Soko Berita

Sejarah Bukan Milik Penguasa, Anggota DPR Kritik Ucapan Menteri Fadli Zon soal Mei 1998

Anggota DPR Lalu Hadrian kritik Fadli Zon soal tragedi Mei 1998. Menyebut tidak ada perkosaan massal dinilai melukai korban dan menghapus jejak sejarah bangsa.

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
17 Juni 2025
<p>Kilas balik sejarah18 Mei 1998, ribuan mahasiswa dari berbagai kampus di Jakarta dan sekitarnya, menduduki gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta. (Dok.kaarika.id)</p>

Kilas balik sejarah18 Mei 1998, ribuan mahasiswa dari berbagai kampus di Jakarta dan sekitarnya, menduduki gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta. (Dok.kaarika.id)

SOKOGURU, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian, menanggapi keras pernyataan kontroversial Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyebut tidak ada perkosaan massal dalam tragedi Mei 1998. 

Menurut Lalu, pernyataan tersebut berpotensi melukai para korban dan merendahkan perjuangan pemulihan yang telah dilakukan selama lebih dari dua dekade.

“Sedikit keliru kalau dikatakan tidak ada perkosaan massal. Peristiwa itu terjadi, jangan tutupi sejarah,” tegas Lalu Hadrian, Selasa (17/6/2025).

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian. (DPR RI)

Baca juga: Penulisan Ulang Sejarah RI Menuai Kritik, Anggota DPR Bonnie Triyana Soroti Istilah 'Sejarah Resmi'

Fadli Zon Sebut Tidak Ada Bukti Pemerkosaan Massal

Dalam wawancara dengan media, Fadli Zon menyatakan bahwa tidak terdapat bukti kekerasan terhadap perempuan, termasuk perkosaan massal, dalam peristiwa kerusuhan 1998. 

Ia bahkan mengklaim bahwa isu tersebut hanyalah rumor dan tidak pernah tercatat dalam buku sejarah.

Baca juga: Gedung Bersejarah Bandung Terancam Hilang Jati Diri, Ini Langkah Berani Wali Kota Farhan

Lebih jauh, Fadli menyebut Pemerintah akan melakukan penulisan ulang sejarah Indonesia dengan “nuansa positif” demi mempererat persatuan bangsa. Namun, pernyataannya langsung menuai kritik tajam dari berbagai pihak, termasuk dari parlemen.

Lalu Hadrian: Itu Tragedi Kemanusiaan yang Nyata

Lalu menegaskan, tragedi Mei 1998 adalah bagian kelam dari sejarah bangsa yang menyimpan luka mendalam, khususnya bagi perempuan korban kekerasan seksual. 

Menyangkal fakta tersebut sama saja dengan menghapus jejak sejarah dan merendahkan martabat para korban.

Baca juga: Bandung Kembali Gaungkan Semangat Asia Afrika, Siap Jadi Pusat Perayaan 70 Tahun KAA!

“Itu adalah tragedi kemanusiaan yang nyata. Jangan menghapus jejak kekerasan seksual yang nyata dan telah diakui masyarakat internasional. Komnas Perempuan juga sudah melaporkan,” ujarnya.

Ia menambahkan bahwa penyangkalan atas tragedi ini bisa menghambat upaya rekonsiliasi dan pemulihan korban, yang selama ini diperjuangkan oleh banyak pihak.

Peringatan Lalu: Sejarah Bukan Milik Kekuasaan

Lalu juga mengingatkan bahwa sejarah tidak boleh direduksi menjadi narasi tunggal milik penguasa. 

“Sejarah adalah fondasi jati diri bangsa. Ketika sejarah ditulis ulang, yang harus dipastikan adalah untuk siapa dan mengapa sejarah itu ditulis, bukan siapa penulisnya,” pungkas Legislator asal Dapil Nusa Tenggara Barat II ini. (*)