PASAR Legi, yang berdiri megah di Kota Solo, Jawa Tengah, bukan sekadar pasar tradisional. Pasar ini adalah salah satu saksi bisu sejarah panjang perkembangan ekonomi dan budaya di Surakarta.
Terletak di Jalan Sutan Syahrir, Kelurahan Setabelan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta atau Solo, pasar ini telah menjadi pusat perputaran hasil bumi sejak masa kolonial, dengan sejarah yang terkait erat dengan Pura Mangkunegaran.
Sejarah yang Terpatri di Tiap Sudut
Keberadaan Pasar Legi tidak dapat dipisahkan dari masa pemerintahan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I atau yang dikenal sebagai Pangeran Sambernyawa.
Baca juga: Pasar Rangkasbitung: Warisan Sejarah dan Nadi Ekonomi Lebak
Pasar ini didirikan pada saat Mangkunegara I berkuasa, mengadopsi konsep tata ruang tradisional Jawa, di mana sebuah pasar sebagai ruang ekonomi menjadi bagian penting dari keberlangsungan masyarakat.
Pasar Legi adalah representasi kosmologi Jawa yang mewujudkan keseimbangan antara kekuasaan, spiritualitas, dan ekonomi.
Dari bentuknya yang sederhana sebagai los pasar, Pasar Legi mulai bertransformasi pada era Mangkunegara VII, sekitar tahun 1935, menjadi bangunan pasar permanen.
Nama "Legi" sendiri diambil dari salah satu hari pasaran dalam penanggalan Jawa, yang pada masanya merupakan hari teramai bagi pasar ini.
Perkembangan Pasar yang Tak Pernah Tidur
Seiring perkembangan zaman, Pasar Legi tidak hanya menjadi pusat perdagangan hasil bumi bagi masyarakat Solo.
Pasar Legi juga menjadi pusat ekonomi yang selalu ramai, buka 24 jam penuh setiap harinya.
Baca juga: Pasar Pahing: Jejak Sejarah yang Terus Berdenyut di Tengah Kota Kediri
Pasar Legi, Surakarta, salah satu pasar tradisional yang penuh sejarah, kini menghadirkan inovasi baru dalam sistem penjualan.
Dengan tujuan memberikan kenyamanan bagi para pedagang dan pembeli, manajemen pasar memberlakukan sistem shift yang memungkinkan pasar ini buka selama 24 jam.
Langkah ini juga menjadi bagian dari revitalisasi yang membuat Pasar Legi semakin dinamis dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern.
Di lantai atas Pasar Legi, para pedagang tidak lagi beroperasi secara serentak sepanjang hari. Sebaliknya, mereka mengikuti jadwal shift yang telah ditetapkan, di mana setiap pedagang berjualan pada waktu yang berbeda, menciptakan ritme pasar yang terus berputar tanpa henti.
Sebagian pedagang memilih berjualan dari pagi hingga siang hari, sementara yang lain mulai menggelar dagangan di sore hari dan beroperasi hingga malam.
Baca juga: Festival Pasar Rakyat 2024 di Rangkasbitung, Hari Kedua Semarak dengan Beragam Kegiatan
Tidak hanya itu, ada pula pedagang yang berjualan dari dini hari hingga pagi, melayani pembeli yang mencari kebutuhan pokok di awal hari.
Sistem ini menciptakan suasana yang selalu hidup, menjadikan Pasar Legi sebagai pasar induk di Surakarta.
Keunikan lain dari Pasar Legi terletak pada keberadaan area kuliner di lantai dua, tepatnya di sisi timur.
Area ini menjadi tempat berkumpulnya pedagang makanan, menawarkan berbagai hidangan lokal yang menggugah selera.
Dengan penataan yang terorganisir, pedagang kuliner dan pedagang oprokan dapat beroperasi tanpa saling mengganggu.
Hal ini membuat pengalaman berbelanja semakin nyaman bagi para pengunjung yang ingin menikmati sajian kuliner setelah berbelanja kebutuhan pokok.
Dengan adanya pengaturan ini, manajemen pasar berharap seluruh pedagang dapat tertampung di dalam area pasar, tanpa perlu membuka lapak di luar pasar.
Sistem shift 24 jam di Pasar Legi menjadi contoh nyata bagaimana pasar tradisional bisa berkembang mengikuti zaman, tanpa kehilangan nilai-nilai kulturalnya.
Kebijakan ini juga memberikan peluang yang adil bagi semua pedagang untuk tetap produktif, tanpa harus bersaing dalam hal lokasi berjualan.
Selain itu, pasar ini juga menjadi tempat bagi banyak pedagang yang menjual beragam hasil bumi dari perkebunan hingga pertanian, seperti sayuran, buah-buahan, cabai, bawang, dan beras.
Pengunjung juga dapat menemukan bahan-bahan pokok seperti ikan asin, kelapa, bumbu dapur, hingga berbagai barang kebutuhan rumah tangga lainnya.
Berbagai jenis pakaian dan alat-alat rumah tangga juga tersedia di Pasar Legi, menjadikannya tempat belanja yang lengkap bagi masyarakat.
Pasar Legi kini dilengkapi dengan fasilitas modern yang ramah disabilitas, parkiran luas, serta sistem transaksi digital yang mempermudah proses jual beli melalui QRIS atau dompet digital lainnya.
Semua ini menjadikan Pasar Legi tak hanya menjadi pusat perdagangan tradisional, tapi juga modern dan inklusif.
Zona Baru, Pengalaman Belanja yang Berbeda
Data Dinas Perdagangan Kota Surakarta mengungkapkan total jumlah pedagang di Pasar Legi sebanyak 3.160 orang dengan perincian pembagian kios dan los per blok sebagai berikut:
Pasar ini ditata berdasarkan zonasi komoditas, sesuai dengan rencana awal dari Dinas Perdagangan Kota Solo.
