RENCANA pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada 2025 menuai kritik keras dari berbagai kalangan, termasuk Ketua Asosiasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (IUMKM) AKU Mandiri, Hermawati Setyorini.
Ia menilai kebijakan tersebut tidak hanya membebani daya beli masyarakat, tetapi juga memperparah tekanan terhadap pelaku UMKM yang saat ini menghadapi berbagai tantangan ekonomi.
“Kenaikan PPN ini akan membuat daya beli masyarakat menurun drastis,” ucap Hermawati.
Baca juga: Kenaikan PPN 12%: Sebuah Kebijakan yang Kurang Tepat di Waktu yang Salah
“Di sisi lain, UMKM sebagai tulang punggung ekonomi justru semakin terjepit. Pemerintah seperti asyik mencari pendapatan dari pajak tanpa memikirkan dampaknya,” ujar Hermawati kepada Sokoguru, Kamis (21/11).
UMKM dan Pasar Lokal Kian Tertekan
Hermawati menyoroti bahwa dominasi produk impor di pasar domestik telah menjadi tantangan besar bagi UMKM. Menurutnya, kenaikan PPN ini ibarat “serangan dari dalam” yang semakin melemahkan daya saing produk lokal.
“Indonesia sedang dikuasai produk luar, tapi pemerintah malah menambah beban UMKM dengan kebijakan yang tidak bijak ini. Kenaikan PPN 12% hanya akan memperburuk keadaan dan membuat pelaku usaha kecil semakin sulit bertahan,” tegasnya.
Ketua IUMKM AKU Mandiri juga menggambarkan dampak nyata bagi pelaku usaha kecil.
Baca juga: Kenaikan PPN 12 Persen pada 2025 Dikritik, Anggota DPR: Beban Pelaku UMKM Semakin Berat
Penurunan daya beli masyarakat tidak hanya mengurangi pendapatan mereka, tetapi juga membuat inovasi untuk bertahan menjadi semakin sulit.
“Jika sebelumnya ada 100 pembeli, sekarang mungkin hanya tersisa 50. Tapi kebutuhan keluarga dan biaya produksi tetap harus dipenuhi. Menurunkan harga juga bukan solusi karena harga barang di pasaran terus naik,” tambahnya.
Minimnya Pelibatan Asosiasi UMKM
Hermawati mengaku kecewa karena asosiasinya tidak dilibatkan dalam perencanaan kebijakan ini.
Menurutnya, diskusi yang pernah dilakukan terkait pajak UMKM berbeda dengan kebijakan kenaikan PPN ini, yang dianggap sepihak.
“Kami sama sekali tidak tahu soal rencana ini. Pemerintah seharusnya melibatkan kami dalam perencanaan, tapi masukan kami sering kali diabaikan. Ini menunjukkan bahwa harapan untuk didengar sangat kecil,” ungkapnya.
Seruan untuk Menunda Kebijakan
Hermawati mendesak pemerintah menunda pemberlakuan kenaikan PPN hingga kondisi UMKM lebih stabil. Ia juga menyarankan pemerintah mencari sumber pendapatan lain yang tidak membebani pelaku usaha kecil.
“Pendapatan negara tidak harus selalu dari pajak. Sumber daya alam kita melimpah, kenapa tidak fokus memanfaatkannya? Kebijakan ini jelas akan menghancurkan daya saing UMKM,” tuturnya.
Ia menambahkan bahwa UMKM membutuhkan dukungan konkret dari pemerintah untuk bertahan, terutama di tengah maraknya produk impor yang mendominasi platform e-commerce seperti TikTok Shop.
“Solusi seperti berinovasi itu miris. Pasar kami sudah kecil, harga sulit ditekan, dan produk impor semakin merajai. Ini seperti meminta kami bertahan tanpa alat,” ujarnya dengan nada kecewa.
UMKM: Tulang Punggung Ekonomi yang Terabaikan
Hermawati mengakhiri dengan seruan agar pemerintah mempertimbangkan kebijakan ini secara matang. Menurutnya, UMKM adalah tulang punggung ekonomi nasional yang layak mendapat perhatian dan perlindungan lebih besar.
“Kondisi sudah sulit, dan kebijakan ini hanya akan memperparah keadaan. UMKM bisa kehilangan daya saing bahkan terpuruk. Saya harap pemerintah menunda kebijakan ini dan benar-benar mempertimbangkan dampaknya,” pungkasnya.
Baca juga: Kenaikan PPN Jadi 12 Persen, Legislator Soroti Dampak Bagi Petani dan Nelayan
Kenaikan PPN 12% tidak hanya soal angka, tetapi juga tentang masa depan jutaan pelaku usaha kecil yang menjadi fondasi ekonomi Indonesia.
Keputusan pemerintah diharapkan mampu mencerminkan keberpihakan pada rakyat kecil, bukan sekadar mengejar target pendapatan negara. (Fajar Ramadan/SG-2)