Soko Berita

Wanita Dikeroyok Debt Collector di Depan Polsek, DPR: Negara Tak Boleh Kalah dari Preman

Anggota DPR RI mengecam aksi pengeroyokan wanita oleh debt collector di depan Polsek Pekanbaru. Desak hukum tegas dan regulasi larang kekerasan dalam penagihan.

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
24 April 2025

Ilustrasi aksi pengeroyokan terhadap seorang wanita. (AI-sokoguru.id)

SOKOGURU, PEKANBARU – Aksi brutal sekelompok debt collector yang mengeroyok seorang perempuan berinisial RP, 31, di depan Kantor Polsek Bukit Raya, Kota Pekanbaru, Riau, menuai kecaman keras dari Komisi III DPR RI. 

Insiden ini bukan hanya viral di media sosial, tapi juga dinilai sebagai bentuk nyata premanisme yang mengoyak rasa keadilan masyarakat.

Martin Daniel Tumbelaka, Anggota Komisi III DPR RI, menyebut peristiwa ini sebagai bukti lemahnya pengawasan dan ketidaktegasan terhadap praktik penagihan utang yang mengandung unsur kekerasan.

Baca juga: Premanisme Ancam Bandung, Warga Kini Bisa Lapor 24 Jam Lewat 112!

Martin Daniel Tumbelaka, Anggota Komisi III DPR RI. (Dok.DPR RI)

Pengeroyokan sebagai Wajah Premanisme Berkedok Hukum

“Ini bukan pelanggaran biasa. Ini wajah premanisme yang berlindung di balik hukum, dan negara tak boleh diam!” tegas Martin dalam keterangan pers, Rabu,  23 April 2025.

Kejadian tragis itu berlangsung pada Sabtu malam (19/4), dengan 11 pelaku terlibat dalam penganiayaan terhadap RP. Ironisnya, kejadian itu terjadi di depan kantor polisi yang semestinya menjadi tempat aman bagi warga. 

Namun, aparat yang berjaga disebut tidak mampu mengendalikan situasi dan bahkan hanya merekam aksi kekerasan tersebut.

Baca juga: Bandung Bentuk Satgas Anti Premanisme, Farhan: Kota Ini Milik Semua Warga

Martin menilai insiden ini sebagai alarm serius kegagalan negara dalam melindungi rakyatnya. 

Ia meminta tindakan hukum maksimal, termasuk penerapan pasal penganiayaan dan perusakan.

“Tidak cukup dimediasi. Para pelaku harus dihukum setimpal. Ini soal keadilan dan marwah hukum!” ujarnya.

Dorongan Regulasi Ketat

Tak hanya fokus pada penindakan, Martin juga mendorong pembentukan regulasi tegas agar tidak ada lagi ruang legal bagi kekerasan dalam praktik penagihan. 

Perlu Menyusun Protokol Penertiban Debt Collector Ilegal

Ia meminta Kementerian Hukum dan HAM, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta Kepolisian menyusun protokol penertiban debt collector ilegal.

“Perlu aturan jelas, baik dalam bentuk Peraturan Menteri atau bahkan Peraturan Pemerintah, agar praktik seperti ini tak terulang,” tegas politikus dari Fraksi Gerindra tersebut.

Ia juga menyoroti pentingnya perlindungan bagi korban dan pelapor, agar mereka tidak takut menghadapi intimidasi dari pelaku.

Baca juga: Rano Karno: Pemprov DKI Jakarta Tak Tolerir Aksi Premanisme Pengumpulan THR

“Rakyat harus merasa aman. Jangan sampai hukum justru ditakuti karena tidak melindungi mereka,” katanya.

Menutup pernyataannya, Martin mendesak Polri agar segera meningkatkan kecepatan respons dan memperkuat kehadiran hukum dalam mencegah kekerasan di ruang publik—terutama jika terjadi di sekitar kantor kepolisian.

“Hukum harus kembali jadi pelindung, bukan jadi alat ketakutan. Kasus ini harus jadi momentum bersih-bersih premanisme!” tegasnya. (SG-2)