Ekonomi

Menkop UMKM Dukung Fintech Amarta Turut Dorong Pemberdayaan Pelaku UMKM

Kunci utama terwujudnya ekosistem keuangan inklusif bagi UMKM adalah sinergi dan kolaborasi secara komprehensif

By Sokoguru  | Sokoguru.Id
07 Maret 2024
Menkop UKM Teten Masduki pada acara launching Amartha Village: New Home Stronger Growth di Jakarta, Rabu malam (6/3). (Ist/Kemenkop UKM)

PARA pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tidak mudah dan kerap memiliki sejumlah untuk mengembangkan usaha dan meningkatkan omzet mereka. 

 

Kendala yang kerap dihadapi para pelaku UMKM adalah terbentur masalah modal. Terkait masalah permodalan yang dialami UMKM merupakan peluang sektor perbankan untuk memberi pembiayaan.

 

Namun masalah tawaran pembiayaan untuk UMKM bukan tergolong seksi untuk pihak perbankan. Mereka masih khawatir akan menghadapi kredit macet.

 

Baca juga: Dorong Penjualan Produk UMKM, Dharma Wanita Kemenparekraf Gelar Bazar

 

Dalam upaya menumbuhkan dan mengembangkan sektor UMKM, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengapresiasi dan mendukung Amartha (PT Amartha Mikro Fintek) sebagai pionir Fintech Peer to Peer (P2P) dan investasi online untuk terus tumbuh membangun ekosistem keuangan mikro.

 

Perlu diketahui bahwa financial technology (fintech) pinjaman atau pinjaman peer-to-peer atau pinjaman P2P adalah layanan pinjam meminjam uang dalam mata uang rupiah langsung antara kreditur atau pemberi pinjaman (lender) dengan debitur atau peminjam (penerima manfaat).

 

"Kehadiran Amartha yang masuk di akar rumput, terutama kalangan ibu-ibu, merupakan solusi bagi perkuatan modal usaha mikro," ucap Teten Masduki pada acara launching Amartha Village: New Home Stronger Growth di Jakarta, Rabu malam (6/3).

 

Baca juga: Pemkot Yogyakarta Ajak Masyarakat Beli dan Dukung Produk UMKM Lokal

 

Melalui Amartha itu pula diharapkan UMKM dapat lebih terhubung dengan ekonomi digital yang berkembang pesat dari sisi permodalan, investasi, dan layanan pembayaran. 

 

Menteri Teten mengakui, saat ini, rasio kredit perbankan untuk UMKM masih berada di kisaran 20%. Sementara rasio kredit sejenis di luar negeri sudah di atas 30%. 

 

Tercatat di Indonesia, porsi kredit usaha mikro sebesar 22%, usaha kecil 33%, dan usaha menengah 45%. 

 

Baca juga: Dorong Sektor UMKM, OJK Gelar Literasi Keuangan untuk Masyarakat di Magelang, Jateng

 

"Jika dibandingkan, Thailand dan Malaysia, Indonesia masih tertinggal karena kedua negara tetangga itu sudah berada di atas 40 persen. Bahkan, di Korea Selatan sudah lebih dari 80%," ucap Menkop UKM sebagaimana dilansir situs Kemenkop UKM.

 

Teten juga mengapresiasi langkah Amartha yang tidak melakukan pendekatan berbasis kolateral dalam mengucurkan kredit bagi usaha mikro dan kecil. 

 

Melainkan menggunakan skema credit scoring. "Amartha jadi lebih mengetahui dan memahami nasabahnya dan bisa membangun ekosistem pembiayaan mikro," ucap Menkop UKM.

 

Di banyak negara lain, menurut Teten, skema credit scoring lebih banyak digunakan sehingga tidak digunakan agunan yang memberatkan nasabah UMKM.

 

 "Di negara lain, bank berani memberikan kredit bagi usaha mikro dan kecil, karena mereka sudah terhubung ke rantai nilai atau masuk rantai pasok industri," jelasnya.

 

Selain itu, menurut Menkop UKM, rendahnya tingkat literasi keuangan pelaku UMKM menjadi salah satu penyebab minimnya akses lembaga keuangan terhadap sektor tersebut.

 

"Untuk itu, inklusi keuangan menjadi salah satu pilar dalam pengembangan UMKM," ujar Teten.

 

Menkop UKM menekankan langkah untuk terus menginisiasi kebijakan dan program dalam mengembangkan dan memperkuat ekosistem keuangan bagi UMKM. 

 

Pertama, peningkatan akses pembiayaan KUR dan KUR Klaster, termasuk pendampingan UMKM untuk mengakses KUR. 

 

Kedua, inisiasi implementasi Credit Scoring. Ketiga, inisiasi model pengembangan skema pembiayaan FPO (Farmer Producer Organization).

 

Keempat, melalui LPDB-KUMKM sebagai holding satuan kerja ultra mikro, fokus pada pelaksanaan penyaluran dan pengelolaan dana bergulir untuk koperasi baik sektor riil maupun simpan pinjam yang diteruskan ke UMKM. 

 

"Kunci utama terwujudnya ekosistem keuangan inklusif bagi UMKM adalah sinergi dan kolaborasi secara komprehensif," jelas Teten.

 

Ekonomi Akar Rumput

 

Dalam kesempatan yang sama, Founder dan CEO PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) Andi Taufan Garuda Putra menjelaskan, Amartha merupakan platform teknologi keuangan mikro yang memiliki misi untuk mewujudkan kesejahteraan bersama lewat pembangunan infrastruktur keuangan digital bagi ekonomi akar rumput. 

 

Berdiri sejak 2010, Amartha hadir sebagai microfinance untuk menghubungkan usaha mikro pedesaan yang dijalankan perempuan tangguh dengan akses permodalan terjangkau.

 

"Kini, Amartha tumbuh sebagai perusahaan teknologi yang membangun ekosistem keuangan mikro sehingga lebih terhubung dengan ekonomi digital yang berkembang pesat melalui permodalan, investasi, dan layanan pembayaran," kata Taufan.

 

Bagi Taufan, Amartha akan terus memajukan ekonomi piramida bawah dengan meningkatkan daya saing kewirausahaan mikro dan kecil. 

 

"Dengan demikian, kami memberdayakan lebih banyak UMKM perempuan, menciptakan lapangan kerja, dan membangun pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif," kata Taufan.

 

Taufan menambahkan, pada 2022, Amartha membentuk Amartha.org untuk melakukan berbagai intervensi di bidang pendidikan, pemberdayaan perempuan, dan transformasi digital bagi percepatan kesejahteraan yang merata, hingga perbaikan kualitas hidup masyarakat di lapisan piramida terbawah.

 

Di Indonesia, kata Taufan, Amartha menjadi pionir modernisasi keuangan mikro dengan memperkenalkan akses microfinance melalui marketplace

 

Melalui platform ini, pendana individu dan institusi dapat langsung berpartisipasi dalam menyalurkan permodalan bagi pengusaha mikro dan UKM di pedesaan.

 

"Saya melihat bagaimana modal kerja yang relatif kecil bisa membawa perubahan besar bagi perempuan pelaku usaha mikro di pedesaan," ucap Taufan. (SG-2)