Ekonomi

DPR Pertanyakan Skenario Anggaran PLN bagi Pembangunan IKN

Rieke Diah Pitaloka, mengajukan pertanyaan kritis terkait skenario PLN dalam mengelola anggaran pembangunan IKN yang berasal dari Anggaran PLN (APLN), bukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
07 Juli 2024
Anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka (Ist/DPR RI)

DI balik proyek ambisius pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara (IKN) baru di Kalimantan Timur (Kaltim), terdapat banyak pertanyaan yang mengemuka, terutama mengenai alokasi anggaran yang fantastis. 

 

Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, mengajukan pertanyaan kritis terkait skenario PLN dalam mengelola anggaran pembangunan IKN yang berasal dari Anggaran PLN (APLN), bukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

 

Dalam kunjungan kerjanya ke Kantor UIW PLN Kaltimra di Kota Balikpapan, Kaltim, Rieke menyoroti bagaimana PLN akan membiayai proyek mega tersebut tanpa membebani keuangan perusahaan. 

 

Baca juga: DPR Nilai Pembangunan Infrastruktur IKN Berjalan Lambat

 

"Yang jadi pertanyaan saya adalah apakah seluruh skema tersebut dibiayai oleh APLN?” kata Rieke.

 

“Dan walaupun memang mengambil dananya dari sumber tersebut, berasal dari pos mana PLN mengambilnya? Lalu bagaimana skema dalam pengembaliannya?" tanya Rieke.

 

PLN dihadapkan pada tugas besar dengan anggaran tahap pertama (2023-2024) sebesar Rp3,2 triliun.

 

Tahap kedua (2025-2029) Rp26,79 triliun, tahap ketiga (2030-2034) Rp5,66 triliun.

 

Tahap keempat (2035-2039) Rp3,47 triliun, dan tahap kelima (2040-2045) sekitar Rp5,28 triliun. 

 

Anggaran yang tidak sedikit ini memerlukan perencanaan matang dan transparansi penuh.

 

Dalam pertemuan tersebut, Rieke meminta PLN untuk memberikan hasil studi kelayakan kepada Komisi VI DPR RI. 

 

Meski PLN mengklaim bahwa konsep tersebut berasal dari Bappenas dan mereka hanya menjalankan penugasan, Rieke menekankan pentingnya bukti surat penugasan sebagai landasan hukum dan arsip kerja.

 

 "Komisi VI meminta bukti surat penugasan. Karena manakala terjadi sesuatu, tentu saja surat penugasan bisa menjadi landasan hukum," ujar Rieke.

 

Baca juga: DPR akan Panggil Pemerintah Terkait Pengunduran Diri Kepala Otorita IKN

 

Lebih lanjut, Rieke mengingatkan bahwa permintaan data detail bukan untuk menghalangi pembangunan IKN, tetapi untuk memastikan bahwa penugasan tersebut tidak membebani PLN. 

 

Dalam penjelasan melalui situs resminya, PLN memaparkan konsep pembangunan kelistrikan pada IKN yang mengusung prinsip Green, Smart, dan Beautiful dengan memanfaatkan Energi Baru Terbarukan (EBT).

 

PLN berkomitmen untuk menyediakan layanan tanpa padam dengan konsep zero down time, sistem otomasi distribusi, jaringan pintar (smart grid), dan meter pintar (smart meter). 

 

Proyek ini juga mencakup pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) sebesar 50 MW dan pembangkit listrik tenaga angin sebesar 70 MW.

 

Rieke mengapresiasi upaya PLN dalam mengusung konsep EBT tanpa emisi dan menutup pertemuan dengan harapan bahwa PLN dapat memberikan transparansi penuh dalam setiap tahap pembangunan IKN.

 

Baca juga: Sinergi PLN dan KLHK: SPKLU untuk Masa Depan Transportasi Ramah Lingkungan 

 

 "Kami meminta data detail semata-mata bukan untuk menghalangi pembangunan IKN tetapi jangan sampai pada akhirnya penugasan tersebut membebankan kepada PLN sendiri," tutup Rieke yang dikuip situs DPR RI, Sabtu (6/7).

 

Proyek pembangunan IKN yang ambisius ini tidak hanya menjadi tantangan besar bagi PLN, tetapi juga peluang untuk menunjukkan inovasi dan komitmen terhadap energi bersih dan terbarukan. 

 

Bagi PLN, ini adalah saatnya membuktikan kemampuan dalam menghadirkan solusi kelistrikan yang berkelanjutan bagi Indonesia masa depan. (SG-2)