BARU-BARU ini, gabungan kelompok perikanan (Gapokkan) Kawali dari Desa Kawali di Ciamis, Jawa Barat berhasil mendapatkan penghargaan prestisius (bergengsi) dari Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono, pada acara Silaturahmi dan Apresiasi Masyarakat Kelautan dan Perikanan.
Desa Kawali memang dikenal sebagai kampung nila inovatif berkat program Desa Perikanan Cerdas atau Smart Fisheries Village (SFV) yang digagas oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP).
“SFV merupakan pembangunan desa perikanan dari hulu ke hilir yang berbasis penerapan teknologi informasi, komunikasi, dan manajemen tepat sehingga kegiatan usaha dapat berkelanjutan, untuk peningkatan ekonomi masyarakat,” ujar Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPPSDM) I Nyoman Radiarta, dalam siaran resmi KKP di Jakarta, Rabu (16/10).
Baca juga: Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang Diharap Berdampak Positif untuk Masyarakat
Program itu, lanjutnya, juga sebagai turunan dari implementasi program Ekonomi Biru KKP.
Menurut Nyoman penghargaan yang diperoleh Gapokkan di Desa Kawali itu merupakan bukti nyata bagaimana BPPSDM berkolaborasi bersama dengan masyarakat kelautan dan perikanan, khususnya pembudi daya ikan nila di Desa Kawali.
Ketua Gapokkan Kampung Nila Kawali, Iim Gala Permana, mengaku, bersyukur atas penghargaan yang diraih kelompoknya. Penghargaan tersebut menjadi motivasi untuk meningkatkan produksi secara berkelanjutan.
Baca juga: Bantuan Budi Daya Ikan Keramba di Desa Geneng untuk Sejahterakan Warga
Saat ini, sambungnya, gabungan pembudi daya Desa Kawali mampu memanen hingga 300 kwintal ikan nila per hari. Jumlah itu meningkat 400% dibanding tahun-tahun sebelumnya.
"Saya sebagai perwakilan dari SFV Kampung Nila Kawali mengucapkan terima kasih kepada Bapak Menteri Sakti Wahyu Trenggono yang telah memberikan penghargaan dan apresiasi kepada kelompok kami Gapokkan Kampung Nila Kawali. Ini merupakan suatu motivasi bagi kami ke depannya untuk lebih maju dan berkembang lagi," ungkapnya.
Iim mengatakan, terdapat tiga faktor berdirinya Kampung Nila Kawali, yaitu adanya sumber daya air, sumber daya manusia, yang didukung oleh budaya gotong royong masyarakat. Ia bersama rekannya, Wahyu, dan seorang rekan lainnya adalah orang-orang di balik berdirinya Kampung Nila Kawali.
Baca juga: Kulon Progo Berikan Pelatihan Budi Daya Ikan Pada Ibu-Ibu
"Awal-awal tidak mulus. Konsep ingin budi daya ikan yang baik dan benar dan menguntungkan selalu ditolak masyarakat karena sudah mencoba gagal. Tapi setelah terbukti Pak Iim berhasil di budi daya dengan pendampingan penyuluh, masyarakat mulai tergerak untuk bergabung,” ujar Wahyu.
Dulu, lanjutnya, budi daya belum produktif, sekali setahun atau hanya saat momen-momen penting saja seperti Lebaran, kenduri, hajatan. Sekarang setelah Pak Iim mencoba usaha, bisa tiga sampai empat kali panen dalam setahun.
"Alhamdulillah kemajuan demi kemajuan, sudah ada kuliner-kuliner untuk restoran dan olahan ikan. Dulu Kampung budi daya nila saja, sekarang SFV jadi pusat pendidikan dan pelatihan juga, magang, praktik, kuliner, wisata, penginapan, dan sebagainya. Alhamdulillah berkat keuletan penyuluh perikanan dan kolaborasi stakeholder, maka kampung nila ini terpilih jadi SFV," tambah Wahyu.
Kemudian ia menjelaskan alasan memilih nila karena komoditas tersebut digemari dan permintaan pasarnya pun cukup tinggi. Kampung Kawali sendiri memiliki air melimpah yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan budidaya.
“Awalnya mentok di SDM. Untungnya ada bantuan dari KKP. Bantuannya berbentuk pelatihan, penyuluhan, pendampingan, sarpras, bibit, dan sebagainya. Pada waktu itu saya ajak teman yang sama-sama pembudi daya. Saya tawari konsep. Panen eh dua kolam dua hari habis. Gimana ini perlu kolam lebih. Makanya ajak gabung yang lain, akhirnya banyak yang ikut, dengan pendampingan penyuluh,” ujarnya.
Setelah sukses dengan budi daya nila, barulah Kampung Nila tersebut dijadikan SFV oleh BPPSDM dengan serangkaian proses yang tidak mudah.
Berbagai upaya dilakukan melalui kolaborasi KKP dari pusat hingga penyuluh perikanan, bersama masyarakat dan stakeholder. Tidak hanya budi daya nila (pembenihan dan pembesaran), beragam kegiatan perikanan lainnya dari hulu ke hilir, seperti pengolahan produk hasil perikanan, kuliner perikanan, wisata perikanan, pelatihan perikanan, hingga pemasaran hasilnya ada di SFV ini.
Lim pun menuturkan kisah awal ia mengenal SFV yakni dari seorang penyuluh.
