Ekonomi

Menkop UKM: Hilirisasi Komoditas Rempah, Kunci Kejayaan Ekonomi Nusantara

Menkop UKM, Teten Masduki, menekankan pentingnya pengolahan rempah sebelum ekspor untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi dan menciptakan lapangan kerja di dalam negeri.

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
14 Oktober 2024
Menkop UKM, Teten Masduki, menekankan pentingnya pengolahan rempah sebelum ekspor untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi dan menciptakan lapangan kerja di dalam negeri. (Ist/Kemenkop UKM)

INDONESIA, yang dikenal sebagai salah satu penghasil rempah terbesar di dunia, harus mulai memperkuat posisi dalam rantai pasok global dengan menerapkan hilirisasi pada komoditasnya. 

 

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM), Teten Masduki, menekankan pentingnya pengolahan rempah sebelum ekspor untuk meningkatkan nilai tambah ekonomi dan menciptakan lapangan kerja di dalam negeri.

 

"Hasil bumi seperti tambang, perkebunan, pertanian, hingga komoditas kelautan, termasuk rempah, tidak boleh lagi diekspor dalam bentuk bahan mentah. Hilirisasi adalah kunci untuk memaksimalkan nilai ekonomi," ujar Teten dalam Forum Diskusi dan Temu Bisnis bertema 'Penguatan Ekonomi Berbasis Rempah' di Bogor, Sabtu (12/10).

 

Baca juga: Jelajah Pesona Jalur Rempah 2024 Memacu Event Kreatif di Bangka Belitung

 

Menyongsong Status Negara Maju

 

Teten menegaskan bahwa hanya dengan mengolah sumber daya alamnya, Indonesia dapat bertransformasi menjadi negara berpendapatan tinggi, yang diproyeksikan pada 2045. 

 

Dengan pendapatan per kapita saat ini baru mencapai 5000 dolar AS, Indonesia masih jauh dari target minimum 13.200 dolar AS sebagai syarat negara maju.

 

"Indonesia perlu membangun industri yang berkelanjutan. Bukan hanya industri yang bergantung pada bahan baku dari luar, tetapi berbasis keunggulan domestik kita, seperti nikel, bauksit, rumput laut, dan tentu saja, rempah," tambah Teten.

 

Rempah dan Hilirisasi Multisektor

 

Rempah, yang telah menjadi ciri khas Indonesia sejak zaman dahulu, kini memiliki peluang besar untuk diolah di berbagai sektor industri. 

 

Selain menjadi bahan baku bumbu, rempah juga dapat dimanfaatkan dalam industri farmasi, makanan-minuman, dan kecantikan.

 

Baca juga: Peringati Hari Maritim Nasional, BRIN- Monash University Gelar Forum Jalur Rempah

 

Teten mencontohkan kesuksesan hilirisasi nilam, komoditas yang diolah menjadi minyak atsiri dan sekarang menjadi bahan baku utama industri parfum dunia, dengan 80% pasokan berasal dari Indonesia. 

 

Demikian pula, hilirisasi cabai yang diolah menjadi pasta serta cokelat yang sudah memiliki pabrik pengolahannya, memberikan nilai tambah bagi perekonomian.

 

"Teknologi untuk hilirisasi sebenarnya sudah kita kuasai. Kita sudah membangun pabrik-pabrik kecil untuk mengolah sumber daya alam menjadi produk setengah jadi atau jadi," ungkap Teten.

 

Namun, ia juga mengakui bahwa industri rempah Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan, seperti ketidakstabilan harga, kurangnya infrastruktur, serta akses pasar yang terbatas.

 

Potensi Ekonomi yang Masih Terpendam

 

Asisten Deputi Pengembangan Kawasan dan Rantai Pasok Kemenkop UKM, Dr. Ali, mengungkapkan bahwa potensi ekonomi rempah Indonesia dari hulu ke hilir mencapai 3.000 triliun rupiah per tahun.

 

 Sayangnya, potensi ini belum sepenuhnya terkonsolidasi dan tercatat dengan baik.

 

"Ada BUMN asal Tiongkok yang telah bermain dalam industri rempah Indonesia selama 35 tahun tanpa tercatat secara formal,” jelasnya.

 

“Kami akan memetakan ekosistem bisnis rempah agar koperasi dan UMKM menjadi tulang punggung industri ini," kata Ali.

 

Baca juga: Wapres Ma’ruf Amin Beri Tiga Pesan Penting untuk Percepat Pertumbuhan Rempah Nusantara

 

Ali menambahkan, strategi hulu ke hilir akan menghubungkan para petani skala mikro dan kecil dengan industri besar sebagai offtaker

 

Ini akan menciptakan ekosistem bisnis rempah yang berkelanjutan, mulai dari bahan baku, proses industri, hingga pemasaran.

 

Sementara itu, Ketua Umum Dewan Rempah Kejayaan Indonesia, Dr. Tjokorda Ngurah Agung Kusuma Yudha, menyoroti bahwa meskipun Indonesia memiliki produk rempah yang lebih banyak dibandingkan China, 80% perdagangan rempah dunia masih dikuasai oleh China. 

 

Hal ini disebabkan karena rempah Indonesia masih diekspor dalam bentuk bahan mentah.

 

"Kita berharap hilirisasi rempah di Indonesia dapat berkembang seperti hilirisasi sektor tambang, sehingga kita bisa menikmati nilai tambah dari komoditas yang kita miliki," pungkas Tjokorda.

 

Dengan potensi besar di pasar global, hilirisasi rempah bukan hanya sebuah peluang ekonomi, tetapi juga langkah strategis untuk mengembalikan kejayaan Indonesia sebagai pusat rempah dunia. (SG-2)