ANGGOTA Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, mengingatkan pemerintah untuk segera mengambil langkah serius dalam menangani gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terus meningkat di Indonesia.
Ia menekankan pemerintah tidak boleh berdiam diri seolah-olah tidak ada masalah, mengingat angka PHK yang semakin tinggi, terutama di sektor-sektor industri tekstil, garmen, dan alas kaki.
"Jangan sampai pemerintah terlihat tenang-tenang saja. Masalah ini harus segera ditangani," tegas Netty dalam keterangan persnya, Kamis (5/9).
Baca juga: Ribuan Pencari Kerja Mengantre Ikuti Job Fair Kota Bandung
Menurut Netty, salah satu faktor utama yang melemahkan industri tekstil dan garmen adalah ketidakmampuan mereka bersaing dengan produk impor dari China.
Ia menilai bahwa banjir barang impor, khususnya dari China, telah menyebabkan industri dalam negeri kehilangan daya saing.
Untuk itu, Netty mendesak pemerintah agar memperketat pengawasan dan regulasi terhadap impor barang dari China.
"Kita harus perketat pengawasan impor dari China, karena industri kita tumbang akibat persaingan yang tidak seimbang," ujarnya.
Baca juga: Badai PHK Mengancam, DPR Desak Pemerintah Bertindak
Selain bersaing dengan harga produk impor yang jauh lebih murah, sektor-sektor ini juga mengalami penurunan permintaan yang signifikan dalam tiga tahun terakhir, memperparah situasi.
Netty menilai, perlu ada pembenahan regulasi untuk melindungi industri dalam negeri.
Pemerintah China, katanya, memberikan subsidi dan kemudahan aturan bagi produsen mereka, yang memungkinkan mereka menjual produk dengan harga lebih rendah.
Indonesia, di sisi lain, belum memiliki kebijakan yang cukup kuat untuk melindungi industri lokal dari serbuan produk asing.
"Kita harus cek bagaimana regulasi kita. Apakah ada celah yang memungkinkan masuknya praktik jual dan impor ilegal," lanjut Netty.
Selain itu, Netty meminta pemerintah untuk melakukan investigasi terkait pengawasan produk impor dan menindak tegas praktik impor ilegal.
Ia mengingatkan bahwa jika masalah ini dibiarkan berlarut-larut, akan semakin banyak industri lokal yang terpaksa mem-PHK karyawannya, yang berujung pada lonjakan angka pengangguran.
Baca juga: PHK Massal di Industri Tekstil, Sinyal Bahaya untuk Ekonomi Indonesia
"Kondisi ini tidak bisa dibiarkan. Jika terus berlanjut, badai PHK ini akan menghasilkan generasi cemas, bukannya generasi emas yang kita impikan untuk masa depan bangsa," kata Netty dengan nada peringatan.
Dalam upayanya mencari solusi, Netty menegaskan bahwa pemerintah harus segera mengeluarkan kebijakan yang mendukung perusahaan agar bisa beroperasi secara sehat dan stabil.
Menurutnya, program seperti job fair yang sering digelar memang menarik minat masyarakat, namun tidak mampu menyelesaikan masalah mendasar dari industri yang mengalami kebangkrutan.
"Job fair mungkin diminati, tapi itu hanya solusi sementara. Yang kita butuhkan adalah fokus pemerintah pada penyehatan perusahaan dan perbaikan regulasi agar industri bisa bangkit kembali," jelas Netty.
Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), badai PHK telah mulai terlihat sejak tahun 2023.
Dari Januari hingga November 2023, tercatat 57.923 pekerja terkena PHK, dengan Jawa Tengah menjadi wilayah yang paling terdampak.
Sektor yang paling banyak terkena PHK adalah manufaktur, tekstil, garmen, dan alas kaki. Selain itu, DKI Jakarta dan Banten juga mengalami lonjakan PHK, terutama di sektor jasa seperti restoran dan kafe.
Netty berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk menangani badai PHK ini sebelum situasinya semakin memburuk.
Jika tidak, mimpi Indonesia Emas 2045 bisa saja berubah menjadi mimpi buruk bagi banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan harapan. (SG-2)