Soko Berita

Opini: Raja Ampat Terancam Tambang: Jangan Tukar Surga Wisata Papua dengan Janji Industri

Rencana pertambangan di Raja Ampat dinilai mengancam ekowisata dan ekonomi rakyat. DPR soroti pentingnya keberlanjutan dan perlindungan hak adat Papua.

By Deri Dahuri  | Sokoguru.Id
09 Juni 2025
<p>Eksploitasi alam oleh perusahaan pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Bart. (Dok.Pribadi DAP Wilayah lll Domberai)</p>

Eksploitasi alam oleh perusahaan pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Bart. (Dok.Pribadi DAP Wilayah lll Domberai)

SOKOGURU - Rencana aktivitas pertambangan di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya, menimbulkan keresahan. 

Wilayah yang selama ini dikenal sebagai ikon pariwisata dunia itu kini terancam oleh kepentingan industri ekstraktif yang menyimpan banyak tanda tanya soal keberlanjutan dan dampaknya bagi masyarakat lokal.

Raja Ampat bukan sekadar lanskap indah di ujung timur Indonesia. Raja Ampat adalah denyut nadi ekonomi masyarakat adat yang menggantungkan hidup pada sektor pariwisata ramah lingkungan. 

Baca juga: Raja Ampat Terancam Tambang, Anggota DPR RI: Jangan Korbankan Wisata demi Investasi!

Ekosistem laut yang terjaga telah menciptakan rantai ekonomi yang solid—mulai dari homestay lokal, jasa transportasi laut, kuliner khas, hingga kerajinan tangan yang seluruhnya digerakkan oleh penduduk setempat.

Ancaman pertambangan bukan hanya soal kerusakan lingkungan. Lebih dari itu, ini tentang hilangnya peluang ekonomi yang telah tumbuh secara alami dan terbukti mampu menopang kehidupan ribuan keluarga. 

Setiap aktivitas industri skala besar, apalagi pertambangan, seharusnya melalui kajian menyeluruh—mulai dari dampak lingkungan, sosial, hingga hak-hak masyarakat adat yang kerap diabaikan.

Baca juga: DPR RI Tolak Keras Tambang Nikel di Raja Ampat! Novita Hardini: Ini Penghancuran Surga Laut Dunia!

Celakanya, pengalaman di banyak daerah menunjukkan bahwa investasi tambang sering kali mengabaikan prinsip transparansi dan keterlibatan warga. Izin keluar secara senyap, masyarakat tak diajak bicara, dan hak ulayat dikerdilkan atas nama pembangunan. 

Jika pola ini kembali diulang di Raja Ampat, maka Indonesia akan kehilangan lebih dari sekadar surga bawah laut—kita kehilangan kepercayaan dari rakyat Papua sendiri.

Pembangunan memang perlu, tetapi bukan dengan mengorbankan bentang alam yang menjadi sumber hidup warga. 

Apalagi jika pengorbanan itu hanya menghasilkan keuntungan sesaat bagi segelintir pihak, sementara masyarakat adat menerima dampak panjang berupa degradasi ekosistem, hilangnya identitas budaya, dan ketimpangan ekonomi.

Negara Lindungi Wilayah Adat dan Jamin Keadilan Ekologis

Dalam konteks ini, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk melindungi wilayah adat dan menjamin keadilan ekologis. 

Setiap kebijakan yang menyangkut wilayah konservasi seperti Raja Ampat harus berbasis keberlanjutan, partisipatif, dan menghormati hak masyarakat lokal sebagai pemilik sah wilayah tersebut.

Baca juga: Wisata Bahari Raja Ampat Makin Mendunia, KKP Berhasil Lindungi Populasi Pari dan Hiu

Raja Ampat tak butuh tambang untuk maju. Ia hanya butuh perlindungan dan tata kelola yang adil agar potensi wisata alamnya tetap menjadi sumber kesejahteraan rakyat. 

Indonesia Tak Menukar Surga Wisata Dunia dengan Janji Industri 

Indonesia tak seharusnya menukar surga wisata dunia dengan janji industri yang belum tentu membawa manfaat jangka panjang.

Jika pembangunan di Papua terus dipaksakan tanpa suara rakyat, maka yang kita bangun hanyalah kerusakan yang dibungkus kata-kata manis investasi. Ini saatnya pemerintah membuktikan keberpihakan pada rakyat, bukan pada kekuatan modal. (*)