MENJELANG perayaan Imlek 2025, harga cabai di berbagai daerah mengalami kenaikan drastis, mencapai hingga tiga kali lipat.
Di pasar Caringin, Kota Bandung, harga cabai melonjak hingga Rp. 100.000 per kilogram, memicu keluhan dari pembeli.
Rustini, seorang warga Pungkur, mengungkapkan kegelisahannya atas lonjakan harga ini.
Baca juga: Tekan Harga, Pemkot Surabaya Pasok Cabai Rawit dari Kelompok Tani
"Harga segini bikin belanja jadi berat, padahal cabai itu bahan penting buat masak sehari-hari," ujarnya kepada Sokoguru.id, Kamis (9/1) pagi.
Cuaca Buruk Biang Kerok
Kenaikan harga ini disinyalir akibat cuaca buruk yang terus berlangsung di beberapa wilayah, menyebabkan tingginya curah hujan yang berujung pada banyaknya gagal panen.
Guntur, pedagang cabai di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ), Jakarta Timur, mengungkapkan bahwa kondisi ini membuat banyak tanaman cabai layu sebelum bisa dipanen.
"Pasokan minim karena tanaman banyak yang layu akibat banjir," jelas Guntur dalam wawancara via telepon.
"Harga cabai super sekarang di pasar Rp. 85.000, sedangkan yang kualitas di bawahnya sekitar Rp. 75.000," ujar Guntur.
Bapanas Cari Solusi
Merespons situasi ini, Badan Pangan Nasional (Bapanas) melalui Direktorat Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan menggelar rapat koordinasi nasional (Rakornas) bersama perwakilan Asosiasi Pasar dari seluruh Indonesia. Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas), I Gusti Ketut Astawa, menyebut bahwa fluktuasi harga cabai di awal tahun 2025 mengikuti pola yang serupa dengan awal tahun sebelumnya.
Ia menjelaskan bahwa meskipun harga cabai sempat menurun beberapa waktu lalu, kini harganya kembali meningkat, baik di tingkat produsen maupun konsumen.
“Memang pada Januari tahun ini sama dengan periode sebelumnya. Rerata harganya di atas harga acuan kita,” ujar Ketut melalui keterangan tertulis yand diterima Sokoguru, Jumat (10/1/2025).
Menurut Ketut, pergerakan harga ini sudah menjadi pola yang berulang. Pada Januari 2025, rata-rata harga cabai kembali melampaui acuan harga yang telah ditetapkan, sebagaimana terjadi di Januari 2024.
Untuk mengatasi situasi ini, Bapanas akan memetakan wilayah-wilayah yang mengalami lonjakan harga guna mendistribusikan pasokan cabai dari daerah yang memiliki surplus.
Ketut optimistis bahwa program Fasilitasi Distribusi Pangan (FDP) akan membantu menjaga kestabilan harga cabai, terutama menjelang bulan Ramadhan yang jatuh pada Maret mendatang.
Pada 2024, FDP telah berjalan dengan sukses, mencatat distribusi total sebesar 750 ton, termasuk 250 ton cabai. Dari jumlah tersebut, 206,4 ton adalah cabai merah besar, 38,7 ton cabai merah keriting, dan 4,9 ton cabai rawit merah.
Dalam rapat yang sama, Ketua Asosiasi Champion Cabai Indonesia (ACCI), Tunov Mondro Atmojo, memaparkan faktor utama yang menyebabkan lonjakan harga cabai belakangan ini.
“Penyebab kenaikan harga ini yang pasti karena banjir atau kalau bahasa kami, tergenang air tanaman kami. Itu kalau cabai tergenang air dalam kurun waktu satu bulan, tidak akan pernah ada yang kuat,” ujar Tunov.
Baca juga: Harga Pangan di Bandung Jelang Iduladha: Cabai Merah dan Ayam Ras Naik Signifikan
Perwakilan Asosiasi Pedagang Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ), Guntur (berkacamata) menunjukkan cabai yang dikemas. (Ist)
Guntur, yang hadir mewakili Asosiasi Pedagang PIKJ, menyebutkan bahwa Bapanas berupaya menjaga stabilitas harga dengan memasok cabai dari petani Champion binaan Kementerian Pertanian.
Beberapa wilayah yang menjadi sentra produksi petani Champion cabai meliputi Magelang, Sleman, Temanggung, Banjarnegara, Cianjur, Sumedang, Bandung, Lombok Timur, Garut, Kebumen, Semarang, Kulonprogo, Sukabumi, Malang, Enrekang, Solok, dan Banyuwangi,.
Harapan Pedagang dan Petani
Guntur berharap pemerintah dapat benar-benar menjaga stabilitas harga cabai di tengah ancaman cuaca yang tidak menentu.
"Harapannya harga tetap stabil, karena kalau terlalu tinggi, permintaan turun. Petani dan pedagang sama-sama dirugikan," pungkasnya.
Baca juga: Tekan Inflasi, Pemkot Bandung Gelar Tanam Cabai dan Bawang Serentak di Seluruh Kecamatan
Dengan langkah-langkah yang tengah diupayakan, semua pihak berharap lonjakan harga cabai dapat segera diatasi, sehingga baik konsumen, petani, maupun pedagang bisa kembali bernapas lega.
Sementara itu, kolaborasi lintas stakeholder diharapkan membawa dampak positif bagi masyarakat, terutama dalam menstabilkan harga kebutuhan pokok.
Inisiatif ini mendapat apresiasi dari para pedagang yang berharap fluktuasi harga dapat diminimalkan, sehingga harga tidak terlalu tinggi ataupun terlalu rendah.
Guntur mengungkapkan, kestabilan harga akan memberikan keuntungan bagi semua pihak.
"Sebagai pedagang, kami lebih senang jika harga tidak terlalu mahal atau terlalu murah. Fluktuasi harga yang tajam, antara 5 hingga 10 ribu rupiah, sangat memprihatinkan, terutama bagi petani," ujar Guntur
Melalui kerja sama yang solid antar stakeholder, dari pemerintah, pedagang, hingga petani, diharapkan tercipta ekosistem yang mendukung kestabilan harga. (Fajar Ramadan/SG-2)