SOKOGURU, JAKARTA- Pasar ekspor rajungan terus meningkat terutama ke Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang, dan Uni Eropa.
Tingginya minat pasar terhadap rajungan tersebut bisa memacu terjadinya penangkapan rajungan di alam secara berlebihan dan tidak terukur.
Untuk itu penting melakukan restocking, serta mendorong kegiatan budi daya rajungan di masyarakat.
Baca juga: KKP Berhasil Kembangkan Hilirisasi Rajungan Skala UMK Masyarakat Pesisir Jepara
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Tb Haeru Rahayu, menyampaikan hal itu dalam siaran resmi KKP di Jakarta, Rabu, (14/5).
“KKP terus berupaya mengembangkan budi daya rajungan di Indonesia. Budi daya rajungan langkah strategis agar ekosistem rajungan tetap terjaga, sekaligus menjaga stabilitas perekonomian bagi masyarakat pesisir secara berkelanjutan,” jelasnya.
Pada 2024, sambung Haeru, rajungan-kepiting tercatat sebagai komoditas ekspor utama Indonesia keempat setelah udang, tuna-cakalang, dan cumi-sotong-gurita, dengan nilai mencapai USD 513,35 juta atau sekitar 8,6% dari total ekspor perikanan Indonesia.
Baca juga: Gandeng Komunitas dan Startup, KKP Perkuat Pemasaran Rajungan Nelayan
“Budi daya rajungan adalah langkah strategis agar ekosistem rajungan tetap terjaga, sekaligus menjaga stabilitas perekonomian bagi masyarakat pesisir secara berkelanjutan,” imbuhnya.
Salah satu upaya KKP yakni melalui kerja sama dengan Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI).
Balai Besar Perikanan Budi daya Air Payau (BBPBAP) Jepara milik KKP selama setahun terakhir telah melakukan kolaborasi pendampingan teknis terkait teknologi pembenihan rajungan dengan APRI.
Baca juga: Produksi Perikanan Budi Daya KKP Naik pada Maret 2025, Stok Ikan Selama Puasa dan Lebaran Aman
Selama periode tersebut, APRI bersama BBPBAP Jepara berhasil melewati tahap kritis dalam pembenihan, yakni dari fase zoea menjadi megalopa dengan penanganan maksimal dari sisi kualitas air, pakan, dan nutrisi.
Setelah menjadi crablet, rajungan memasuki tahap grading untuk memastikan tingkat keberhasilan benihnya.
Kolaborasi itu menghasilkan sekitar 250 ribu ekor crablet yang telah di restocking di perairan Situbondo.
“Budi daya rajungan dengan pengembangan teknologi pembenihannya menjadi peluang menjanjikan untuk keberlanjutan menuju ekonomi biru,” kata Board of Director (BOD) APRI, Wita Setioko.
Kepala BBPBAP, Supito, menambahkan, target dari kolaborasi itu, agar unit hatchery milik APRI dapat menghasilkan crablet rajungan secara rutin dan berkelanjutan.
BBPBAP Jepara telah berhasil melakukan pembenihan rajungan hingga menghasilkan crablet mulai 2004. Sejak 2016, BBPBAP telah memproduksi sekitar 3,5 juta ekor crablet yang didistribusikan kepada kelompok pembudi daya ikan (Pokdakan) di Jepara, Demak, Pati, Lamongan, Pangandaran, Cilacap, Brebes, Pekalongan, dan Semarang.
Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mendorong pengembangan budi daya perikanan, khususnya pada lima komoditas unggulan ekspor yang salah satunya adalah rajungan.
Pengembangan budi daya untuk memaksimalkan peluang pasar sekaligus menjaga keberlanjutan habitat perikanan di alam. (SG-1)