SOKOGURU, JAKARTA – Usulan mengejutkan untuk menaikkan usia pensiun aparatur sipil negara (ASN) hingga 70 tahun menuai kritik tajam dari DPR RI.
Anggota Komisi II DPR, Ahmad Irawan, menyebut wacana tersebut bisa berdampak buruk terhadap regenerasi birokrasi, produktivitas ASN, hingga efektivitas pelayanan publik, khususnya di daerah.
Anggota Komisi II DPR, Ahmad Irawan. (Dok,Pemkot Bandung)
“Kalau pensiun di usia 70 tahun, regenerasinya mandek. Padahal saat ini banyak ASN muda berprestasi yang harusnya diberi ruang,” tegas Irawan dalam pernyataan resminya, Senin, 2 Mei 2025.
Baca juga: Cair Juni 2025! Tunjangan Guru Madrasah Non-ASN Rp1,5 Juta Segera Disalurkan, Ini Syarat Lengkapnya
Menurutnya, daripada fokus pada perpanjangan usia pensiun, pemerintah seharusnya memprioritaskan reformasi sistem pensiun ASN yang masih belum ideal.
“Nilai manfaat pensiun ASN saat ini masih jauh dari cukup. Harusnya itu dulu yang dibenahi, bukan malah menambah umur kerja,” ungkap legislator dari Dapil Jawa Timur V ini.
Bekerja Hingga Usia 70 Tahun Potensi Picu Stagnansi Jabatan.
Baca juga: Baru Sekali Berlaku, Aturan ASN Naik Transportasi Umum Langsung Kurangi Kemacetan Jakarta
Irawan menyoroti bahwa jika seseorang bekerja hingga usia 70 tahun, maka potensi terjadinya stagnasi jabatan, bahkan moral hazard, akan meningkat.
“Kalau orang terlalu lama menjabat, regenerasi tersendat, inovasi mati. Ini berbahaya bagi birokrasi,” ujarnya.
Usulan Perpanjangan Pensiun dari Korpri
Usulan perpanjangan usia pensiun tersebut sebelumnya disampaikan oleh Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri).
Mereka mengusulkan batas usia pensiun berdasarkan jenjang jabatan, bahkan menyebut jabatan fungsional utama bisa pensiun di usia 70 tahun.
Namun, Irawan mengingatkan bahwa Korpri bukan pemerintah.
Baca juga: Wali Kota Bandung Lantik 575 ASN Baru! Farhan: Ini Bukan Akhir, tapi Awal Pengabdian!
“Usulan itu belum resmi dari pemerintah. Masih wacana dari Korpri saja. Jangan disamakan seperti usulan kenaikan usia pensiun TNI-Polri,” katanya.
Ia juga menilai usulan itu masih memiliki banyak celah kebijakan, salah satunya tidak mempertimbangkan usia masuk ASN yang bervariasi, serta perbedaan jenis kepegawaian seperti PNS dan PPPK.
“Durasi kerja tiap ASN beda-beda. Harus ada kajian akademik yang mendalam sebelum buat kebijakan besar seperti ini,” tegasnya.
Bagi Irawan, yang paling penting saat ini adalah memperkuat sistem meritokrasi dan tata kelola ASN yang berbasis kinerja.
“Birokrasi yang sehat itu bukan dilihat dari lamanya orang bekerja, tapi dari kualitas pelayanan publik yang mereka hasilkan,” ujarnya.
Ia pun menyarankan agar perhatian pemerintah tidak teralihkan pada sekadar angka usia pensiun.
“Lebih baik fokus pada peremajaan SDM ASN, pembenahan data kepegawaian, dan sistem pensiun yang adil dan berkelanjutan,” tutupnya. (*)