SELAIN memutuskan mempertahankan BI-Rate sebesar 6,00%, hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Maret 2024 juga mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat.
Perkembangan itu, kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, didorong oleh permintaan domestik yang baik di konsumsi rumah tangga dan investasi. Investasi bangunan lebih tinggi dari prakiraan, ditopang oleh berlanjutnya Proyek Strategis Nasional (PSN) di sejumlah daerah dan berkembangnya properti swasta sebagai dampak positif dari insentif pemerintah.
“Konsumsi rumah tangga dan investasi nonbangunan tetap terjaga, meskipun perlu terus didorong untuk mendukung berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional,” ujarnya dalam konferensi pers di Gedung Bank Indonesia Jakarta, Rabu (20/3), seperti dilansir bi.go.id.
Baca juga: Untuk Jaga Stabilitas dan Dorong Pertumbuhan BI Rate Tetap 6,00%
Tetap membaiknya permintaan domestik tersebut, lanjut Perry, tecermin pada sejumlah indikator, seperti Indeks Keyakinan Konsumen, Indeks Penjualan Riil, dan PMI Manufaktur yang berada di zona optimis.
Sementara itu, ekspor barang diprakirakan belum kuat seiring penurunan permintaan dari negara mitra dagang utama, khususnya untuk komoditas crude palm oil (CPO), besi baja, dan batu bara, sedangkan ekspor jasa khususnya pariwisata tumbuh kuat.
Lebih lanjut, Perry mengatakan dengan berbagai perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2024 diprakirakan berada dalam kisaran 4,7-5,5%. Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi stimulus fiskal Pemerintah dengan stimulus makroprudensial Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya dari sisi permintaan domestik.
Baca juga: Bank Indonesia Prakirakan Pertumbuhan Ekonomi RI Meningkat 4,7-5,5% pada 2024
NIP tetap baik
Sementara itu, sambungnya, Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tetap baik sehingga mendukung ketahanan eksternal. Prospek neraca transaksi berjalan triwulan I 2024 sedikit menurun, dipengaruhi oleh menipisnya surplus neraca perdagangan barang.
Pada Februari 2024, neraca perdagangan mencatatkan surplus sebesar 0,9 miliar dolar AS, menurun dibandingkan dengan surplus pada bulan sebelumnya sebesar 2,0 miliar dolar AS.
Sementara itu, aliran masuk modal asing, khususnya investasi portofolio, terus berlanjut sehingga secara kumulatif sejak awal tahun hingga 18 Maret 2024 masih mencatat net inflows sebesar 1,4 miliar dolar AS, meskipun sempat terjadi outflows pada Maret 2024 dipicu masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
“Posisi cadangan devisa Indonesia akhir Februari 2024 tetap tinggi sebesar 144,0 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 6,5 bulan impor atau 6,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor,” imbuhnya.
Baca juga: Bank Indonesia Adakan Kegiatan EkspedisiSi Rupiah Berdaulat (ERB) 2024 di 18 Provinsi
Perry menegaskan secara keseluruhan, NPI 2024 diprakirakan tetap baik dan mencatatkan surplus dengan transaksi berjalan dalam kisaran defisit rendah sebesar 0,1% sampai dengan 0,9% dari PDB.
Sedangkan neraca transaksi modal dan finansial diprakirakan melanjutkan surplus didukung oleh aliran masuk modal asing yang dipengaruhi persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian nasional dan imbal hasil investasi yang menarik.
Nilai tukar rupiah
Nilai tukar Rupiah tetap terkendali didukung oleh kebijakan stabilisasi Bank Indonesia. Nilai tukar Rupiah pada Maret 2024 (hingga 19 Maret 2024) relatif stabil dipengaruhi oleh kebijakan stabilisasi yang ditempuh Bank Indonesia, di tengah dinamika penyesuaian aliran modal asing di pasar keuangan domestik sejalan dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
Namun begitu dengan perkembangan ini, nilai tukar Rupiah melemah sebesar 2,02% dibandingkan dengan level akhir Desember 2023, lebih baik dibandingkan dengan Ringgit Malaysia, Won Korea, dan Baht Thailand yang masing-masing melemah sebesar 3,02%, 3,87%, dan 5,39%.
Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan stabil dengan kecenderungan menguat, didorong oleh kembali masuknya aliran modal asing sejalan dengan tetap terjaganya persepsi positif terhadap prospek ekonomi Indonesia.
Selain itu, kebijakan stabilisasi Bank Indonesia dan penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI juga mendukung prospek penguatan nilai tukar Rupiah tersebut. (SG-1)