KETUA Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumandiri), Hermawati Setyorinny, menyampaikan kritik keras terhadap kebijakan pemerintah yang akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun depan.
Ia menilai langkah ini sebagai beban tambahan yang akan memberatkan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“UMKM saat ini seperti dipukul dari segala arah—kiri, kanan, atas, bawah. Ditambah lagi dengan PPN 12%,” ujar Hermawati sebagaimana dilansir Tempo, Minggu (29/12).
Baca juga: Kenaikan PPN 12% Bisa Lemahkan Daya Beli Masyarakat Kelas Menengah
Harga Barang Melonjak, Daya Beli Melemah
Menurut Hermawati, kenaikan PPN akan berdampak langsung pada peningkatan harga barang dan jasa, termasuk bahan baku yang digunakan oleh UMKM.
Akibatnya, biaya produksi melonjak, memaksa pelaku usaha menaikkan harga jual, yang pada gilirannya dapat mengurangi daya beli masyarakat.
“Kalau daya beli turun, omzet UMKM juga akan terdampak. Bagaimana pelaku usaha bisa meningkatkan pendapatan jika kebijakan pemerintah justru tidak mendukung?” tambah Hermawati.
Baca juga: Gen-Z dan Fanbase K-Pop Desak Presiden Prabowo Batalkan PPN 12%
Selain PPN, pelaku UMKM juga harus menghadapi berbagai pungutan lain, seperti Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pajak restoran, dan pajak hiburan, yang semakin menambah tekanan pada sektor ini.
Insentif Pajak Dinilai Belum Cukup
Pemerintah memang memberikan sejumlah insentif, seperti perpanjangan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final 0,5% hingga 2025 dan pembebasan PPh bagi UMKM dengan omzet di bawah Rp 500 juta per tahun.
Namun, Hermawati menilai langkah ini tidak cukup untuk mengimbangi dampak kenaikan PPN.
“Insentif itu tidak akan berdampak signifikan selama pemerintah tetap menaikkan PPN,” tegasnya.
Kritik Multiplier Effect dari Pakar Ekonomi
Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Askar, sependapat dengan Hermawati.
Ia menyebut bahwa kebijakan pemerintah kurang mempertimbangkan efek pengganda atau multiplier effect dari kenaikan PPN.
“Kenaikan PPN akan memicu gejolak harga barang yang jauh lebih besar dibandingkan persentase kenaikan itu sendiri. Klaim pemerintah bahwa harga tidak akan naik signifikan adalah keliru,” ujar Askar.
Ia juga mengkritik stimulus ekonomi yang diberikan pemerintah, seperti PPh Final 0,5 persen, yang menurutnya bukanlah kebijakan baru.
“Tarif PPh Final 0,5% untuk UMKM sudah diterapkan selama tujuh tahun terakhir, jadi ini bukan lagi insentif yang segar,” tambahnya.
Beban Berat Menuju Pemulihan Ekonomi
Kenaikan PPN ini menjadi tantangan besar bagi UMKM yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Baca juga: IKAD Tolak Kenaikan PPN 12 Persen, Sebut Kebijakan Tidak Tepat Waktu
Tanpa dukungan kebijakan yang lebih inklusif, sektor ini dikhawatirkan akan kesulitan bertahan, apalagi berkontribusi dalam mendorong pemulihan ekonomi.
Langkah pemerintah ini menuai kecaman luas, baik dari pelaku UMKM maupun pakar ekonomi.
Dengan kondisi ini, muncul pertanyaan besar: Apakah kenaikan PPN benar-benar keputusan yang bijak di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional? (SG-2)