SOKOGURU, JAKARTA- Getah aromatik dari pohon genus Styrax (kemenyan) tidak hanya bernilai budaya tinggi, tetapi juga menyimpan potensi besar dari sisi ekonomi dan industri.
Untuk itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen memperkuat program hilirisasi kemenyan untuk mengembangkan minyak atsiri dari bahan baku kemenyan.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (Dirjen IKMA) Reni Yanita dalam keterangannya, di Jakarta, Senin, 15 September 2025.
“Hilirisasi kemenyan memberikan nilai tambah lebih tinggi sekaligus memperkuat daya saing IKM di daerah penghasil. Ini terus kami dorong sejalan dengan agenda hilirisasi sumber daya alam yang digagas pemerintah saat ini,” ujarnya.
Mengutip data Trademap.org, Reni mengatakan, pada 2024 ekspor produk getah alam, resin, dan oleoresin Indonesia, termasuk kemenyan, mencapai USD55,5 juta dengan volume 43.685 ton, atau setara USD1.270,45 per ton.
Sementara itu, ekspor produk hilirisasi berupa minyak atsiri dan turunannya tercatat USD42,3 juta dengan volume sekitar 1.776 ton atau bernilai USD23.817,56 per ton.
Baca juga: Kemenperin Kembangkan Pusat Flavor dan Fragrance Bali, Perkuat Hilirisasi Minyak Atsiri
“Angka ini menunjukkan nilai per ton produk hilirisasi jauh lebih tinggi dibandingkan bahan mentah. Artinya, hilirisasi kemenyan mampu memberikan nilai tambah signifikan dan memperkuat posisi Indonesia di pasar global,” jelasnya.
Lebih lanjut, Reni mengemukakan, awalnya getah kemenyan dikenal sebagai bahan ritual dan wewangian tradisional. Namun kini, pemanfaatannya semakin luas seiring dengan perkembangan teknologi dan pasar global.
Resin dan minyak atsiri berbasis kemenyan telah populer digunakan sebagai bahan produk wewangian seperti parfum, aromaterapi, pengharum ruangan, hingga kosmetik dan insektisida alami.
Baca juga: Karya Inovasi Mahasiswa Unpad ‘Incensory’, Alat Terapi Berbasis Virtual Reality dan Aroma Kemenyan
“Selain aromanya yang khas, kemenyan juga dikenal di industri parfum sebagai fixative alami yang efektif. Fungsinya membuat aroma parfum lebih tahan lama sekaligus memperhalus transisi lapisan aroma,” imbuhnya.
Menurut Reni, hilirisasi kemenyan perlu melibatkan pelaku IKM karena akses mereka terhadap bahan baku lebih dekat, sekaligus menjaga kualitas resin yang disadap dengan teknik tradisional.
“Kemenyan Indonesia dikenal berkualitas tinggi dan diminati pasar global, khususnya di India, Vietnam, Tiongkok, Amerika Serikat, dan Prancis,” ungkapnya.
Sebagai langkah awal, Ditjen IKMA melalui Direktorat Industri Kimia, Sandang, dan Kerajinan (IKM KSK) berkoordinasi dengan Direktorat Industri Hasil Hutan dan Perkebunan (IHHP) serta dinas terkait di Kabupaten Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan.
Dua wilayah itu merupakan penghasil utama yang menyumbang sekitar 80% produksi kemenyan dunia.
Sementara itu, Direktur IKM KSK, Budi Setiawan, menyampaikan, koordinasi tersebut bertujuan untuk memetakan kondisi lapangan, mulai dari jenis tanaman, proses penyulingan, rantai pasok, hingga pembinaan yang telah berjalan.
“Dengan begitu, kami dapat mengidentifikasi aspek yang perlu diperkuat melalui program pembinaan Kemenperin,” jelasnya.
Ke depan, Ditjen IKMA akan melibatkan lebih banyak pihak dalam penguatan ekosistem hilirisasi kemenyan, termasuk satuan kerja Kemenperin, kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, hingga asosiasi.
“Dengan dukungan kebijakan yang tepat, kolaborasi lintas sektor, dan inovasi IKM, pengolahan minyak atsiri dari kemenyan akan menjadi penggerak baru hilirisasi berbasis nilai tambah lokal yang siap menembus pasar global,” tambah Budi optimistis.
Sebagai catatan, Kemenyan Tapanuli Utara pada 2025 telah memperoleh sertifikat Indikasi Geografis dari Kementerian Hukum. Hal itu membuktikan karakteristik, kualitas, dan reputasi kemenyan asal daerah tersebut, sekaligus memberikan perlindungan hukum dan nilai ekonomi yang lebih besar bagi masyarakat setempat. (SG-1)