Soko Berita

Penulisan Ulang Sejarah RI Menuai Kritik, Anggota DPR Bonnie Triyana Soroti Istilah 'Sejarah Resmi'

Anggota DPR RI Bonnie Triyana kritik istilah 'sejarah resmi' dalam proyek penulisan ulang sejarah RI. DPR bakal panggil Menteri Fadli Zon untuk klarifikasi.

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
22 Mei 2025
<p>Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana menyoroti penggunaan istilah “sejarah resmi” dalam draf Kerangka Konsep Penulisan Sejarah Indonesia. (Dok.DPR RI)</p>

Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana menyoroti penggunaan istilah “sejarah resmi” dalam draf Kerangka Konsep Penulisan Sejarah Indonesia. (Dok.DPR RI)

SOKOGURU, JAKARTA — Proyek penulisan ulang sejarah Indonesia oleh Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) memicu polemik nasional.

Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana menyoroti penggunaan istilah “sejarah resmi” dalam draf Kerangka Konsep Penulisan Sejarah Indonesia. 

Menurut sejarawan sekaligus politikus PDI Perjuangan itu, istilah tersebut tidak tepat secara keilmuan dan dapat menimbulkan persepsi bahwa versi sejarah lainnya adalah ilegal atau subversif.

Baca juga: Gedung Bersejarah Bandung Terancam Hilang Jati Diri, Ini Langkah Berani Wali Kota Farhan

“Penggunaan istilah 'sejarah resmi' problematik secara prinsipil maupun metodologis. Ini bisa memunculkan kesan bahwa versi sejarah di luar narasi pemerintah adalah tidak sah,” tegas Bonnie dalam keterangannya di Jakarta, Rabu 21 Mei 2025.

Tiga Sejarawan Ditunjuk Susun Kerangka Dasar Penulisan Sejarah

Proyek penulisan ulang ini mencakup rentang sejarah dari awal peradaban Nusantara hingga era pasca-Reformasi. Kemenbud telah menunjuk tiga sejarawan ternama—Susanto Zuhdi, Singgih Tri Sulistiyono, dan Jajat Burhanudin—untuk menyusun kerangka dasar penulisan. 

Buku sejarah ini ditargetkan rampung dan diluncurkan pada 17 Agustus 2025, bertepatan dengan HUT ke-80 RI.

Baca juga: Bandung Kembali Gaungkan Semangat Asia Afrika, Siap Jadi Pusat Perayaan 70 Tahun KAA!

Kemenbud berdalih bahwa revisi ini diperlukan untuk menyelaraskan sejarah nasional dengan berbagai temuan terbaru dari disertasi dan penelitian akademik. 

Proyek ini juga didanai oleh negara dan didukung oleh Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI).

Namun, kekhawatiran muncul di kalangan masyarakat. Sejumlah tokoh bahkan mendatangi DPR dan melakukan audiensi dengan Komisi X DPR RI pada 19 Mei 2025, karena mencurigai adanya upaya pembelokan sejarah.

Perlu Transparansi dan Partisipasi Publik

Bonnie, lulusan Magister Sejarah Universitas Indonesia, menegaskan pentingnya transparansi dan partisipasi publik. Ia mendorong agar penulisan sejarah bangsa dilakukan secara inklusif dan demokratis, bukan secara sepihak.

Baca juga: Ikon Sejarah Gedung Merdeka dan Museum KAA di Bandung akan Direnovasi

“Sejarah adalah milik rakyat, dan cara kita memandang masa lalu menentukan arah masa depan. Maka, harus ada ruang publik yang terbuka bagi diskusi ilmiah,” tegasnya.

Komisi X DPR pun berencana memanggil Menteri Kebudayaan Fadli Zon untuk memberikan penjelasan langsung. Hingga kini, DPR belum menerima penjabaran resmi dari kementerian terkait proyek strategis ini.

Puan Maharani: Jangan Ada Pengaburan Sejarah

Ketua DPR RI Puan Maharani turut menyoroti isu ini. Ia meminta agar pemerintah tidak melakukan “pengaburan sejarah” dalam proyek tersebut.

“Yang penting jangan sampai penulisan ulang sejarah justru mengaburkan fakta. Prinsip ‘Jas Merah’—Jangan Sekali-sekali Melupakan Sejarah—harus tetap dipegang,” ujar Puan, pada Selasa, 20 Mei 2025.

Puan menekankan bahwa sejarah, baik yang pahit maupun manis, harus tetap diungkapkan secara jujur. 

Menurut Puan, hal ini menjadi refleksi penting, terutama bagi generasi muda agar memahami dan menghargai perjuangan para pahlawan.(*)