SOKOGURU, JAKARTA: Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez, angkat suara terkait maraknya kekerasan seksual yang terjadi belakangan ini, termasuk dugaan pelecehan yang dilakukan seorang dokter kandungan di Garut, Jawa Barat.
Gilang menegaskan, negara tidak boleh tinggal diam ketika ruang-ruang pelayanan publik justru menjadi tempat yang rawan bagi korban.
"Tempat yang seharusnya menjadi sumber kesembuhan, malah jadi tempat ketidaknyamanan bagi pasien. Ini sangat mencederai rasa aman rakyat," kata Gilang dalam pernyataan tertulis, Kamis (17/4/2025).
Baca juga: Heboh Dugaan Pelecehan Seksual Saat USG di Garut, DPR Desak Penindakan Tegas
Gilang mengecam keras peristiwa tersebut dan menyebut bahwa tindakan cabul di fasilitas kesehatan bukan sekadar kriminal biasa, melainkan cerminan lemahnya sistem perlindungan masyarakat.
Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez, (Dok.Pri)
Ia mendesak agar proses hukum dilakukan secara profesional dan transparan, serta pelaku dijatuhi sanksi pidana tegas jika terbukti bersalah.
Negara Tidak Boleh Kalah
Menurut politikus Fraksi PDI-Perjuangan itu, pemerintah harus hadir secara nyata dan tegas dalam menjamin ruang publik bebas dari kekerasan, terutama bagi kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak.
“Ketika rakyat yang datang untuk berobat justru jadi korban pelecehan, itu adalah bentuk pengkhianatan terhadap mandat pelayanan publik,” tegasnya.
Baca juga: DPR Desak Pemerintah Perketat Seleksi Dokter Spesialis Usai Kasus di Bandung
Ia pun mempertanyakan lemahnya sistem pengawasan terhadap tenaga medis, yang memungkinkan pelaku berpraktik tanpa pengawasan berarti.
Gilang mendorong Kementerian Kesehatan segera mengevaluasi sistem etika dan pengawasan, serta membentuk mekanisme aduan cepat dan responsif agar masyarakat tidak takut melapor.
Jangan Anggap Kasus Ini Tunggal
Gilang mengaku khawatir bahwa kasus ini bukanlah yang pertama atau terakhir.
Karena itu, ia mendorong aparat penegak hukum untuk aktif melakukan pendampingan dan investigasi lebih luas.
Ia juga meminta masyarakat turut mengawal proses hukum setiap kasus kekerasan seksual hingga tuntas.
“Kita tidak boleh lupa atau membiarkan kasus tenggelam begitu saja saat muncul kasus baru. Korban berhak mendapat keadilan, dan pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya,” ucap Gilang.
Soroti Deretan Kasus Kekerasan Seksual
Sejak awal 2025, sejumlah kasus kekerasan seksual menggemparkan publik, mulai dari pencabulan anak oleh mantan Kapolres Ngada, pelecehan mahasiswa oleh guru besar UGM, hingga pemerkosaan yang melibatkan dokter PPDS di RS Hasan Sadikin, Bandung.
Belum lagi dugaan pelecehan di Garut dan kasus belasan siswi SD di Depok yang menjadi korban gurunya sendiri.
“Ini sudah sangat serius. Bahkan di layanan umum seperti KRL pun terjadi pelecehan. Kita harus tegas, tidak boleh ada toleransi sedikit pun untuk kejahatan seksual,” tegas Gilang.
Desak Polisi dan Pemerintah Bertindak Cepat
Gilang meminta agar aparat penegak hukum lebih sigap menerima dan menindaklanjuti laporan kekerasan seksual, serta tidak menyudutkan korban.
Ia juga mendorong Komnas Perempuan untuk proaktif memfasilitasi pendampingan korban.
Baca juga: Dokter Residen Terjerat Kasus Kekerasan Seksual, Publik Tuntut Reformasi Dunia Medis
"Polisi harus jemput bola, jangan justru menyalahkan korban. Ini yang membuat banyak korban enggan melapor,” katanya.
Dorong Implementasi UU TPKS Secara Maksimal
Ia juga menyoroti belum optimalnya implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) karena pemerintah belum menerbitkan seluruh aturan turunannya. Dari tujuh peraturan pelaksana, baru empat yang sudah disahkan.
Gilang mendesak pemerintah segera merampungkan tiga aturan penting yang tersisa, yakni:
* RPP Dana Bantuan Korban TPKS
* RPP Pencegahan, Penanganan, Pelindungan, dan Pemulihan TPKS
* RPerpres Kebijakan Nasional Pemberantasan TPKS
“Aturan teknis ini sangat dibutuhkan agar UU TPKS bisa benar-benar efektif dijalankan,” jelasnya.
Perlu UPTD di Setiap Daerah
Untuk memperkuat perlindungan korban, Gilang juga mendorong pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di setiap wilayah.
UPTD ini akan menjadi garda depan dalam memberikan pendampingan kepada korban kekerasan seksual.
“Negara harus memastikan setiap korban mendapat perlindungan, bukan malah merasa sendirian. Jangan sampai rasa aman rakyat terus dikorbankan karena sistem yang lamban,” tutup Gilang. (SG-2)