DALAM upaya mempercepat akses ke pasar halal global, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memperkuat industri halal Indonesia.
Langkah strategis ini selaras dengan kebijakan nasional berbasis ekonomi syariah yang digulirkan oleh Pemerintah Indonesia.
Menurut laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2023 yang dirilis Dinar Standard di Dubai, Uni Emirat Arab, Indonesia berhasil masuk dalam tiga besar The Global Islamic Economy Indicator (GIEI), setelah Malaysia dan Arab Saudi.
"Peluang produk halal dalam negeri sangat potensial. Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar kedua di dunia, dengan 236 juta orang, menjadi pasar potensial bagi produk halal, terutama peralatan ibadah," ujar Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Andi Rizaldi, di Jakarta, Selasa (18/6).
Fokus pada Industri Tekstil
Andi Rizaldi menekankan bahwa industri tekstil dan produk tekstil (TPT) diharapkan dapat merebut pasar produk peralatan ibadah, seperti perlengkapan ibadah umroh atau haji. Indonesia, dengan jumlah jemaah umroh dan haji terbanyak, memiliki potensi besar di sektor ini.
Baca juga: Kemenperin: Program IFI Dorong IKM Pangan Lebih Untung dan Berkelanjutan
"Industri perlengkapan ibadah umat muslim harus dipacu untuk memenuhi standar mutu produk melalui sertifikasi SPPT-SNI dan jaminan produk halal guna meningkatkan kepercayaan konsumen," tambahnya.
Pembinaan terkait standardisasi industri dan jaminan produk halal telah dilakukan oleh Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri (BBSPJI) Tekstil di Bandung, Jawa Barat.
Salah satu pencapaian penting adalah penyerahan Sertifikat Halal untuk Kain Batik Cap Seragam Haji Nasional kepada CV. IM & CO, pelaku usaha asal Jawa Barat.
Apresiasi bagi CV. IM & CO
Pada acara penyerahan sertifikat, Kepala BBSPJI Tekstil, Cahyadi, menyampaikan apresiasinya atas keberhasilan CV. IM & CO menjadi pionir dalam memproduksi kain batik seragam haji nasional yang pertama memperoleh Sertifikat Halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama.
"Pelaku usaha ini secara sukarela mengajukan sertifikasi halal produknya melalui Lembaga Pemeriksa Halal BBSPJI Tekstil, setelah sebelumnya memanfaatkan layanan pendampingan standardisasi industri dari BBSPJI Tekstil," ungkap Cahyadi sebagaimana dikutip situs Kemenperin.
Baca juga: Mendag Zulkifli Hasan Apresiasi Sentra Batik Gunung Pati di Semarang
Seragam haji yang diproduksi CV. IM & CO digunakan oleh jemaah pada keberangkatan tahun 2024/1445 Hijriyah.
Cahyadi menekankan pentingnya solusi pembinaan industri terpadu yang memberikan efisiensi bagi industri kecil menengah (IKM), sehingga mereka dapat memenuhi berbagai regulasi dan standardisasi industri dengan lebih cepat, tepat sasaran, dan terjangkau.
Sertifikasi Halal sebagai Syarat Utama
Sertifikat Halal menjadi salah satu persyaratan utama bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan IKM yang ingin menjadi produsen dan penyedia Seragam Batik Jemaah Haji Indonesia.
Berdasarkan Keputusan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah No. 366 Tahun 2023, UMKM dan IKM yang memiliki NIB dengan KBLI 13134 – Industri Batik dapat memproduksi seragam ini selama memenuhi persyaratan.
Baca juga: Mendag Dorong UMKM Batik dan Anyaman Banten Tembus Pasar Global
Persyaratan tersebut meliputi standardisasi bahan baku dan teknologi proses produksi, sertifikasi batikmark, sertifikasi halal yang diajukan kepada BPJPH, workshop atau tempat kerja untuk produksi, serta bukti kemampuan produksi batik cap.
Dengan dukungan dari Kemenperin dan upaya pelaku industri, Indonesia diharapkan mampu menguasai pasar seragam haji nasional, sekaligus memperkuat posisi di pasar halal global. (SG-2)