SOKOGURU – Bisnis kuliner selalu menjadi primadona di tengah gempuran persaingan pasar.
Meski banyak yang tutup dalam tiga tahun pertama operasional, beberapa brand seperti Menantea, Kopi Kenangan, dan Janji Jiwa tetap eksis dan bahkan berkembang pesat. Apa rahasianya?
Dari hasil wawancara langsung dengan pelaku industri dan data internal bisnis F&B (Food and Beverage), terdapat tiga kunci utama sukses dalam membangun bisnis kuliner modern.
1. Rasa Harus Enak dan Konsisten
"Makanan enak itu mudah dibuat. Tapi menjaga rasa tetap enak di puluhan cabang, itu tantangan sebenarnya,"ujar Raymond Chin melalui kanal YouTube pribadinya, sebagaimana dikutip sokoguru.id, Selasa, 13 Mei 2025.
Standardisasi rasa menjadi hal krusial saat bisnis berkembang. Bahan baku yang berbeda dari supplier, perubahan cuaca, hingga operator yang tidak terlatih bisa mengubah citarasa produk.
Hal ini juga ditekankan oleh tim Menantea, salah satu brand teh lokal yang kini memiliki ratusan gerai. Mereka menggunakan sistem digital untuk memastikan takaran bahan dan proses pembuatan minuman tetap konsisten di setiap outlet.
2. Manajemen Operasional yang Efisien
Supply chain dan inventory management menjadi pondasi kuat kelangsungan bisnis kuliner.
Menurut survei Asosiasi Pengusaha Makanan dan Minuman Nasional (APMN), 68% pelaku usaha sepakat bahwa tidak boleh hanya memiliki satu supplier.
Selain itu, human error dalam pengelolaan stok menjadi penyebab utama kerugian. Data menunjukkan, 46% masalah di gudang disebabkan oleh kesalahan pencatatan atau estimasi.
Untuk itu, banyak brand besar seperti Kopi Kenangan dan Janji Jiwa telah menggunakan aplikasi digital seperti GoBiz untuk mengatur stok bahan baku, prediksi penjualan, hingga laporan keuangan secara real-time.
"Manual itu amburadul. Digital itu solusi," tambah Raymond.
3. Penerapan SOP yang Ketat
SOP (Standard Operating Procedure) bukan sekadar aturan administratif. Ini adalah nyawa dari operasional bisnis kuliner berskala nasional.
Contohnya, di Starbucks, para barista harus menggunakan timbangan saat menuangkan susu agar ukuran dan rasanya selalu sama. Di Indonesia,Kopken juga menerapkan SOP ketat untuk semua tahap, mulai dari persiapan bahan, cara meracik, hingga penyajian kepada konsumen.
Tidak jarang, perusahaan besar memiliki divisi khusus untuk Quality Control (QC) dan Area Manager yang melakukan audit rutin ke setiap cabang.
"Manusia rentan membuat kesalahan. Itulah mengapa SOP harus mutlak diikuti," lanjut Raymond.
Hingga kini, pertumbuhan industri F&B di Indonesia masih positif dengan CAGR mencapai 10%. Namun, tanpa kombinasi rasa konsisten, manajemen operasional yang efisien, dan SOP yang ketat, bisnis kuliner akan sulit bertahan di tengah kompetisi yang semakin sengit.(*)