SOKOGURU, JAKARTA- Guna mengatur dan membatasi impor ubi kayu dan produk turunannya serta etanol, Menteri Perdagangan Budi Santoso menandatangani dua Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) baru, Jumat, 19 September 2025.
Kebijakan itu merupakan tindak lanjut arahan Presiden untuk menjaga ketersediaan bahan baku industri, melindungi petani dalam negeri, dan menjamin pasokan strategis.
Kedua permendag tersebut yakni Permendag 31 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Barang Pertanian dan Peternakan.
Baca juga: Lindungi Konsumen dan Dongkrak Daya Saing Produk Nasional, Permendag 15/2025 Diterbitkan!
“Penerbitan kedua Permendag itu dilakukan sesuai arahan Bapak Presiden. Tujuannya, untuk menjaga kebutuhan industri, melindungi petani dalam negeri, sekaligus menjaga kepastian pasokan bahan baku strategis nasional,” ujarnya, dalam keterangan Kemendag.
Permendag tersebut mengatur impor ubi kayu dan produk turunannya. Selanjutnya, Permendag 32 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2025 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor Bahan Kimia, Bahan Berbahaya, dan Bahan Tambang.
Permendag itu mengatur impor etanol. Kedua Permendag ini akan berlaku dalam kurun waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diundangkan.
Aturan Baru Impor Ubi Kayu
Mendag Busan menjelaskan, salah satu pokok pengaturan dalam Permendag 31/2025 adalah penyesuaian kebijakan impor komoditas ubi kayu/singkong dan produk turunannya seperti tepung tapioka.
Baca juga: Atur Tata Cara Promosi Dagang dan Citra RI di Luar Negeri, Mendag Terbitkan Permendag 14 Tahun 2025
Instrumen pengaturan impor ditetapkan melalui mekanisme Persetujuan Impor (PI) yang hanya dapat diberikan kepada importir pemegang Angka Pengenal Impor produsen (API-P).
“Adapun persyaratan impor tersebut berupa Rekomendasi Teknis dari Kementerian Perindustrian atau Neraca Komoditas (NK) jika telah tersedia dan pengawasan dilakukan di pabean (border),” ungkapnya.
Mendag Busan juga menjelaskan, Kemendag mendorong ubi kayu/singkong dan produk turunannya agar masuk ke dalam neraca komoditas ke depannya.
Baca juga: Beri Kemudahan dan Kepastian bagi Eksportir, Mendag Busan Terbitkan Dua Permendag Ekspor
“Artinya, kebijakan impornya akan disesuaikan dengan kebutuhan nasional, kapasitas produksi dalam negeri, dan potensi kekurangannya. Dengan demikian, kepentingan industri terpenuhi dan perlindungan terhadap petani singkong juga terjaga,” urainya.
Pengaturan kembali etanol
Sementara itu, lanjut Mendag Busan, Permendag 32/2025 diterbitkan untuk merespons usulan berbagai kementerian dan asosiasi agar sebagian komoditas bahan bakar lain, khususnya etanol, kembali dikenakan ketentuan Persetujuan Impor (PI).
Menurut Mendag Busan, langkah itu diambil untuk menjaga stabilitas harga molases (tetes tebu) yang menjadi bahan baku utama industri etanol. Langkah tersebut juga untuk melindungi pendapatan petani tebu serta keberlangsungan industri gula nasional. Kebijakan itu juga sejalan dengan program pemerintah dalam percepatan swasembada gula nasional, swasembada energi, serta pengembangan ekonomi hijau.
Ia mengatakan, semula etanol bebas diimpor, kini dikembalikan pengaturannya sebagaimana sebelumnya.
“Tujuannya, agar tidak mengganggu penyerapan tetes tebu lokal. Etanol ini sangat penting bagi industri, tetapi juga harus dipastikan tidak merugikan petani tebu yang selama ini memasok bahan baku,” imbuh Busan.
Ia menambahkan, Permendag 32/2025 juga mengakomodasi kebutuhan industri farmasi, obat tradisional, kosmetik, dan pangan olahan terkait bahan berbahaya (B2).
Sebelumnya, impor B2 oleh Importir Terdaftar (IT-B2) hanya dapat disalurkan ke pengguna akhir di luar sektor tersebut. Permendag 32/2025 memungkinkan IT-B2, khususnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pemilik Angka Pengenal Importir Umum (API-U), untuk mendistribusikan bahan berbahaya kepada sektor- sektor tertentu.
Ia pun menegaskan, syarat utamanya adalah rekomendasi dari lembaga pemerintah yang berwenang di bidang pengawasan obat dan makanan, dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Rekomendasi tersebut wajib dipenuhi jika bahan berbahaya akan digunakan untuk kebutuhan industri farmasi, industri obat tradisional, industri kosmetik, maupun industri pangan olahan dan Bahan Tambahan Pangan (BTP).
“Dengan Permendag itu, pemerintah memastikan distribusi bahan berbahaya tetap terkendali, namun pada saat yang sama memberikan kemudahan bagi sektor-sektor strategis agar tetap memperoleh pasokan bahan baku yang dibutuhkan secara aman, legal, dan sesuai ketentuan,” katanya.
Kedua Permendag itu, tegas Busan lagi, merupakan langkah untuk menyeimbangkan kebutuhan industri dengan perlindungan petani dan kepentingan nasional.
“Kami ingin memastikan kebijakan impor tidak merugikan petani dan industri dalam negeri. Di sisi lain, industri farmasi dan kosmetik juga harus tetap mendapat kepastian pasokan bahan baku,” jelasnya.
Menurut Mendag Busan, kedua Permendag itu menjadi solusi agar kebijakan impor tetap selektif, transparan, dan mendukung kemandirian ekonomi nasional sesuai arahan Presiden,” tutupnya. (SG-1)