SOKOGURU, JAKARTA- Dinamika global telah mendorong pemerintah Indonesia memperkuat strategi industrialisasi berbasis nilai tambah di dalam negeri.
Sektor industri Indonesia terbukti tangguh menghadapi tekanan eksternal berkat kebijakan industrialisasi, perluasan pasar, dan keberpihakan terhadap industri dalam negeri.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan hal itu, pada konferensi pers 1 Tahun Kinerja Industri Kabinet Merah Putih di Jakarta, Senin, 20 Oktober 2025.
“Salah satu upaya yang ditempuh Kemenperin yaitu melalui peluncuran reformasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Reformasi itu menjadi bagian dari paket smart policy ekonomi nasional untuk menjawab tantangan industri yang semakin kompleks,” ujarnya, seperti dikutip Keterangan resmi Kementerian Perindustrian (kemenperin), Selasa, 21 Oktober.
Kebijakan baru itu, sambungnya, menitikberatkan pada empat fokus utama, yaitu pemberian insentif bagi industri yang berinvestasi di dalam negeri, penyederhanaan penghitungan TKDN, kemudahan bagi industri kecil melalui mekanisme self-declare, serta percepatan proses sertifikasi hingga lapisan kedua rantai pasok.
Dengan penyederhanaan tersebut, pelaku industri kini memiliki akses yang lebih cepat dan transparan dalam memperoleh sertifikasi, sementara nilai tambah dari penggunaan produk dalam negeri dapat dimaksimalkan. Langkah ini diharapkan memperluas partisipasi industri nasional dalam rantai pasok proyek strategis pemerintah, sekaligus menciptakan lapangan kerja baru di berbagai daerah.
“Reformasi TKDN tidak sekadar memperbaiki administrasi, tetapi merupakan strategi besar untuk memperkuat demand produk jadi melalui belanja pemerintah guna memperkuat rantai pasok industri hilir pada industri intermediate dan ke industri hulu atau yang kita kenal dengan pendalaman struktur industri,” imbuhnya.
Selain reformasi kebijakan, Kemenperin juga mencatat kemajuan signifikan dalam ekosistem industri halal nasional.
Berdasarkan State of the Global Islamic Economy Report (SGIER) 2024/2025, Indonesia menempati posisi ketiga dunia setelah Malaysia dan Arab Saudi, dengan kenaikan skor tertinggi dibanding tahun 2022.
Baca juga: Satu Tahun Prabowo-Gibran, Presiden Sebut Kabinetnya Telah Bekerja Keras dan Hasilnya Dirasakan Rakyatn
Indonesia bahkan memimpin di tiga subsektor utama yaitu modest fashion, farmasi dan kosmetik halal, serta makanan halal, yang seluruhnya terkait erat dengan aktivitas manufaktur.
Perkembangan industri halal itu dinilai strategis karena memberikan peluang ekspor yang luas bagi pelaku industri dalam negeri. Pemerintah berkomitmen memperkuat kolaborasi lintas sektor untuk memastikan Indonesia tidak hanya menjadi konsumen produk halal, tetapi juga produsen utama produk halal di pasar global.
Sejalan dengan itu, transformasi digital di sektor manufaktur terus dipercepat melalui penerapan teknologi industri 4.0. Berdasarkan laporan dari 29 perusahaan National Lighthouse Industry 4.0, implementasi digitalisasi telah meningkatkan produktivitas hingga dua kali lipat, mempercepat waktu produksi hingga 600%, dan menekan emisi karbon hingga 190%.
“Transformasi digital tidak hanya meningkatkan efisiensi, tetapi juga membentuk industri yang lebih hijau, modern, dan berdaya saing tinggi,” ungkap Menperin.
Program Startup for Industry (S4I) juga turut menjadi motor penggerak kolaborasi antara startup teknologi dan sektor industri nasional. Melalui program ini, para inovator muda memperoleh akses ke pembiayaan, kemitraan jangka panjang, serta peluang ekspansi global.
Sejumlah startup binaan Kemenperin bahkan berhasil meraih penghargaan internasional di Jerman dan Hongkong, yang mencerminkan kemampuan inovasi anak bangsa di panggung global.
Dalam menjaga keberlanjutan operasi industri, Kemenperin konsisten mengawal kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT). Pada 2025, sektor industri menjadi pengguna gas bumi terbesar dengan alokasi 25,91% dari total konsumsi nasional. Kemenperin mendukung agar kebijakan ini dijalankan secara sektoral, sehingga subsidi energi dapat lebih tepat sasaran dan mendukung produktivitas industri.
Selain itu, Kemenperin juga menjalankan program restrukturisasi mesin dan peralatan industri untuk memperkuat efisiensi produksi, produktivitas dan daya saing produk.
Sepanjang 2024, program ini menjangkau 34 perusahaan industri agro, 49 perusahaan tekstil dan produk tekstil, serta 90 industri kecil dan menengah. Total nilai penggantian mesin mencapai Rp65,1 miliar dan berhasil memicu peningkatan investasi baru lebih dari Rp700 miliar.
Menurut Menperin, modernisasi mesin produksi menjadi bagian penting dalam agenda peningkatan efisiensi dan kualitas produk nasional. “Mesin yang lebih efisien dan modern berarti biaya produksi lebih rendah, kualitas produk lebih tinggi, peningkatan skill pekerja dan daya saing industri semakin kuat,” katanya.
Ke depan, lanjut Menteri Agus, Kemenperin akan terus memperkuat kebijakan berbasis nilai tambah, memperluas implementasi teknologi industri 4.0, dan memperkuat sinergi lintas sektor untuk memastikan industri nasional tetap menjadi motor penggerak utama ekonomi.
“Dengan fondasi kebijakan yang adaptif dan semangat kolaboratif seluruh pemangku kepentingan dalam ekosistem industri, kami sangat optimistis sektor industri akan semakin tangguh, mandiri, dan berdaya saing global menuju Indonesia Emas 2045,” jelasnya.
Seperti diketahui, sektor industri manufaktur Indonesia menunjukkan ketahanan yang solid di tengah tekanan global sepanjang satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Meski menghadapi perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, lonjakan harga energi, serta gangguan rantai pasok dunia, sektor industri pengolahan nonmigas (IPNM) tetap mencatatkan kinerja ekspansif dan menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Kinerja positif tersebut didukung oleh kebijakan pemerintah yang berfokus pada peningkatan produktivitas, penguatan struktur industri, serta percepatan transformasi teknologi.
Khususnya, Kemenperin mengusung reformasi kebijakan berbasis nilai tambah dan adaptasi teknologi, yang diyakini menjadi kunci untuk menjaga daya saing industri di tengah perubahan ekonomi global yang cepat. (SG-1)