SOKOGURU, JAKARTA: Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, mengkritik keras tindakan represif aparat kepolisian terhadap mahasiswa yang menggelar aksi unjuk rasa menolak revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).
Aksi yang berlangsung di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pada Kamis (20/3), berujung ricuh, menyebabkan belasan mahasiswa terluka akibat tindakan kekerasan aparat.
"Aparat keamanan tidak boleh asal main pukul terhadap mahasiswa yang sedang menyampaikan aspirasi,” ujar Abdullah.
Baca juga: DPR Dukung Dewan Pers Tangani Intimidasi terhadap Wartawan Tempo
“Gunakan pendekatan yang humanis dalam mengamankan aksi. Polisi punya tugas untuk mengayomi masyarakat, bukan bertindak represif," tegas Abdullah dalam keterangan pers, Jumat (21/3).
Demonstrasi mahasiswa berlangsung tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di berbagai daerah. Bentrokan dengan aparat terjadi saat petugas mencoba membubarkan massa, yang berujung pada pemukulan dan penggunaan pentungan terhadap demonstran.
Kekerasan Aparat Berujung Enam Mahasiswa Dirawat di Rumah Sakit
Akibatnya, beberapa mahasiswa mengalami luka serius dan harus mendapatkan perawatan medis.
Tiga mahasiswa Universitas Indonesia (UI) dilarikan ke RS Tarakan, sementara enam mahasiswa lainnya dirawat di RS Pelni.
Baca juga: Aksi Tolak MBG di Papua Diwarnai Kekerasan, Polisi dan ASN Diduga Langgar Hak Anak
Tak hanya mahasiswa, seorang pengemudi ojek online (ojol) yang tengah mangkal di sekitar lokasi turut menjadi korban salah sasaran.
Ia mengalami luka di kepala setelah dikeroyok oleh aparat yang mengira dirinya sebagai bagian dari massa aksi. Video kejadian tersebut pun viral di media sosial, memicu kecaman dari berbagai pihak.
Kritik Terhadap Penanganan Demonstrasi
Abdullah menekankan bahwa demonstrasi adalah hak yang dijamin oleh konstitusi dan bagian dari kehidupan demokrasi di Indonesia. Oleh karena itu, tindakan represif terhadap mahasiswa tidak dapat dibenarkan.
"Mahasiswa menyampaikan aspirasi di rumah rakyat, yang seharusnya menjadi tempat terbuka bagi suara publik. Kebebasan berpendapat dijamin oleh konstitusi, dan aparat semestinya memahami serta menghormati hal tersebut," ujar Abdullah.
Ia juga meminta pimpinan Polri untuk memberikan arahan yang lebih tegas kepada aparat agar menggunakan pendekatan persuasif dalam menangani aksi unjuk rasa.
Baca juga: Kekerasan Aparat dalam Demo Tolak Revisi UU TNI, DPR: Berlebihan dan Ngawur!
Menurutnya, tindakan represif justru memperburuk situasi dan mencoreng citra kepolisian di mata publik.
"Kalau ada ketegangan di lapangan, aparat harus mengedepankan langkah-langkah soft approach, bukan kekerasan yang justru memperkeruh keadaan,” jelas Abdullah.
“Jangan sampai ada korban lagi, apalagi salah sasaran terhadap masyarakat yang tidak terlibat dalam aksi," lanjutnya.
Abdullah menegaskan bahwa penggunaan kekerasan tidak hanya menciptakan ketidakpercayaan terhadap institusi Polri, tetapi juga menimbulkan kesan bahwa negara tidak mau mendengarkan suara rakyat.
Seruan untuk Menjaga Stabilitas
Di sisi lain, Abdullah juga mengimbau mahasiswa untuk tetap menyampaikan aspirasi secara damai dan tidak melakukan tindakan anarkis.
"Saya mengajak teman-teman mahasiswa untuk tetap menjaga ketertiban dalam berdemonstrasi,” kata Abdullah.
“Jangan berikan celah bagi tindakan represif dengan melakukan aksi yang melanggar aturan. Dengan cara yang damai, aspirasi bisa tersampaikan dengan lebih efektif," jelasnya.
Selain itu, ia juga mengajak seluruh elemen bangsa untuk menjaga stabilitas nasional, terutama di bulan Ramadan ini.
"Bulan suci Ramadan adalah momen untuk menjaga keteduhan bangsa. Mari kita kawal setiap kebijakan dengan cara-cara yang baik demi Indonesia yang lebih demokratis dan damai," tutup Abdullah. (SG-2)