SALAH satu tantangan dalam budi daya lobster adalah ketersediaan dan rantai pasok pakannya yakni kerang cokelat. Pakan kekerangan terbukti dapat meningkatkan laju pertumbuhan dan produksi dalam budi daya lobster.
Pakan kekerangan juga memiliki kandungan gizi yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi untuk menunjang tumbuh kembang lobster sehingga produksi budi daya lobster diharapkan turut meningkat.
Direktur Jenderal (Dirjen) Perikanan Budi Daya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Tb Haeru Rahayu di Lombok, NTB, dalam keterangan resmi yang dirilis KKP, beberapa waktu lalu.
Baca juga: KKP-Vietnam: Sukses Budi Daya Lobster, Kini Perluas Kerja Sama dengan Tuna, Rumput Laut
Untuk itu, lanjutnya, KKP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budi Daya (DJPB) terus berinovasi, salah satunya adalah penyediaan pakan lobster yang cukup baik jumlah maupun kualitasnya untuk mendukung produksi secara maksimal.
“Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok telah berhasil menguasai teknologi pembenihan dan pembesaran kerang coklat Mytilopsis adamsi,” kata Tebe, sapaan akrab Haeru Rahayu.
Lebih lanjut, ia menegaskan alasan mengapa DJPB mencoba mengembangkan kerang cokelat tersebut. “Kerang cokelat dapat menjadi pakan berkualitas bagi lobster dengan kandungan nutrisi yang baik. Alasan lainnya adalah kerang cokelat tidak dikonsumsi manusia. Sehingga dapat fokus untuk pakan lobster saja, tidak ada lagi alasan persaingan/kompetisi sumber makanan antara manusia dan lobster,” tuturnya..
Baca juga: KKP: Mekanisme Pembagian Kuota benih bening lobster ke Nelayan Disederhanakan
Tebe menambahkan, keunggulan lain dari kerang cokelat adalah pertumbuhannya cepat dan mudah dibudidayakan. Merujuk dari beberapa referensi, kerang cokelat sangat toleran terhadap salinitas hingga 15 – 25 ppt atau perairan payau.
“Kerang cokelat ini sebaiknya dikembangkan di wilayah yang relatif dekat dengan sentra budi daya lobster. Sebab, pertumbuhan kerang cokelat yang sangat cepat, harus dikendalikan dengan memanennya sebagai pakan lobster yang memangsa kerang cokelat hasil budidaya,” imbuh Tebe.
Ia juga berharap melalui inovasi teknologi BPBL Lombok yaitu budi daya kerang cokelat sebagai pakan lobster dapat berkontribusi dalam peningkatan produktivitas lobster, sehingga Indonesia bisa sebagai produsen lobster dunia.
Baca juga: KKP Terapkan Sertifikasi Budi Daya Lobster Supaya Jadi Global Supply Chain
Tebe mengingatkan Indonesia punya potensi menjadi produsen utama lobster dunia karena memiliki sumber Benih Bening Lobster (BBL) yang sangat besar. Hasil penelitian menunjukkan tingkat sintasan atau kelulusan hidup lobster di alam hanya 0,01%.
“Sangat berharga sekali jika 1 ekor benih bisa menjadi lobster dewasa berkualitas. Oleh karenanya, kami berharap teknologi budi daya kerang coklat di BPBL Lombok dapat diaplikasikan di sentra-sentra budidaya lobster, dari mulai pembenihan, pendederan hingga pembesaran lobster,”tandasnya.
Komoditas utama
Sementara itu, Analis Akuakultur Ahli Madya BPBL Lombok, Bayu Priyambodo, menjelaskan, Spiny lobster bersifat bentik dan memiliki pola makan yang sulit, berantakan dan pemilih.
Lobster memilih makannya dari berbagai jenis pakan mulai bivalvia, gastropoda, crustacean sebagai pakan utama dan sekundernya. Sesekali mereka mau makan polychaeta, echinodermata, rumput laut dan ikan. Sehingga sangat pas pengembangan kerang cokelat ini sebagai komoditas utama untuk pakan lobster yang dibudidayakan di Lombok.
Bayu kembali menerangkan budi daya kerang cokelat telah berhasil dikuasai teknis pembenihan hingga pembesarannya. “Target utama kami adalah menjadikan kerang cokelat sebagai salah satu sumber pakan utama lobster,” ujarnya.
Bayu berharap kerang cokelat dapat menjadi solusi konkret bagi pembudi daya lobster yang hingga saat ini masih mengandalkan pakan ikan rucah. Pembudidaya menghadapi beberapa masalah dalam penggunaan ikan rucah sebagai pakan lobster yaitu terutama suplai yang tidak konsisten, persaingan sebagai sumber pangan manusia, dan kualitas.
“Melalui pengembangan budi daya kerang coklat, maka nantinya kita akan selalu mendapatkan pakan 100% segar untuk lobster yang kita budidayakan,” ungkap Bayu.
Bayu menambahkan, secara teknis, salah satu keunggulan kerang coklat adalah masa pertumbuhannya cepat, yakni dalam waktu 2-3 bulan bisa menghasilkan sekitar 25 sampai dengan 30 kg koloni kerang per meter kubik atau setara dengan 10.000 sampai 15.000 ekor dengan size 2 hingga 3 gram per ekor kerang.
Dibutuhkan setidaknya 50 sampai 100 hektare (ha) tambak payau untuk memproduksi kerang cokelat dalam rangka mendukung satu kawasan budi daya lobster, seperti di Lombok ini.
Setelah sekitar empat bulan mengimplementasikan kegiatan pembenihan dan pembesaran kerang cokelat, BPBL Lombok telah memproduksi sebanyak 200 spat kolektor kerang cokelat dengan calon induknya lebih sebanyak 150.000 ekor, yang sebagian telah didistribusikan ke Lampung, Batam, Situbondo dan Karangasem.
Bayu kembali menegaskan untuk berhati-hati dalam mengembangkan budi daya kerang cokelat ini, karena mereka ini termasuk spesies invasif, yaitu dapat tumbuh sangat cepat, relatif sangat tinggi toleransinya terhadap lingkungan baru, mendominasi habitat, sinar matahari dan nutrisi.
Namun, pengembangan budi daya kerang coklat di Lombok dinilai sudah tepat dan cocok karena merupakan wilayah kawasan budi daya lobster, dimana permintaan untuk pakan lobster jauh lebih tinggi dari sifat invasifnya, sehingga dampak invasif berubah menjadi positif.
“Dengan kata lain sifat invasif kerang ini bisa kita ubah menjadi permisif,” pungkas Bayu. (SG-1)