Ekonomi

MA Dorong Akademisi Tinjau Ulang Substansi UU Perlindungan Konsumen

Konsumen memiliki beberapa jalur untuk mempertahankan hak mereka, baik melalui non-litigasi seperti mediasi dan arbitrase, maupun litigasi melalui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen)  atau Pengadilan Negeri

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
28 Juni 2024
Hakim Agung Mahkamah Agung RI Syamsul Maarif, S.H., LL.M., PhD, menjadi pembicara kunci pada Seminar “Enforcement of Consumer Protection Laws in E-Commerce Transaction : National and Transnational Legal Perspective” di  Kampus Unpad, 

HAKIM Agung Mahkamah Agung (MA) Syamsul Maarif, S.H., LL.M., PhD, menyatakan bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang telah diadopsi sejak 25 tahun lalu masih belum berjalan efektif. 

 

Dalam seminar bertema “Enforcement of Consumer Protection Laws in E-Commerce Transaction: National and Transnational Legal Perspective” di Universitas Padjadjaran (Unpad), ia mengungkapkan pentingnya tinjauan ulang terhadap substansi UU ini.

 

Kritik terhadap Implementasi UU Perlindungan Konsumen

 

Hakim Syamsul menilai bahwa meskipun UU Perlindungan Konsumen merupakan produk strategis reformasi, sebanding dengan UU Antikorupsi dan UU Antimonopoli, implementasinya belum optimal.

 

Baca juga: Survei BI: Optimisme Konsumen Tetap Kuat, meski Pendapatan Sedikit Menurun

 

 “Dari beberapa UU hasil reformasi ini, saya punya impresi UU Perlindungan Konsumen yang not working well,” ujarnya sebagaimana dilansir situs Unpad, Kamis (27/6).

 

Seminar ini diselenggarakan oleh Fakultas Hukum (H)  Unpad bekerja sama dengan Mahkamah Agung dan Pengadilan Federal Australia.

 

Perlindungan Konsumen: Pilihan Jalur Non-Litigasi dan Litigasi

 

Menurut Hakim Syamsul, konsumen memiliki beberapa jalur untuk mempertahankan hak mereka, baik melalui non-litigasi seperti mediasi dan arbitrase, maupun litigasi melalui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen)  atau Pengadilan Negeri. 

 

Namun, ia mengakui kurangnya data statistik mengenai penyelesaian kasus melalui kedua jalur tersebut. 

 

Baca juga: Survei Bank Indonesia : Indeks Keyakinan Konsumen April 2024 Lebih Tinggi

 

“Baik melalui non-litigasi ataupun litigasi, the data is not develop yet,” katanya sebagaimana dikutip situs Unpad, Jumat (28/6).

 

Potensi Penelitian Akademisi

 

Hakim Syamsul mendorong akademisi untuk meneliti lebih lanjut mengenai efektivitas UU Perlindungan Konsumen. 

 

“Apa yang salah dengan UU Perlindungan Konsumen? Apakah substansinya tidak tepat, ataukah lembaganya yang tidak tepat?” tanyanya. 

 

Ia menyoroti bahwa di beberapa negara maju, praktik perlindungan konsumen sudah berjalan dengan baik, sementara di Indonesia, pelaku usaha sudah mulai mengimplementasikan kebijakan perlindungan konsumen, meskipun regulasi masih tertinggal.

 

Perlunya Tinjauan Ulang Desain UU

 

Melalui seminar tersebut, Mahkamah Agung mendorong akademisi untuk meninjau kembali desain UU Perlindungan Konsumen yang belum pernah diamandemen sejak diadopsi 25 tahun lalu. 

 

Hakim Syamsul menyarankan agar substansi UU ditinjau, termasuk beratnya sanksi dan kejelasan struktur pengaturannya. 

 

Baca juga: Lindungi konsumen, Kemendag Pimpin Pemusnahan Baja Tulangan Beton tidak Sesuai SNI

 

“Desain UU perlu dilihat kembali substansinya, apakah sanksinya kurang berat? Apakah struktur substansi dalam pengaturannya jelas atau tidak,” tegasnya.

 

Seminar Internasional

 

Seminar ini juga menghadirkan narasumber lainnya, yaitu Hakim Pengadilan Federal Australia Robert James Bromwich, Guru Besar Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, MLI., 


 

Selain itu, menghadirkan pula  Dosen FH Unpad Dr. Susilowati S. Dajaan, M.H. Acara dibuka oleh Wakil Dekan Bidang Pembelajaran, Kemahasiswaan, dan Riset FH Unpad Achmad Gusman Catur Siswandi, LLM, PhD.


 

Melalui tinjauan ulang dan penelitian lebih mendalam, diharapkan UU Perlindungan Konsumen dapat dioptimalkan untuk benar-benar melindungi hak-hak konsumen di Indonesia. 

 

Perubahan substansial dalam kebijakan dan implementasi yang lebih tegas akan menjadi kunci dalam menjadikan UU ini lebih efektif dan responsif terhadap kebutuhan konsumen. (SG-2)