Ekonomi

Hilirisasi Kakao Jadi Sumber Ekonomi Baru, Menkop UKM Apresiasi Pipiltin Cocoa

Indonesia, sebagai salah satu produsen utama kakao di dunia, memiliki potensi besar dalam industri ini.

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
28 Juli 2024
Produk hiliriasi kakao, Pipiltin Cocoa, dari PT Rosso Bianco, Bogor, Jawa Barat. (Ist/Kemenkop UKM)

MENTERI Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM) Teten Masduki mengungkapkan bahwa hilirisasi produk kakao menjadi sumber ekonomi baru dengan mengolahnya menjadi produk bernilai tinggi. 

 

Indonesia, sebagai salah satu produsen utama kakao di dunia, memiliki potensi besar dalam industri ini.

 

Dalam peresmian pabrik cokelat PT Rosso Bianco, pemilik brand Pipiltin Cocoa di Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, baru-baru ini, Teten mengapresiasi Pipiltin yang sukses melakukan hilirisasi dari biji kakao menjadi cokelat siap konsumsi untuk pasar domestik dan ekspor.

 

Baca juga: Petani di Desa Kopen Wonogiri Mendapat Pendampingan untuk Tingkatkan Kualitas Kakao

 

"Saya kira ini bentuk nyata ekonomi baru karena ada produk baru," ujarnya dalam keterangan pers, Sabtu (27/7). 

 

"Kita punya potensi besar dari kakao ini karena sebelumnya kita hanya menjual bahan baku mentah, tapi dengan hilirisasi yang dilakukan Pipiltin, kita bisa menciptakan produk baru," tambah Teten.

 

Teten juga menekankan pentingnya pembenahan ekosistem atau rantai pasok agar permasalahan dari hulu ke hilir dapat dituntaskan. 

 

Banyak produk pertanian dan perkebunan menghadapi hambatan dalam pengembangan karena ekosistem yang belum sempurna. 

 

Baca juga: Semakin Diakui, Kakao Ransiki Raih Penghargaan 2023 Cacao Of Excellence Gold Award

 

Contohnya, produk perkebunan dan pertanian sering mengalami fluktuasi harga saat panen raya sehingga petani merugi, dan banyak tengkulak yang memainkan harga sesuka hati. 

 

Selain itu, produk pertanian dan perkebunan seringkali sulit mempertahankan kualitas dan kuantitas hasil produksinya karena mayoritas petani hanya memiliki lahan garapan yang sempit.

 

Baca juga: Kemenkop UKM dan Kadin Bahas Strategi Pengembangan UMKM Masa Depan

 

"Oleh karena itu, petani perlu diagregasi supaya punya skala ekonomi sehingga proses penanaman efisien dan produktivitas bisa dinaikkan," papar Teten. 

 

"Model korporatisasi petani melalui koperasi menjadi solusi agar organisasinya kuat," tutupnya.

 

Tantangan Global dan Strategi

 

Diakui Teten bahwa biji kakao sebagai bahan utama cokelat sedang menghadapi tantangan serius akibat penurunan pasokan dari Afrika. 

 

Kekurangan pasokan ini mendorong kenaikan harga biji kakao global. 

 

Di sisi lain, industri fine flavour cocoa sedang berkembang di Indonesia dan dunia, dengan mayoritas pelaku industri adalah UMKM.

 

Untuk mengatasi tantangan ini, koperasi yang menaungi para petani kakao perlu melakukan konsolidasi dengan membentuk holding antar koperasi yang memiliki fokus bisnis yang sama. 

 

Langkah ini diharapkan dapat mengatasi fluktuasi harga yang tinggi dan mempermudah mendapatkan dukungan pembiayaan dari berbagai lembaga, seperti bank, Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) KUMKM, Security Crowd Funding, hingga Bursa Efek Indonesia (BEI).

 

"Untuk mendukung hilirisasi dan mendukung UMKM naik kelas, kita kembangkan model melalui koperasi multi pihak untuk mengkonsolidasi dan mengagregasi seluruh sirkular ekonomi sehingga lebih efisien dan saling menguntungkan," kata Teten.

 

Komitmen dan Kolaborasi

 

Teten berkomitmen untuk terlibat aktif dalam memajukan hilirisasi komoditas kakao melalui berbagai program strategis, termasuk memfasilitasi sertifikasi produk, kemudahan akses pembiayaan, dan perluasan pasar.

 

"Mari kita ciptakan model bisnis yang ideal untuk kakao agar petani kita sejahtera dan rantai nilai semakin kuat. Kami siap berkolaborasi bersama-sama dan kami sudah melakukan exercise di beberapa tempat," tambah Teten.

 

Dukung Pariwisata dan UMKM

 

Di tempat yang sama, Deputi Bidang Pemasaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Ni Made Marthini mengatakan bahwa hilirisasi produk kakao oleh Pipiltin ini juga membuka peluang memajukan sektor pariwisata, terutama ecotourism.

 

"Tren pariwisata saat ini adalah memberikan layanan baru kepada turis untuk mendapatkan pengalaman berwisata. Model pengolahan biji kakao dari hulu ke hilir ini bisa menjadi peluang ekonomi bagi kita," kata Made.

 

Kesuksesan Pipiltin Cocoa

 

Irvan Helmi, Co-founder Pipiltin Cocoa, mengungkapkan rasa syukur atas kemampuan Pipiltin untuk tetap melakukan ekspansi di tengah mahalnya harga biji kakao.

 

Pipiltin telah mendirikan pabrik kedua di atas lahan seluas 1.000 meter persegi dengan kapasitas produksi 240 kg per jam.

 

"Pabrik pertama kami di Jakarta Selatan, dan sekarang ini pabrik kedua. Ini menjadi milestone yang berharga bagi kami dan Indonesia dengan membuka pabrik baru," kata Irvan.

 

Irvan juga mengapresiasi dukungan dari semua pihak, khususnya para petani kakao, serta pemerintah yang memberikan berbagai kemudahan dalam menjalankan usaha di tengah gejolak ekonomi nasional.

 

"Kita tidak mungkin berjalan sendiri, sehingga kita perlu bersinergi dengan pemerintah dan stakeholder lainnya. Kami berharap pemerintah terus mendukung langkah para pelaku usaha agar terus berkembang," tambah Irvan.

 

Kemitraan yang Menguntungkan

 

Direktur Yayasan Kalimajari Agung Widiastuti bersyukur dapat bermitra dengan Pipiltin Cocoa.

 

 Petani kakao yang bernaung di bawah koperasi yang dipimpinnya kini bisa menikmati harga jual kakao yang lebih tinggi. 

 

Sejak 2014, koperasi tersebut bermitra dengan Pipiltin, memastikan para petani di Bali mendapatkan harga jual yang layak, meskipun harga kakao global anjlok.

 

"Pada tahun 2010-2011, para petani kami sulit menemukan mitra yang ideal yang menghargai hasil jerih payah petani," jelas Agung.

 

"Alhamdulillah, kami bersyukur dipertemukan dengan Pipiltin yang bukan hanya sebagai pembeli, tapi mitra yang ikut berperan dalam peningkatan kapasitas petani kakao kami," kata Agung. (SG-2)