SOKOGURU, Jakarta - Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf menjelaskan, jika penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 menjadi langkah penting dalam penyaluran program perlindungan sosial.
Inpres ini menunjuk Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai pihak berwenang memproses, dan menentukan data tunggal penerima bantuan pemerintah.
Dengan demikian, seluruh kementerian/lembaga, dan pemerintah daerah wajib mendukung pemutakhiran data yang dilakukan BPS.
Meski demikian, Mensos mengakui, jika data saat ini belum sempurna tetapi komitmen untuk memulainya bersama telah disepakati.
Sekarang ini, kuota penerima bansos hanya mencakup 96,8 juta jiwa. Padahal, untuk menjangkau masyarakat hingga Desil 4, dibutuhkan kuota minimal 112 juta jiwa.
"Penduduk kita sebanyak lebih dari 280 juta. Karena bansis kita itu kuota, kami memilih prioritas bagi mereka yang paling membutuhkan," ujar Mensos, dikutip dari laman Kemensos, Kamis (17/7).
Bansos dan Layanan Kesehatan Tepat Sasaran
Melalui koordinasi lintas kementerian, Gus Ipul berharap penyaluran bansos dapat semakin tepat sasaran, sehingga tidak ada lagi warga miskin yang kesulitan dapat layanan kesehatan.
Mensos juga mengaku optimistis jika dengan data dari BPS sebagai hulu, pasien tidak akan lagi ditolak oleh rumah sakit.
Baca Juga:
Sebagai konsekuensi dari Inpres Nomor 4 Tahun 2025, lebih dari 8 juga data penerima bantuan PBI JKN dinonaktifkan.
"Kuota tetap, tetapi dialihkan kepada penerima manfaatkan yang kami anggap lebih berhak daripada 7 juta sebelumnya," ujar Mensos.
Penonaktifkan ini didasarkan pada verifikasi lapangan atau ground check yang dilakukan oleh Kementerian Sosial (Kemensos) bersama BPS.
"Apa pertimbangannya? Pertama hasil ground check kami. Kami turun ke lapangan dengan SDM (Sumber Daya Manusia) yang kami miliki bersama BPS kepada penerima-penerima manfaat ini," ujarnya.
Selain itu, sekitar 2 juta penerima dinilai tidak berhak menerima PBI. Pemeringkatan melalui sistem desil pada Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN) juga menjadi dasar penilaian.
Baca Juga:
Mensos menjelaskan, jika pihaknya fokus pada Desil 1 hingga 4, sementara Desil 5 dan seterusnya dianggap tidak layak menerima bantuan PBI.
"Maka kemudian, jumlahnya ketemu (sebanyak) 7 juta lebih, tambahan 800.000 jadi 8 juta lebih sekarang (tidak layak PBI)," katanya.
Meski pemutakhiran data belum sempurna, pemerintah membuka ruang reaktivasi bagi masyarakat yang merasa layak menerima PBI, prosesnya dapat dilakukan melalui dua jalur, formal dan partisipatif.
Jalur formal meliputi pengajuan melalui RT/RW, kelurahan, dinas sosial, dan pengesahan oleh kepala daerah.
Sedangkan jalur partisipatif dapat diakses melalui aplikasi Cek Bansos. Pada aplikasi ini, memungkinkan masyarakat mengajukan usulan atau sanggaran secara mandiri untuk verifikasi.
Bukan itu saja, aplikasi Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS-NG) juga dapat digunakan oleh dinas sosial untuk mendukung proses reaktivasi.
Hingga saat ini, lebih dari 8 juta data yang dinonaktifkan, baru 25.628 atau 0,3% yang telah melakukan reaktivasi.
Dari jumlah itu, 1.822 usulan masih menunggu persetujuan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin), 2.578 telah disetujui tetapi belum diaktifkan BPJS, 18.869 sudah aktif sebagai peserta PBI-JK, dan 2.359 aktif tetapi pindah segmen.(*)