PERTEMUAN pertama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral, Finance Ministers and Central Bank Governors (FMCBG) di bawah Presidensi G20 Brasil digelar di Sao Paulo, Brasil, pada 28-29 Februari 2024.
Masalah-masalah yang mengemuka dalam pertemuan tersebut adalah berbagai tantangan ekonomi, kesehatan, dan geopolitik telah memperparah salah satu permasalahan utama dunia, yaitu kemiskinan dan kelaparan.
Kondisi tersebut tentu saja dapat menghambat pencapaian pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif, khususnya di negara berkembang.
Baca juga: Bank Indonesia Optimistis Hadapi Tantangan Pasar Keuangan Global
Itulah sebabnya negara G20 sepakat secara konsisten memperkuat semangat multilateralisme melalui kerja sama untuk mengatasi tantangan perekonomian global.
Pada pertemuan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memimpin delegasi Republik Indonesia.
Pada forum itu, menurut siaran pers yang dilansir bi.go.id, Jumat (1/3),
Gubernur BI menyampaikan koordinasi kebijakan moneter dan fiskal telah membawa kinerja perekonomian Indonesia menjadi terbaik di antara negara berkembang.
Gubernur BI juga menyoroti koordinasi kebijakan fiskal-makroprudensial yang telah dilakukan.
“Pada saat kebijakan fiskal memberikan prioritas insentif pada sektor tertentu, kebijakan makroprudensial melengkapi dengan turut memberikan insentif likuiditas yang dialokasikan kepada bank pemberi pinjaman ke sektor-sektor tersebut sehingga turut mendorong pertumbuhan dengan tetap menjaga stabilitas makroekonomi,” jelas Perry.
Tren digitalisasi
Selain itu, Gubernur BI juga menyoroti tiga tren digitalisasi di sektor keuangan, yaitu digitalisasi di sistem pembayaran, digitalisasi di perbankan dan industri keuangan, serta digitalisasi melalui konektivitas cross-border payments.
Dari tren dimaksud, Gubernur BI menyampaikan lima peran pembuat kebijakan di G20. Pertama, rethink and review konsolidasi industri perbankan dan pembayaran, baik dari sisi transaksi, interkoneksi, kapasitas, manajemen risiko, dan teknologi informasi.
“Kedua, memperkuat regulasi dan supervisi, termasuk manajemen risiko dan keamanan siber. Ketiga, regulasi kepemilikan dan privasi data, baik data publik, data kontraktual, maupun data pribadi. Keempat, cross-border governance, baik dari sisi teknis, regulasi dan supervisi, nilai tukar dan capital flows. Kelima, literasi keuangan dan edukasi, antara lain perlindungan konsumen dan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU-PPT),” imbuh Perry.
Pertemuan pertama FMCBG di bawah Presidensi Brasil dimaksud membahas berbagai agenda penting yang dipayungi oleh tema utama Presidensi Building a Just World and a Sustainable Planet, yaitu peran kebijakan ekonomi dalam mengatasi ketidaksetaraan (inequalities), perkembangan perekonomian global, sektor keuangan dan kebijakan perpajakan internasional untuk abad ke-21, serta global debt dan pembangunan berkelanjutan.
Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral sepakat perekonomian global berubah secara cepat, namun masih dibayangi oleh ketidakpastian. Selain itu, ketegangan geopolitik yang semakin meluas berisiko meningkatkan ancaman perekonomian kedepan.
“Oleh karena itu, G20 sepakat untuk mengoptimalkan kerja sama internasional. Dalam pembahasan terkait agenda sektor keuangan, para gubernur bank sentral sepakat bahwa penting untuk memanfaatkan potensi teknologi digital, termasuk aset kripto, Central Bank Digital Currencies, dan cross-border payments, namun tetap mengedepankan regulasi untuk mengantisipasi risiko yang melekat,” jelas Gubernur BI lagi
Pertemuan perdana untuk tingkat Menteri Keuangan dan Gubernur ini dihadiri oleh seluruh anggota G20, termasuk African Union yang telah menjadi anggota tetap G20, negara undangan (Angola, Mesir, Nigeria, Norwegia, Portugal, Spanyol, Singapura, Swiss, and Uni Emirat Arab), serta sejumlah organisasi internasional. (SG-1)