“Ada program dari pusat nih, kata penyuluh itu. Kami tidak langsung terima begitu saja, tapi dipelajari dulu. Apa sih SFV itu?,” ujarnya.
Setelah dipelajari, kata Lim, ternyata menarik. Setelah melalui proses panjang, lalu pada acara RIFA Fest di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan Perikanan di Bogor, Lim dan kelompoknya pun bertemu Kepala Badan (BPPSDM) dan berdiskusi.
“Wah ini harus segera dibikin. Ini sebuah program kalau didalami sangat luar biasa dan sejalan dengan visi misi kampung nila. Konsep SMART sangat cocok diterapkan," kenang Iim.
Kewalahan
Peningkatan-peningkatan secara bertahap terjadi di Kampung Nila tersebut. Kini, rata-rata produksi ikan nila di SFV Kampung Nila Kawali mencapai 3 kwintal per hari. Dengan asumsi nilai pasar 1 kg ikan nila sekitar Rp30.000, maka rata-rata omzet sehari sekitar Rp9 juta dan setahun sekitar Rp3,2 miliar.
"Itu baru dari ikan konsumsinya saja, belum termasuk pendapatan dari hasil yang non konsumsi di SFV Kawali ini," imbuhnya.
Lim mengaku, kini kelompoknya sudah kewalahan memenuhi permintaan-permintaan dari berbagai daerah. Bahkan, permintaan tersebut tak hanya dari domestik, tapi juga mancanegara.
"Sekarang permintaan sudah ada dari luar negeri. Misalnya, kemarin Korea minta berton-ton kami tolak dulu, karena kami masih mampunyai ukuran kwintal. Yang namanya dia minta pasti sudah cek dulu kualitas kami. Tapi kan nggak cukup hanya kualitas, perlu juga kuantitas dan kontinuitas. Mereka tuh cari-cari info dulu sebelum kesini. Nggak mungkin kan Korea minta hanya ukuran kuintal saja," tuturnya.
Iim dan kelompoknya berharap, program SFV ini dapat terus berjalan, khususnya di Kampung Nila Kawali. Ia mengaku benar-benar mendapatkan berbagai manfaat dari program tersebut yang berdampak sangat besar bagi masyarakat.
"Sekarang SFV sudah berjalan tiga tahun, tolong jangan dilepas. Tolong mohon agar tetap diperhatikan. Cita-cita kami memang ke depannya ingin mandiri. Kalaupun nanti dari KKP berubah kebijakan pada pergantian kepemimpinan selanjutnya, program SFV ini kami inginnya tetap dilanjut. Karena secara SDM dan secara alurnya kami sudah tahu, tinggal melanjutkan dan mengembangkan," harapnya.
Selain dari masyarakat, Program SFV ini mendapat sambutan baik dari Pemerintah Daerah setempat yang telah merasakan manfaatnya.
Kepala Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Ciamis, Giyatno, menerangkan, dengan program SFV ini budi daya ikan nila menjadi lebih produktif.
Ia menyebut, yang pada awalnya di satu kolam hanya terdapat 100 kg ikan nila, namun melalui SFV dengan strategi pengembangan ikan Sistem Budi Daya dengan Sentuhan Kincir Air (Sibudikuncir), maka meningkat hingga 400%.
Menurut Giyatno, ini merupakan strategi mengembangkan budi daya ikan nila, yang mana budidaya ini bisa meningkatkan ketahanan pangan di satu kawasan.
"Ini menjadi satu kawasan terpadu yang terintegrasi dari mulai pembenihan, budidaya, pemanenan, pemasaran, termasuk pengolahan ikan," ujarnya di SFV Kampung Nila Kawali.
"Dari sisi pendapatan maupun perolehan dari keuntungan itu sangat luar biasa. Dan tentunya uang yang beredar di sini juga sangat besar. Karena dari segi pengunjung juga," tambahnya.
Apresiasi terhadap penyuluh
Keberhasilan masyarakat pelaku utama kelautan dan perikanan tidak terlepas dari peran pendampingan oleh penyuluh perikanan di berbagai daerah, termasuk di SFV.
Selain kepada Gapokkan Kampung Nila Kawali, Menteri Trenggono juga memberikan penghargaan kepada pihak lainnya yang telah berjasa di sektor kelautan dan perikanan, salah satunya penyuluh perikanan.
Pada acara Silaturahmi dan Apresiasi Masyarakat Kelautan dan Perikanan beberapa waktu lalu, penyuluh perikanan terbaik pertama diraih oleh Fahmi Lubis Rhafsanzani dari Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan (BPPP) Banyuwangi.
Penyuluh terbaik kedua diraih oleh Meiske Sipasulta dari BPPP Ambon, dan ketiga oleh Fridudin dari Balai Riset Perikanan Perairan Umum dan Penyuluhan Perikanan Palembang.
"Kami sangat mengapresiasi terhadap kinerja penyuluh. Ada tiga penyuluh BPPSDM yang mendapat penghargaan secara nasional oleh Bapak Menteri. Ini merupakan bukti nyata bagaimana penyuluh berperan aktif dalam mendukung program-program prioritas kelautan dan perikanan dalam mengawal ekonomi biru untuk Indonesia maju," tambah Nyoman lagi.
Sementara itu Fahmi Lubis Rhafsanzani menyampaikan, terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Menteri atas apresiasi yang telah diberikan. Semoga bisa memacu kami untuk terus dan terus meningkat kinerja untuk bidang kelautan dan perikanan. (SG-1)