Baca juga: Kemeriahan Warnai Hari Kedua Festival Pasar Rakyat (FPR) 2024 di Pasar Pahing, Kediri
Sistem zonasi ini membagi area sesuai dengan jenis dagangan. Misalnya, di Blok D yang terletak di ujung timur, lantai dasarnya didedikasikan untuk pedagang daging dengan ruang tertutup berdinding kaca.
Area ini juga menjadi tempat pedagang kolang-kaling, arang, penggilingan tepung, dan tempe.
Mengarah ke barat, pengunjung akan menemukan Blok C yang berisi kios empon-empon, daging, dan garam.
Terus berjalan ke barat, pengunjung sampai di Blok B yang terkenal dengan komoditas sayur-mayur seperti bawang, cabai, dan hasil bumi lainnya.
Blok A, di sebelah utara Blok B, memiliki berbagai kios yang menjual rambak, pakaian, dan buah-buahan.
Sementara itu, lantai dasar Blok A juga dihuni oleh pedagang sembako, plastik, dan kelontong di lantai 1. Blok B, pada lantai 1, terkenal dengan penjual gerabatan atau hasil pertanian, dan di Blok C terdapat kios kelapa. Blok D di lantai 1 menjadi area penjualan ikan asin.
Di lantai 2 Blok B, disiapkan area khusus untuk pedagang kuliner dan oprokan, menjadikannya destinasi kuliner baru di Solo.
Meskipun mengalami perubahan besar, pasar ini tetap menjadi pusat ekonomi penting di Surakarta atau Solo, menawarkan beragam kebutuhan mulai dari hasil bumi hingga pakaian dan makanan tradisional.
Menyusuri Kelezatan Kuliner Khas di Pasar Legi
Selain sebagai pusat ekonomi, Pasar Legi juga terkenal dengan ragam kuliner tradisional yang bisa dinikmati pengunjung.
Banyak penjaja makanan khas Solo menawarkan berbagai sajian yang menggugah selera.
Di antara yang paling ikonik adalah serabi, jajanan manis yang terbuat dari tepung beras dan santan, yang sering kali disajikan dengan saus gula jawa.
Tak ketinggalan jenang, sejenis bubur manis khas Jawa, yang menjadi favorit para pengunjung.
Bagi pecinta kuliner gurih, sate kere, olahan sate berbahan dasar tempe gembus yang dibakar dan disajikan dengan bumbu kacang, menjadi salah satu hidangan yang wajib dicoba.
Jajanan pasar seperti lupis dan tiwul juga mudah ditemukan di sini, menambah keunikan cita rasa pasar yang mewakili kekayaan budaya kuliner Solo.
Pasar Legi adalah jantung perekonomian rakyat yang mengalir tanpa henti, tempat di mana sejarah, tradisi, dan modernitas bersatu.
Tidak hanya berfungsi sebagai pusat transaksi hasil bumi, tetapi juga sebagai destinasi yang sarat nilai historis dan kuliner yang memanjakan lidah.
Bagi masyarakat Solo, Pasar Legi bukan hanya tempat berbelanja, tetapi juga sebuah warisan yang terus hidup.
Revitalisasi untuk Jawab Tantangan Zaman
Di tengah maraknya pusat perbelanjaan modern dan e-commerce, pasar tradisional seperti Pasar Legi di Surakarta menghadapi tantangan besar.
Perubahan pola belanja masyarakat yang kini lebih condong pada kenyamanan belanja daring dan kecepatan transaksi membuat pasar-pasar ini perlu beradaptasi.
Jika tidak, pasar-pasar tradisional bisa tertinggal dalam persaingan dan kehilangan daya tariknya.
Namun, Pasar Legi telah mengambil langkah penting untuk tetap relevan. Salah satu inisiatifnya adalah menerapkan sistem shift 24 jam, yang tidak hanya menawarkan fleksibilitas bagi para pedagang tetapi juga memastikan pasar tetap hidup sepanjang waktu.
Pembeli pun kini memiliki lebih banyak kesempatan untuk berbelanja di berbagai waktu yang lebih sesuai dengan rutinitas harian mereka.
Ini adalah solusi yang menarik untuk menarik minat pembeli kembali ke pasar.
Tetapi, untuk bisa bersaing di era digital, revitalisasi yang lebih menyeluruh sangat dibutuhkan.
Pasar Legi tidak hanya perlu beroperasi lebih lama, namun juga harus memberdayakan para pedagangnya dengan pelatihan dalam berbagai aspek.
Salah satunya adalah digitalisasi, yang dapat membuka peluang bagi pedagang untuk menjangkau konsumen lebih luas melalui platform daring.
Literasi keuangan juga sangat penting, agar pedagang dapat mengelola keuangan mereka dengan lebih baik dan memanfaatkan program bantuan yang mungkin tersedia.
Sertifikasi halal bagi produk yang dijual di Pasar Legi bisa menjadi nilai tambah, terutama dengan meningkatnya permintaan terhadap produk-produk halal di Indonesia.
Selain itu, kebersihan pasar harus selalu menjadi prioritas.
Dengan lingkungan yang lebih bersih dan teratur, kepercayaan konsumen terhadap pasar akan meningkat, yang tentunya berdampak pada peningkatan jumlah pengunjung.
Revitalisasi Pasar Legi adalah langkah penting dalam menghadapi tantangan era modern.
Dengan adaptasi yang tepat, pasar ini bisa tetap menjadi pusat ekonomi lokal yang berdaya saing, sambil mempertahankan identitas sebagai salah satu pasar tradisional yang kaya sejarah. (SG-2)