi terus berjalan, tapi di sisi lain kesejahteraan buruh juga harus terjamin,” ucap Edy.
“Titik temu ini memang sulit dicapai, namun kita harus mencegah terjadinya lebih banyak penutupan perusahaan yang akhirnya menghilangkan kesempatan kerja," ungkapnya.
Jateng dan Jabar, Provinsi dengan PHK Terbanyak
Dalam kunjungan kerjanya ke Jawa Tengah (Jateng), Edy mengungkapkan bahwa provinsi tersebut menjadi salah satu wilayah dengan jumlah PHK tertinggi, disusul oleh Jawa Barat.
Dari total 22 ribu pekerja yang terkena PHK, 13.271 di antaranya, atau sekitar 60,3%, berasal dari Jawa Tengah.
Angka ini menambah kekhawatiran terkait bagaimana regulasi bisa lebih efektif dalam menjaga stabilitas tenaga kerja di tengah ketidakpastian ekonomi.
Baca juga: PHK Massal di Industri Tekstil, Sinyal Bahaya untuk Ekonomi Indonesia
Pemerintah diharapkan segera mengeluarkan kebijakan-kebijakan lanjutan yang mampu menjaga keseimbangan antara keberlangsungan usaha dan perlindungan hak-hak pekerja.
Dengan situasi ini, masyarakat menunggu langkah konkret dari pemerintah untuk memastikan bahwa UU Cipta Kerja tidak hanya menjadi dokumen kebijakan, tetapi juga solusi nyata yang mampu melindungi hak-hak pekerja tanpa menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi. (SG-2)